Popular Posts

Tuesday, September 30, 2008

Eid MuBarak!

Salam LebaRan...

SeLaMat HaRi RaYa 'AiDiLFitRi...MaaF ZaHiR DaN BaTiN..

Didoakan di hari yang mulia ini, kita mendapat keredhaan dan penerimaan atas segala ibadat, doa dan munajat di bulan Ramadhan.

Semoga lebaran ini adalah penerusan mentarbiyah, membina dan mendidik diri untuk menjadi Insan Kamil (sempurna) iaitu hamba yang sampai pada Tuhannya (Qurbatan Ilallah) sesuai dengan tujuan penciptaan kita.

Selamat meneruskan cabaran, perjuangan dan pengembaraan sementara di dunia untuk menuju destinasi abadi di akhirat.

Imam Amiral Mukminin Ali as. telah berkata : Eid (Hari Raya) adalah hari yang mana Tuhan terima puasa seseorang, terima solat beliau dan setiap hari yang tak dilanggari perintah-NYA adalah hari EID bagi orang Islam.



Eltimasi Doa

Khudo Hafiz

Wassalam

Friday, September 26, 2008

Yaumul Quds di Malaysia




pesan seorang pemimpin besar Islam, Imam Khomeini, agar menjadikan hari Jumat di minggu terakhir Ramadan sebagai ''Yaumul Quds'' (Hari Al-Quds). Dalam arti, hari solidaritas kaum muslimin sedunia untuk pembebasan bangsa Palestina dan Al-Quds, dengan turun ke jalan untuk aksi damai menyatakan penentangan terhadap Amerika dan Israel.
















Seruan Ali Khamenei




Permasalahan Palestina adalah isu penting di dunia Islam. Tak ada isu internasional lain yang lebih penting dari isu ini
di dunia Islam. Karena penguasaan para penjarah tanah Palestina dan perampas al-Quds atas hak kaum muslimin
menyebabkan banyak kelemahan dan masalah di dunia Islam. Israel adalah rezim palsu, rezim ilegal. Karena itu, setiap
negosiasi yang berbasis pada pengakuan rezim ini, merupakan negosiasi ilegal; dan negosiasi semacam ini tak akan
abadi. Kaum zionis menyangka bahwa mereka telah memperoleh kekuasaan atas Palestina dan Palestina adalah milik
mereka selamanya. Tidak, ini tidak benar. Nasib Palestina, yakni negara Palestina, suatu hari nanti pasti akan menjadi
milik rakyat Palestina. Bangsa Palestina telah bangkit untuk mencapai cita-cita ini. Karena itu, menjadi tugas rakyat
muslim dan pemerintah muslim untuk semaksimal mungkin memperkecil jarak menuju cita-cita tersebut. Mereka harus
mewujudkannya, sehingga bangsa Palestina bisa menjangkau hari tersebut.” [Imam Ali Khamenei, 4 Juni 2002]
Tahun ini kita mendekati Hari Al-Quds Sedunia di bawah kondisi-kondisi, ketika perkembangan-perkembangan signifikan
telah terjadi di Tanah Palestina; dan kaum muslimin telah memperoleh pengalaman berharga yang dapat mempengaruhi
nasib mereka. Tahun ini seluruh Jum’at di bulan suci Ramadhan merupakan hari solidaritas bagi bangsa
Palestina. Dan kaum muslimin akan menggunakan Jum’at Terakhir di bulan suci ini, yang merupakan Hari Al-
Quds Sedunia, untuk mendeklarasikan dukungan berkesinambungan bagi bangsa Palestina yang tertindas. [Imam Ali
Khamenei, IRIB, 28 Agustus 2004] Dunia Islam telah menyambut Hari al-Quds. Peserta demonstrasi tahun ini akan
bertambah besar di seluruh dunia Islam. Al-Quds adalah bagian dari tubuh Islam. Dan generasi baru Palestina pun telah
mengerti bahwa jalan satu-satunya untuk mengakhiri penghinaan adalah dengan perlawanan bersenjata, bukan melalui
negosiasi-negosiasi. Rezim Zionis tak berhak untuk eksis dan memerintah di tanah Palestina. Israel adalah tumor
Kanker yang mesti dicabut dari wilayah ini. [Imam Ali Khamenei, Teheran, 15 Desember 2000]

Seruan Imam Khomeini



Jika kaum muslimin bersatu dan masing-masing dari mereka mengguyurkan seember air pada Israel, maka Israel akan
tersapu; namun masih saja mereka tak berdaya di hadapannya. [Imam Khomeini, 16 Agustus 1979, Sahifa-yi Nur, vol. 8,
hal. 236] Saya menyeru seluruh kaum muslimin di dunia untuk menjadikan Jum’at terakhir di bulan suci
Ramadhan sebagai Hari al-Quds; dan melalui demonstrasi solidaritas kaum muslimin sedunia, mengumandangkan
dukungan mereka atas hak-hak rakyat muslim. [Imam Khomeini ketika mengumumkan Hari Al-Quds, 7 Agustus 1979,
Sahifa-yi Nur, vol. 8, hal. 229]
Hari al-Quds adalah hari Islam dan hari Rasulullah saww. Ini adalah hari ketika Islam mesti dibangkitkan kembali. Ini
adalah hari ketika kita mesti mempersiapkan kekuatan kita dan mengeluarkan kaum muslimin dari pengasingan yang
dipaksakan kepada mereka oleh para adikuasa dan agen-agennya; sehingga dengan segenap kekuatan, mereka dapat
berdiri di hadapan bangsa asing. [Imam Khomeini, 16 Agustus 1979, Sahifa-yi Nur, vol. 8, hal. 233-234] Hari al-Quds
adalah hari di mana seluruh bangsa-bangsa Islam mesti bersama-sama mengarahkan perhatian mereka kepadanya dan
mempertahankannya. Jika keriuhan dibangkitkan oleh seluruh bangsa-bangsa muslim pada Jum’at terakhir di
bulan Ramadhan, yaitu pada Hari al-Quds; jika seluruh rakyat bangkit; jika mereka melakukan demonstrasi dan berbaris
sebagaimana yang sedang dilakukan sekarang; maka ini akan menjadi awal kita InsyaAllah untuk menghentikan elemen-
elemen jahat itu dan mengusir mereka dari tanah-tanah Islam. [Imam Khomeini, 6 Agustus 1979, Sahifa-yi Nur, vol. 12,
hal. 275] Jika kaum muslimin di dunia, yang berjumlah sekitar satu milyar, keluar dari rumah-rumah mereka di Hari al-
Quds dan meneriakkan: “Mampus Amerika, Mampus Israel, dan Mampus Rusia;” maka kata-kata ini akan
membawa kematian bagi negara-negara tersebut. [Imam Khomeini, 6 Agustus 1980, Sahifa-yi Nur, vol. 12, hal. 276]
Pada Hari Al-Quds, yang jatuh di Jum’at terakhir di bulan suci Ramadhan, cukuplah bagi seluruh kaum muslimin
di dunia untuk membebaskan diri mereka dari belenggu perbudakan dan penghambaan kepada para setan besar dan
para adikuasa, untuk bergabung dengan kekuatan abadi Allah, memotong tangan-tangan para penjahat dalam sejarah
dari kaum tertindas dan negara-negara yang terampas, serta memutus setiap ikatan serakah para penjahat ini. [Imam
Khomeini, 1 Agustus 1981, Sahifa-yi Nur, vol. 15, hal. 73-74] Jika pada Hari Al-Quds seluruh rakyat negara-negara
Islam bangkit dan berteriak—tidak hanya untuk Al-Quds, tetapi juga untuk seluruh negara-negara Islam maka
mereka akan menang. Apakah kalian pikir kami menumbangkan Muhammad Reza dengan senjata? Kami
menumbangkannya dengan teriakan-teriakan kami; dengan teriakan Allahu Akbar. Kepala-kepala mereka digempur
dengan teriakan Allahu Akbar secara terus menerus, sehingga mereka pun menyerah dan melarikan diri ke luar negeri.
[Imam Khomeini, 9 Agustus 1980, Sahifa-yi Nur, vol. 12, hal. 282]


Thursday, September 18, 2008

PREPARING FOR LAYLATUL QADR

In the Name of God, the Compassionate, the Merciful

PREPARING FOR LAYLATUL QADR



1. Is there a need to prepare for Lailatul Qadr?

In order to answer this, let us define what the word PREPARE means?

hadi-ramadhan21-imam-ali-ayyam-qadr-editorial-pic-master-withtext Simply, put it means to make ready or fit, to bring into a suitable state, to make one ready For e.g. when we want to prepare a meal, or go out for an event, we must have a GOAL in mind. As in what is my end result, the final dish or my final destination where I wish to end up.

And as per the subject under discussion i.e. “Preparing for Lailatul Qadr” our GOAL is to take full benefit/make full use of the BOUNTIES & RAHMA that Allah(SWT) bestows opens us in this night of LAYLATUL QADR.

It is important that we first understand the significance of LAYLATUL QADR in order that we know what sort of ‘ingredients’ are required for our preparation to reach the Ultimate Goal which is earning the pleasure of Allah(SWT)

2. What is Laylatul Qadr therefore?

You are all aware of its importance so I will just briefly re-run through it.

In surah AL Qadr Allah(SWT) clearly states:

“Surely We revealed it (the Holy Qur’an) on the grand night. And what will make you comprehend what the grand night. The grand night is better than a thousand months. The angels and Gabriel descend in it by the permission of their Lord for every affair, Peace! It is till the break of the morning.” (97:1-5)

Allah(SWT) is inviting all the believers for a Divine feast; the invitation which has been brought by the messengers. Allah (SWT) is the host, his most favorite angels are the servants and the believers are the guests. The table is spread with Divine blessings containing all sorts of rewards and favors. Though the eyes cannot see them nor the ears hear them not the human hearts imagine them, yet the bounties are all kept in readiness to be awarded to the guests in accordance to her actions.

Lailatul-Qadr is a blessed night because the Almighty brings down during it goodness, bliss, and forgiveness for His servants. It is a feast which has come with a message that shows one the way to achieve happiness in both the worlds. Laylatul Qadr is a feast for the spirit, a feast of worship and prayers.

Ahadith indicate that the fate of every believer for the coming year is decreed on this night. When our Prophet(S) was asked how man could enjoy the favors and good grace of proximity to, and mercy of, Allah(SWT) he quoted Nabi Musa’s(A) supplication:

“Oh My God, I seek proximity to You; He (Allah) said: Proximity to Me is for him who stays awake on Laylatul Qadr
“Oh My God, I am in need of Your Mercy; He said: My Mercy is for him who shows mercy to the poor on Laylatul Qadr
“Oh My God, I am in need of the passport to cross the bridge; He said: that is for him who give alms on Laylatul Qadr
“Oh My God, I am in need of the trees in Paradise and their fruits; He said: that is for him who seeks forgiveness on Laylatul Qadr
“Oh My God, I seek deliverance from fire; He said: that is for him who remembers Allah on Laylatul Qadr
“Oh My God, I seek Your good pleasure; He said: that is for him who says a two rakat prayer on Laylatul Qadr

On another occasion Nabi Musa(A) said:

“Oh My God, are You far away that I shout to You, or are You near that I whisper to You?”

He said:

“O Musa, I am sitting together with you!”

3. What do we therefore have to remind ourselves about Laylatul Qadr?

That it is:

* A unique once in a year opportunity to do a life times worth of activity.
* Full of long lasting blessings
* The night of unsurpassed grandeur when the absolute Grand God revealed the Grand qur’an through the Grand Wahy - Jibraeel into the heart of the Grand Holy Prophet(S)
* A once in a year occasion for influencing our future destiny - “QADR” - taqdeer.
The Masumeen(A) have explained to us that god in his infinite wisdom had planned the system of the universe in such a way that every persons destiny will be determined on a yearly basis in the angelic spheres through the agency of the imam of the age. Who is the leader and focus of the whole spiritual world) this gives MANKIND a unique opportunity to influence his own future (loss, gains, health/sickness, richness/poverty/ etc by performing certain acts, e.g. dua salat, sadaqah, jihad, acquiring knowledge, quran recitation etc.
* The night when the whole multitude of angels and the great spirit (ruh) descend on earth, greeting and praying for the believers and conveying messages to the Imam of age.

4. Do we than still need to PREPARE OURSELVES FOR LAYLATUL QADR after knowing its significance?

mecnun1965_ghadr Yes, Let us imagine for a moment that we are invited for a special feast by the president of our country, who also tells us in advance that he is going to reward us with magnificent gifts as per the way we present and behave ourselves during the feast -

What would we do ?

After the initial euphoria, we would leave no stone unturned to present themselves in the best possible manner. Preparations of what to wear, how to get there, what will I speak with the president, If I have to go through his secretary what will I say to him, what sort of gifts will I take with me, what sort of conversation with I have with him, all this and more will be thought about, rehearsed and re-rehearsed. Correct me if I am wrong!!

All this ‘tension’ in honor of an invitation from the President of a country. Lailatul Qadr is an invitation form the President of all Presidents, The Supreme One. Do we need to make preparations for this night?

Undoubtedly, we must start our preparations way ahead of time, after all going by human fitra, there is more than profit that can be got from this feast of Lailatul Qadr unless out of sheer carelessness we end up amongst those negligent and idle ones, who do not achieve anything except tiredness, loss and eternal doom, who will gain nothing except regret and cry out aloud on the day of Reckoning:

“Ah! Woe upon me! In that I neglected (my duty) towards Allah.”

5. What sort of Pre-preparations are needed before the advent of this grand Qadr?

Jibrael(A) was asked:

“What has the Almighty Allah done on this night with the wishes of the believers among the nation of Muhammad(S)?”

He answered:

“The Almighty Allah has looked upon them on this night and forgiven them, all of them, except the following: One who is addicted to drinking, One who severs his ties with his kin, and One who is a trouble-maker.”

We have been advised to beseech Allah(SWT) during the whole year before the arrival of the Night of Power:

* To keep us alive for this night,
* To bestow upon us the towfiq to remain vigilant during this night and pray for blessings and forgiveness.
* To bless us that we are able to do the best of deeds on this night
* To comprehend fully the importance of this night which is superior to one thousand months.
* To pray that we can become one of the favorites of Allah(SWT) and be blessed with His love, learning, nearness, union, pleasure, together with health, happiness, and welfare;
* To yearn and act so that Allah (SWT) be so pleased with us in such a manner, that after this night He would never be displeased us again.
* To pray that our Aimma esp. the Imam-ul-Asr be pleased with us & intercede on our behalf

6. How to Prepare oneself for The Night of Power (Lailatul-Qadr).

* Preparing Mentally
o Strive to keep Allah(SWT) at the fore of one’s mind the whole night long.
o All the Ibadah done should be recited in the state of being completely awake, aware, conscious, and with a live heart
If one feels that one will not be able to concentrate then start reciting from now “We are from Allah and towards Him is our return.” - Holy Qur’an (2:156) for it is considered as a tragedy if one can not in this night receive the divine grace in supplications.

“Their prayers ascend upwards and reaches Allah, their words are accepted, and Allah loves to listen to their prayers the way a mother likes her own child.”

Is not it shameful that the prayers which ascend upwards should be recited from the tip of the tongue, while the heart and soul remain occupied in worldly affairs?

Many a times, one feels that one cannot ‘properly’ perform a certain ibadah and so decided to forgo it. One should not do listen to this ‘waswas’ instead, one should perform it & more, for acceptance lies in the Hand of the Mercy of Allah(SWT).

* Preparing Physically
o The other preparations to be done for this night are,
o For worshipping in this night a suitable place, dress, and perfume should be arranged in advance (comfortable dress which does not distract us)
o Paying alms during this night - to the people who really deserve financial support
o Follow the translation of the duas in order to understand what you are reciting for lutf is only got when one knows what one is reciting.
* Preparing Spiritually
o Increase ones eagerness for receiving the promised bounties and blessings;
o Select worships and deeds which are more in harmony with ones mood
o When one stands for prayer, or any other ibadah, to briefly spare a moment to think about the wisdom of that action/its meaning etc for e.g. Why am I standing towards Mecca? To realize that when I stand on my two feet, it indicates my hope and fear about the acceptance of my worship
o Resorting (Tawassul) to Ahlul-Bait(A) - With persistence, supplicating in a polite and soft manner, with words and content arousing their sympathies, should beseech them for bestowing upon us the grace of being vigilant during this night.



6. Crying and Shedding Tears:

raising-hand-to-allah That during these nights ones fear, humility, tears, crying, anguish, and lamentation be increased as much as possible.

The Learned Scholar Hajj Mirza Javad Agha Maliki Tabrizi(R) in his book (Suluk-i Arifan) Spiritual Journey of the Mystics tell us that One of the best method is that one should tie ones hands around ones neck; should pour dirt upon ones head; should place ones head against a wall; sometimes one should stand and sometimes one should cry; should imagine oneself at the scene of Judgment Day; and the way sinners are rebuked with harshness, then one should imagine and be scared least Allah (the Glorious, the Exalted) orders:

“Seize ye him, bind ye him, burn ye him in the blazing fire, and make him march in a chain whereof the length is seventy cubits.” - Holy Qur’an (69:30-32)

Then one should cry:

“O’ Thou are the most compassionate, and Thou Who are the shelter of unsheltered ones!” “Where is Your vast blessing? Where is Your infinite forgiveness? Where are Your love and benevolence?” Ask for forgiveness of past sins in the most appealing manner with a promise to try never to return to the sins again - a TAWBA in every sense of the word Present ones requests before the Almighty with full hope that they will be answered. The Prophet(S) when asked what one should invoke Allah during these nights, said: “Ask for your safety (here and in the hereafter)”.

7. Recommended Ibadah to be performed on The Night of Qadr:

WE are advised that this night be divided into 3 parts -

1st part to be allocated for Gaining Knowledge - Najhul Balagha, Tadabbur etc;
2nd part to be allocated for Meditation (not when you are too sleepy) One should not forget to select a period for having a private union between oneself and ones Creator; and
3rd part to be allocated for Salatul Layl to connect with Nawaafil with Subh prayer

Suggested ways to get the maximum of this blessed opportunity

1: Imam al- Sadiq(A) quotes

“On all these nights, it is recommended that you perform the ghusl twice: once at the beginning of the night, and once at its end”.

When performing the recommended ghusl, to remember that while god likes physical cleanliness, more important He loves inner cleanliness of the heart, from immoral character e.g. jealousy, greed, etc. Thus resolve to clean the soul also by TAUBAH + JIHAD of NAFS

2: When praying 2 rakat namaz of recommended prayers with 7 times Surah Tawheed, make efforts to concentrate on the message of tawheed and get the heart to believe that truly GOD ALONE is ALL -powerful/All Merciful/Independent etc. therefore we should fear none BUT HIM, hope from none BUT HIM, we should ask from none BUT HIM

3: After the salaah when repeating ISTEGHFAR 70 times try to first be really repentant for serious mistakes done, sincerely ask for forgiveness either by:

(a) recalling 70 different sins OR

(b) feeling remorseful for 10 sins of the 7 main organs: eyes, ears, tongue, hands, mouth, stomach + private parts OR

(c) some particular sins that you may have committed repeatedly OR

(d) recalling the variety of punishments of different sins and finally resolve NOT TO Repeat them in the future, then only can one realistically expect to deserve the reward the HP has promised “Whoever performs this act will surely be forgiven by the Almighty even before here rises from his place”.

When opening the Qur’an and praying for your needs with the intercession of the qur’ an, realize that while the qur’an is a cure for spiritual illness, it only benefits the pious ones and the evil doers are deprived of its illumination. Thus increase the chances for Qur’an intercession to work on your behalf by earnestly following the rulings of the Qur’an.

While placing the Qur’an on the head. Remind yourself that true salvation can only be achieved by always keeping the rules of qur’an ahead of us to follow. The fact that we put the Qur’an on our head is a sign of respect and reverence. We beseech Allah by the thaqalayn - the speaking and the silent Qur’an. - Holy Qur’an (39:56)

As you seek intercession of the Al mighty (bika ya al…) and the 14 infallibles(A) realize that God is limitless Ounces of Mercy and the Ma’sumen pure agencies for the distribution of divine mercy to all creations.

quran-hadeeth While performing Ziyarah of Imam Husein(A), remind yourself that on this august night, the souls of 124,000 Prophets (peace be upon them all) visit Imam, who is aware of our inner spiritual reality and is hurt and repulsed by our record of repeated evil deeds, indifference to God’s comm andments; thus, we should avoid disgracing ourselves in that great audience of Imam.

Also, associate the themes in the ZIYARAH of:

* Firm bond of love and obedience of God (SALAT).
* • Economic betterment of community (ZAKAT).
* Overall mobilization of forces towards virtue (AMR BIL MA`RUF).
* Overall cleansing of evil from society.
* All-out war in all spheres of life to promote truth (JIHAD).
* Tremendous endurance of all ensuing difficulties (SABR).
* Complete distancing (LA`NAH) from all forms of injustice (DHULM) with destiny- shaping opportunity of this night and resolve to become on active player in improving the future in preparation for the REAPPEARANCE OF AL-MAHDI.

8. How to Farewell the Night of Power (Lailatul-Qadr)

One should resort (tawassul) to the M’asumin(A) - to whom that night belongs - should submit ones deeds & worship to those exalted ones, with a heart broken, with grief & shedding tears, should request them to make those deeds as righteous, and request them to intercede with Allah(SWT)

9. The Day of Power (Qadr)

According to Ahadeeth both the night and day are interconnected, as far as their worth, value, esteem, and splendor are concerned, i.e. if the day is esteemed and honorable, the night of that day also possesses the same distinction and vice versa. Therefore, we must appreciate the importance of the Days of Power and like the Nights of Power, should celebrate them by sincerely performing worships and righteous deeds.

On a final note, our destiny to large extent can be changed in this very night and much depends on us, how we decide to utilize both the night and the day of Qadr and for that matter each single moment of this blessed month of Ramadhan.

Let us therefore pray together that we may be granted the Tawfiq to be able to do the A’maals of Laylatul Qadr in its correct essence, that we may be granted the Maghferah and that we may earn the Pleasure of Allah(SWT) in such a manner that our lives take a positive turn in a manner that we may earn the salvation for both this world and the Hereafter. Ameen




A humble request that we remember each other in our prayers and especially those we do not forget our Marhumeen…

Rabbana Taqabbul Minna…

Malam Al-Qadar dalam Tafsir surat Al-Qadar




Tafsir ini saya sarikan dari Tafsir Al-Mizan:

بسمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ‏
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فى لَيْلَةِ الْقَدْر.ِ وَ مَا أَدْرَاك مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيرٌ مِّنْ أَلْفِ شهْرٍ. تَنزَّلُ الْمَلَئكَةُ وَ الرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبهِم مِّن كلّ‏ِ أَمْرٍ. سلاَمٌ هِىَ حَتى مَطلَع الْفَجْرِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam Al-Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam Al-Qadar itu? Malam Al-Qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ar-Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Surat ini menjelaskan kepada kita bahwa: Al-Qur’an diturunkan pada malam Al-Qadar, keutamaan malam Al-Qadar lebih baik dari seribu bulan, para malaikat dan Ar-Ruh turun ke bumi atau ke langit bumi, kandungan maknanya menunjukkan bahwa surat ini turun di Madinah dikuatkan oleh riwayat-riwayat dari Ahlul bait (sa) juga dari Ahlussunnah.

Detail Tafsir
إِنَّا أَنزَلْناهُ فى لَيْلَةِ الْقَدْر
Dhamir (kata ganti nama) pada kalimat “innâ anzalnâhu” secara jelas menunjukkan pada keseluruhan Al-Qur’an, bukan sebagian ayat-ayatnya. Ini menguatkan bahwa turunnya Al-Qur’an di sini adalah turun sekaligus, bukan secara bertahap. Makna ini dikutkan juga oleh ayat yang lain yaitu:

وَ الْكتَابِ الْمُبِينِ‏ .إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فى لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ
“Demi kitab (Al-Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi.” (Ad-Dukhkhan/44: 3)

Lahiriyah sumpah dengan Al-Qur’an dalam ayat tersebut menunjukkan secara jelas bahwa turunnya Al-Qur’an di sini sekaligus. Kemudian dikuatkan oleh riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang turunnya Al-Qur’an sekaligus pada malam Al-Qadar.

Ayat tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa Al-Qur’an turun sekaligus kepada Nabi saw, tidak secara bertahap. Kemudian disempurnakan atau didetailkan selama 23 tahun sebagaimana diisyaratkan di dalam ayat berikut ini:

وَ قُرْءَاناً فَرَقْنَهُ لِتَقْرَأَهُ عَلى النَّاسِ عَلى مُكْثٍ وَ نَزَّلْنَهُ تَنزِيلاً
“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan secara bertahab agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Al-Isra’: 106).

وَ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ لا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَحِدَةً كذَلِك لِنُثَبِّت بِهِ فُؤَادَك وَ رَتَّلْنَهُ تَرْتِيلاً
“Orang-orang kafir berkata: mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil.” (Al-Furqan: 32)

Dengan penjelasan tersebut, maka tak perlu dihiraukan pendapat yang mengatakan: kalimat “Anzalnâhu” maksudnya Kami memulai menurunkan Al-Qur’an dengan sebagian ayat-ayatnya.

Juga tak perlu diperhatikan pendapat yang mengatakan: apa yang dijelaskan dalam surat Al-Qadar bukan atau beda dengan apa yang dijelaskan di dalam ayat:

شهْرُ رَمَضانَ الَّذِى أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ
“Bulan Ramadhan adalah bulan di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah: 185).

Padahal kalau kita perhatikan malam Al-Qadar adalah bagian dari malam-malam Ramadhan. Adapun penjelasan secara lebih detail dapat kita baca dalam pembahasan riwayat tentang surat Al-Qadar.

Allah swt menamakan malam itu dengan malam Al-Qadar, maksudnya sudah jelas yaitu malam menetapan takdir. Yakni pada malam itu Allah swt menetapkan takdir segala persoalan dan kejadian dalam satu tahun, dari malam itu sampai malam Al-Qadar berikutnya. Penetapan takdir tentang: kehidupan dan kematian, rizki, kebahagian dan kecelakaan, dan lainnya. Hal ini seperti yang ditunjukkan di dalam surat Ad-Dukhkhan:

فِيهَا يُفْرَقُ كلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ. أَمْراً مِّنْ عِندِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ. رَحْمَةً مِّن رَّبِّك إِنَّهُ هُوَ السمِيعُ الْعَلِيمُ
“Di dalamnya diperjelas (dipilah-pilah) semua persoalan yang penuh hikmah. Yaitu persoalan yang besar dari sisi Kami, sesungguhnya Kami yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (Ad-Dukhkhan: 4-6)

Tidak ada persoalan besar yang penuh hikmah kecuali penetapan peristiwa dan kejadian secara pasti melalui takdir Ilahi.

Dengan penjelasan tersebut juga dapat dipahami bahwa malam Al-Qadar terjadi secara berulang setiap tahun Qamariyah. Yaitu malam ditetapkannya takdir persoalan dan kejadian dalam satu tahun, dari malam itu sampai malam Al-Qadar berikutnya. Malam itu adalah malam Al-Qadar, malam diturunkannya Al-Qur’an sekaligus kepada Nabi saw.

Kalimat “Yufraqu” dalam ayat tersebut menjukkan fi’il mudhari’ yang mengandung makna “berulang kali” kejadiannya hingga hari kiamat. Dan penguatnya adalah firman Allah swt dalam surat Al-Qadar, yaitu: “Malam Al-Qadar lebih baik dari seribu bulan, di dalamnya turun para malaikat dan Ar-Ruh.”

Macam-macam pendapat tentang malam Al-Qadar
Tentang malam Al-Qadar ada beberapa macam pendapat, antara lain:
Pertama: malam Al-Qadar terjadi hanya sekali tidak berulang setiap tahun.
Kedua: Malam Al-Qadar terjadi setiap tahun selama masa Nabi saw, kemudian Allah swt menghilangkannya.
Ketiga: Malam Al-Qadar hanya terjadi sekali sepanjang masa.
Keempat: Malam Al-Qadar itu terjadi sepanjang tahun, hanya saja terjadi perubahan sesuai dengan pergantian tahun, yakni tahun di bulan Ramadhan, tahun di bulan Sya’ban, tahun di bulan Rajab, dan bulan-bulan lainnya.
Kelima: yang dimaksud Al-Qadar adalah diturunkan, dinamakan Al-Qadar karena pada malam itu Al-Qur’an diturunkan dan harus meningkatkan ibadah. Pendapat ini hanya memfokuskan pada sisi turunnya Al-Qur’an dan meningkatkan ibadah di dalamnya.
Keenam: Al-Qadar artinya sempit dan sesak, dinamakan Al-Qadar karena pada malam itu bumi sempit dan sesak, karena turunnya para malaikat.



Kesimpulan
Malam Al-Qadar terjadi pada bulan Ramadhan setiap tahun. Di dalamnya ditetapkan takdir semua persoalan sesuai dengan masing-masing takdirnya. Hal ini tidak meniadakan adanya perubahan kejadian tahun itu sesuai dengan kondisi tahun. Perubahan kwalitas sesuatu yang ditakdirkan merupakan suatu persoalan, dan perubahan takdir persoalan yang lain. Hal ini seperti kemungkinan terjadinya perubahan kejadian-kejadian alamiyah sesuai dengan kehendak Allah swt tidak meniadakan ketentuan di Lawhil Mahfuzh “Di sisi-Nya ada Ummul Kitab” (Ar-Ra’d: 39).

وَ مَا أَدْرَاك مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
Firman ini menunjukkan pada keagungan malam Al-Qadar, dan kemulian kedatangannya. Ini ditunjukkan adanya pengulangan kata “Laylah”, malam.

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيرٌ مِّنْ أَلْفِ شهْرٍ
Firman ini merupakan penjelasan global tentang ayat sebelumnya, tentang keutaman malam itu.

Yang dimaksud dengan Malam itu lebih baik dari seribu bulan dari sisi keutamaan ibadah di dalamnya. Sesuai dengan tujuan Al-Qur’an untuk mendekatkan manusia kepada Allah swt, sehingga menghidupkan malam Al-Qadar menjadi lebih baik dari ibadah seribu bulan, yang di dalamnya tidak terdapat malam Al-Qadar. Sebagaimana malam ini dijelaskan oleh ayat dalam surat Ad-Dukhkhan yaitu malam yang penuh berkah. Penjelasan lebih detail akan disebutkan dalam pembahasan riwayat.

Penjelasan tentang Malaikat dan Ar-Ruh

تَنزَّلُ الْمَلَئكَةُ وَ الرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبهِم من كلّ‏ِ أَمْرٍ
Pada malam itu turun para malaikat dan Ar-Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

Yang dimaksud dengan kata “Ar-Ruh” dalam ayat ini adalah bukan malaikat Jibril, karena Jibril bagian dari malaikat yang telah disebutkan dalam kata “Al-Malâikah”. Ar-Ruh maksudnya adalah ruh dari Amr Allah seperti yang disebutkan di dalam ayat:

وَ يَسئَلُونَك عَنِ الرُّوح قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبى وَ مَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلاً
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Al-Isra’: 85)

Adapun yang dimaksud dengan kata “Amr” adalah persoalan atau urusan Ilahi sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شيْئاً أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ
“Sesungguhnya urusan-Nya jika Ia menghendaki sesuatu ia mengatakan padanya ‘jadilah maka jadilah ia’.” (Yasin: 82)

Ini menunjukkan bahwa turunnya para malaikat dan Ar-Ruh pada malam Al-Qadar merupakan awal mereka turun untuk mengatur urusan-urusan Ilahiyah dengan izin-Nya, termasuk di dalamnya persoalan dan kejadian alamiyah.

Kesejahteraan hingga terbit Fajar

سلاَمٌ هِىَ حَتى مَطلَع الْفَجْرِ
Kesejahteraan maksudnya adalah keselamatan dari segala penyakit lahir dan batin, fisik dan hati. Tentu dengan pertolongan Allah swt melalui kesempurnaan rahmat-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang datang menjumpai-Nya. Dan tertutupnya pintu-pintu penyakit baru berkat keistimewaan malam Al-Qadar, terutama pintu-pintu perangkap setan sebagaimana hal ini diisyaratkan di dalam sebagian riwayat.

Jadi, ayat “Pada malam itu turun para malaikat dan Ar-Ruh” hingga akhir surat menjelaskan kandungan makna “Malam Al-Qadar lebih baik dari seribu bulan”.

Kajian Riwayat
Dalam tafsir Al-Burhan disebutkan riwayat dari Syeikh Att-Thusi dari Abu Dzar. Ia berkata, aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang malam Al-Qadar, apakah malam itu terjadi di zaman para nabi yang di dalamnya turun kepada mereka persoalan Ilahiyah, kemudian sesudah zaman itu berlalu Allah menghentikannya? Beliau menjawab: “Tidak, bahkan ia terjadi hingga hari kiamat.”

Allamah Thabathaba’i mengatakan: riwayat seperti ini banyak dari jalur Ahlussunnah.

Dalam tafsir Majma’ul Bayan: dari Hammad bin Utsman, dari Hassan bin Abi Ali, ia bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) tentang malam Al-Qadar. Beliau berkata: “Carilah malam itu di malam ke 19, malam ke 21 dan malam ke 23.”

Allamah Thabathaba’i mengatakan: Dalam makna yang lain terdapat dalam sebagian riwayat carilah malam itu pada malam ke 21 dan malam ke 23. Seperti dalam riwayat yang disebutkan dalam tafsir Al-‘Ayyasyi: dari Abdul Wahid dari Imam Muhammad Al-Baqir (sa): Malam itu terjadi pada malam ke 23, muliakan malam itu karena Al-Amr, (persoalan) di dalamnya, jangan hinakan ia dengan perbuatan maksiat.

Dalam Al-Kafi, dengan sanad dari Zurarah, ia berkata bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Takdir pada malam ke 19, Ibram (penetapan yang pasti) pada malam ke 21, dan Imdha’ (pengesahan) pada malam ke 23.”

Allamah Thabathaba’i mengatakan: riwayat seperti makna tersebut banyak sekali. Riwayat dari Ahlul bait (sa) sepakat bahwa malam Al-Qadar terjadi berulang kali setiap tahun. Yakni di bulan Ramadhan, di salah satu malam yang tiga: malam ke19, 21, atau ke 23.

Adapun dari jalur Ahlussunnah riwayat tentang malam Al-Qadar berbeda-beda dan bermacam-macam. Tapi yang masyhur di kalangan mereka adalah malam Al-Qadar terjadi pada malam ke 17, malam nuzulul Qur’an. Jika ingin tahu lebih detail, silahkan baca tafsir Ad-Durrul Mantsur, Jalaluddin As-Suyuthi.

Dalam tafsir Ad-Durrul Mantsur, diriwayatkan dari Al-Khathib dari Ibnu Musayyab. Ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Aku melihat Bani Umayyah naik ke mimbarku, hal itu menyesakkan nafasku, maka Allah menurunkan surat Al-Qadar.”

Allamah Thabathaba’i mengatakan: makna seperti riwayat tersebut diriwayatkan juga oleh Al-Khathib dalam Tarikhnya dari Ibnu Abbas. Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ath-Thabrani, Ibnu Mardawaih, Al-Baihaqi, dari Al-Hasan bin Ali. Riwayat dalam makna ini juga banyak diriwayatkan dari jalul para Imam Ahlul bait (sa) bahwa Allah swt menghibur Nabi-Nya saw dengan mengkaruniakan malam Al-Qadar kepadanya, dan menjadikannya lebih baik dari seribu bulan, yakni lebih baik dari masa kerajaan Bani Umayah.

Humran bertanya kepada Imam Muhammad Al-Baqir (sa) tentang firman Allah “Kami turunkan Al-Qur’an pada malam yang penuh berkah” (Ad-Dukhkhan/44: 3). Beliau menjawab: “Ya, malam itu adalah malam Al-Qadar dan terjadi setiap tahun di bulan Ramadhan, sepuluh malam terakhir; dan Al-Qur’an tidak diturunkan kecuali pada malam Al-Qadar, Allah swt berfirman: “Pada malam itu diperjelas setiap persoalan yang penuh hikmah” (Qs. 44: 4).
Beliau berkata: “Pada malam itu, tahun itu hingga tahun berikutnya ditetapkan takdir setiap sesuatu dari sisi baik dan buruknnya, ketaataan dan kemaksiatan, kelahiran dan ajalnya atau rizkinya. Takdir yang ditentukan dan qadha’ yang ditetapkan pada malam itu adalah sesuatu yang mahtum (pasti); dan Allah Azza wa jalla memiliki kehendak di dalamnya.”
Ia bertanya lagi: Malam Al-Qadar lebih baik dari seribu bulan, apa maksudnya? Beliau menjawab: “Amal shaleh di dalamnya yakni shalat, zakat dan segala kebaikan lebih baik dari seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat malam Al-Qadar. Sekiranya Allah swt tidak melipatgandakan bagi kaum mukminin, niscaya mereka tidak akan mampu mencapainya, tetapi Allah melipatgandakan kebaikan bagi mereka.”

Dalam tafsir Majma’ul Bayan, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Nabi saw. Beliau bersabda: Pada malam Al-Qadar turunlah para malaikat penghuni Sidratul Muntaha. Di antara mereka adalah Jibril. Jibril turun dengan membawa panji-panji besar. Satu panji diletakkan di kuburku, satu panji di Baitul Muqaddis, satu di Masjidil Haram, dan yang satu lagi diletakkan di Thur Sina’. Sehingga tidaklah berdoa seorang mukmin dan mukminah di dalamnya kecuali diucapkan salam kepadanya, kecuali peminum khomer, pemakan daging babi dan makanan yang dimasak dengan ja’faron.”

Dalam tafsir Al-Burhan, dari Sa’d bin Abdillah, dengan sanad dari Abu Bashir, ia berkata: Aku bersama Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa), lalu beliau menyebutkan persoalan imam. Lalu beliau berkata: Pada malam Al-Qadar terjadi tambahan Ar-Ruh. Kemudian aku bertanya: Jadikan aku tebusanmu, bukankah Ar-Ruh itu malaikat Jibril? Beliau menjawab: Jibril bagian dari para malaikat, sedangkan Ar-Ruh lebih agung dari para malaikat, bukankah Allah berfirman: “Turunlah para malaikat dan Ar-Ruh.”





Allamah Thabathaba’i mengatakan: riwayat tentang malam Al-Qadar dan keutamaannya banyak sekali. Sebagian riwayat menyebutkan tentang tanda-tandanya yang tidak selalu mesti demikian, seperti terbitnya matahari di pagi hari tanpa sinar, terjadinya keseimbangan cuaca dan iklim.
(Tafsir Al-Mizan oleh Allamah Thabathaba’i, jilid 20: 379-384)

Wassalam
Syamsuri Rifai

19th Ramzan - Zarbat Imam Ali(a.s.)

AsSalam-o-Alaikum,

19th of Ramzan 1429 A.H. - Shab-e-zarbat of the commander of faithfuls Imam Ali(a.s.) and the first probable night of Qadr (Shab-e-Qadr) . As per Islamic system of calendar the night of 19th Ramzan starts when the fast of 18th Ramzan is completed in the evening.

Shab-e-Zarbat of Imam Ali(a.s.)
~~~~~~~~~~~~ ~~~~~~~~~ ~~~~~~~~~

This is the night of great diffiulty for the Ahl-e-Bait(a. s.) and all momineen and mominaat. This evening of 40 Hijrah, as always, Imam Ali(a.s.) only had salt and some water for iftar and from then on he was busy throughout the night in prayers with tears rolling out of his eyes.

He was repeatedly reciting "I have insufficient belongings for the journey and the journey is too long" - referring to the forthcoming journey towards his Lord(swt). The whole night, his children were besides him and were amazed and guessing as to what was so special about this night. They were to know about it only in the next morning when the commander of the faithful and the Wali of Allah(swt) Imam Ali(a.s.) was attacked during the fajr prayers by a munafiq and mal'on ibn-e-Muljim( may Allah curse him) and fatally injured by a sword which was dipped in poison. This was the time when Imam Ali(a.s.) uttered his famous words : "Fuzto warab-il-Kaaba" - "By the Rab of Kaaba, I am successful".

His sons Imam Hasan(a.s.), Imam Hussain(a.s. ) together with close companions of Imam Ali(a.s.) brought him to his house among tears and cries. It was here that Imam Ali(a.s.) asked his friends to leave him and asked his sons to take him inside the house where his daughters, who had received the news of him being injured, were anxiously waiting to see their father. Even during this period of hardship, Imam Ali(a.s.) had so much care for his daughters that no one would hear even their cries. But in Karbala, the daughters of Imam Ali(a.s.) and Imam Hussain(a.s. ) were brutally and savagely maltreated.

(Ala Lanat ullah-e ala qaum iz-zalameen) - May Allah(swt) curse the cruel tribe which committed atrocities on the Ahl-e-Bait(a. s.) of Prophet Mohammad(sawaw) .

Ku merinduimu ya Haidar



Selamat datang malam yang mulia
Selamat datang malam yang agung
Selamat datang malam yang dirindukan
Selamat datang malam yang dijamin
Selamat datang malam yang dinanti
Selamat datang malam yang diijabahnya doa
Selamat datang para malaikat Allah
Selamat datang Ya Ruh
Marhaban ya Lailatul Qadr
Selamat bagi yang merindukan Lailatul Qadr

Salam Alaika ya Abu Thurab!
Selamat datang malam duka ...
Selamat datang malam kelabu ...
Selamat datang duhai bencana ...
Selamat datang duhai gulana ...
Selamat jalan wahai kekasih Allah
Selamat jalan wahai kekasih Rasulullah
Selamat jalan wahai kekasih Putri Rasulullah
Selamat jalan wahai putra Abu Thalib
Selamat jalan wahai putra Kabah
Selamat jalan wahai Singa Allah
Selamat jalan wahai pembela Islam

dimalam 19 Ramadhan para malaikat berkumpul
isak tangis terdengar dikegelapan kufah
seluru yatim piatu kufah kini kehilangan bapaknya
Darah Amirul mukminin kini tertumpah
Kumerindukanmu ya Haidar...







Amiral Mukminin Ali (as) adalah merupakan anak kepada Abu Tolib sheikh Bani Hashim, bapa saudaranya Rasulullah (saww) yang telah memelihara dan menjaga Rasulullah (saww).Di rumahnya lah Rasulullah (saww) dibesarkan dan dia sentiasa mempertahankan Rasulullah (saww) dari kejahatan orang-orang kafir Arab khususnya Quraish selepas Rasulullah (saww) dilantik menjadi Rasul sehinggalah beliau menghembuskan nafas terakhir.
Ali (as) mengikut riwayat yang mahsyur,telah lahir 10 tahun sebelum perlantikan Rasulullah (saww) menjadi Rasul.Selepas Beliau (as) berumur 6 tahun, telah berlaku persengketaan dan permusuhan di Makkah,oleh kerana itu Rasulullah (saww) telah mencadangkan kepada pakciknya Abu Tolib (as) untuk menjaga Imam Ali (as).Maka Imam Ali (as) telah berpindah daripada rumah ayahnya ke rumah sepupunya, Rasulullah (saww).Beliau (as) dibesarkan dibawah jagaan dan didikan Rasulullah (saww) sendiri. Selepas beberapa tahun, Rasulullah (saww) telah dilantik dengan anugerah kenabian dan pertama kalinya wahyu sampai kepada Baginda (saww) adalah di Gua Hira’.Kemudian Baginda (saww) meninggalkan gua dan pulang ke rumah.Di rumah, Baginda (saww) telah menceritakan peristiwa tersebut dan Imam Ali as. telah beriman kepadaNya.Dan juga dalam satu majlis dimana Rasulullah (saww) telah mengumpulkan sanak saudara dan keluarganya dan telah berdakwah kepada mereka kepada Agama Allah.Rasulullah (saww) telah bersabda : Sesiapa yang paling awal menerima dakwahku ini, maka dia akan menjadi khalifah, wasi dan penolongku.Satu-satunya yang berdiri dan menyatakan keimanan adalah Imam Ali (as) dan Rasul Mulia (saww) telah menerima iman Beliau (as) dan mengesahkan janji-janji Baginda berkenaan dengan Beliau (as).Oleh kerana itu, Imam Ali as. adalah yang pertama beriman dan merupakan orang pertama yang tidak pernah menyembah Tuhan selain ALLAH swt.




Ali (as) mempunyai peranan penting dalam hijrah Rasulullah (saww) dari Makkah ke Madinah.Ketika malam hijrah, orang-orang kafir telah mengepung rumah Rasul (saww) dan telah membuat keputusan, pada akhir malam untuk masuk ke dalam rumah Baginda (saww) dan membunuh Rasulullah (saww) semasa sedang tidur.Maka, Imam Ali (as) telah tidur di katil Rasulullah (saww) menggantikan Baginda (saww) , dan Rasulullah (saww) telah keluar daripada rumah dan bergerak ke Madinah.




Di Madinah juga Beliau (as) merupakan pembantuNya Rasulullah (saww). Baginda (saww) tidak pernah mengenepikan Imam Ali (as), malah telah memberikan satu-satunya putri kesayangan Baginda (saww), Fatimah (sa) kepada Imam Ali (as) untuk dinikahi.Dan ketika akad persaudaraan antara sahabat-sahabatNya, Baginda (saww) telah memilih Imam Ali (as) sebagai saudaranya.Imam Ali (as) menyertai semua perang yang dihadiri dan disertai Rasulullah (saww) kecuali perang Tabuk dimana Rasulullah (saww) telah meletakkan Imam Ali (as) di Madinah sebagai pengganti ketika ketiadaanNya.Imam (as) tidak pernah lari dari sebarang perang,dan tidak pernah menentang arahan dan perintah Rasul (saww) dimana Rasulullah (saww) telah bersabda : Tidak akan pernah berpisah Ali daripada Hak dan hak daripada Ali. Umur Ali (as) ketika kewafatan Rasulullah (saww) adalah 33 tahun dan beliau memiliki semua kelebihan-kelebihan dalam agama dan adalah yang terbaik dikalangan sahabat-sahabat Rasul (saww), namun dengan alasan Beliau (as) masih lagi muda dan kerana dendam manusia disebabkan tumpahnya darah keluarga-keluarga mereka di dalam perang-perang Beliau (as) bersama Rasulullah (saww), maka, Imam (as) telah disisih dan diketepikan dari kekhalifahan.Beliau selama 25 tahun zaman kekhalifahan 3 khalifah, selepas kewafatan Rasulullah (saww) , telah berkhidmat mendidik manusia dan selepas terbunuhnya khalifah ketiga, rakyat telah membaiat Beliau (as) dan melantiknya sebagai khalifah.
Kekhalifahan Imam Ali (as) lebih kurang selama 4 tahun 6 bulan dan Beliau (as) memerintah mengikut jalannya Rasul (saww).Dan ketika zaman kekhalifahannya, Imam membawa gerakan dan reformasi bagi pembaikan ummah, Namun pembaikan ini, bagi faedah sebahagian pihak merupakan satu kemudharatan dan kesusahan, maka disebabkan itu, muncullah sebahagian sahabat seperti Ummul Mukminin Aisyah, Talhah, Zubair, dan Muawiyah yang menggunakan kematian khalifah ketiga sebagai dalih untuk membangkang dan menentang Imam (as) serta mencipta peperangan dan penentangan.
Imam Ali (as) bagi memadamkan api fitnah, peperangan dengan Ummul Mukminin Aisyah, Talhah dan Zubair berdekatan dengan Basrah yang terkenal dengan nama perang Jamal, perang lain dengan Muawiyah di sempadan Iraq dan Syam yang mahsyur dengan nama perang Siffin dan perang ini telah berterusan selama 1 tahun setengah, serta peperangan dengan Khawarij di Nahrawan yang terkenal dengan nama perang Nahrawan.Maka, disebabkan ini, banyak urusan Imam (as) pada masa kekhalifahannya adalah untuk menyelesaikan masalah perpecahan dalaman dan masa berlalu, satu subuh, pada hari ke 19 bulan Ramadhan, tahun 40 hijrah, di masjid Kufah, Imam (as) telah dipukul oleh seorang Khawarij ketika sedang solat dan Imam (as) telah syahid pada malam ke21 bulan Ramadhan .
Amiral Mukminin Ali (as) tidak mempunyai kekurangan dalam kesempurnaan seorang Insan, yang telah dibuktikan oleh sejarah dan diakui tidak kira oleh sahabat atau musuh.Dan Beliau (as) merupakan satu contoh kesempurnaan Islam yang telah dididik oleh Rasulullah (saww). Perbahasan-perbahasan berkenaan sahsiah dan peribadinya dan kitab-kitab yang telah ditulis tidak ada seperti yang menceritakan Beliau (as) tidak kira dari kalangan syiah,sunni,pengkaji-pengkaji atau dari pihak-pihak lain.
Ilmu dan pengetahuan Ali (as) adalah yang terhebat dan terbaik berbanding sahabat-sahabat Rasulullah (saww) dan orang-orang Islam yang lain.Beliau merupakan orang Islam pertama yang menerangkan ilmunya berasaskan dalil-dalil dan logik serta memperkenalkan falsafah dalam membahaskan Makrifah Ilahi (Mengenal Tuhan) dan telah juga bercakap tentang batinnya Al-Quran. Dan juga bagi memelihara lafaz Al-Quran, Beliau (as) telah memperkenalkan undang-undang bahasa Arab malah Beliau (as) merupakan yang paling petah dan fasih bahasa Arab dalam ucapan-ucapan dan khutbah-khutbahnya.Ali (as) ketika zaman Rasulullah (saww), juga zaman selepas Baginda (saww) telah menyertai semua perang. Imam (as) adalah lambang keberanian dan sesekali tidak pernah muncul ketakutan atau kegetaran dalam dirinya. Berulang kali di dalam perang seperti perang Uhud, Hunain, Khaibar dan Khandak dimana sahabat-sahabat Rasulullah (saww) dan tentera-tenteranya telah tergugat atau gentar atau ada yang melarikan diri daripada peperangan, namun Beliau (as) tidak pernah sesekali melarikan dari daripada musuh, dan tidak pernah sesekali terjadi bahawa seseorang dari tentera musuh yang berhadapan dengannya untuk terlepas dengan selamat. Namun dengan kesempurnaan kekuatan ini, Imam tidak pernah membunuh yang tidak berupaya atau memburu yang melarikan diri atau mengambil kesempatan secara tersembunyi dan tidak pernah sesekali menyekat air daripada musuh.
Imam Ali (as) pada tahun 40 hijrah, di bulan Ramadhan yang mulia,pada malam ke-19 telah dipukul dan kemudian telah syahid pada malam ke-21.Imam (as) dengan seluruh kewujudannya dan dengan ikhlas telah memelihara kesucian agama ALLAH, ti swt. tidak pernah Beliau (as) mengecapi kesenangan terutamanya ketika hari-hari dimana pemerintahan dengan keadilan berada dalam keadaan bahaya yang tidak ada tandingannya.
Akhirnya, menjelang subuh, 19 Ramadhan 40 H, ketika sedang solat di masjid Kufah, kepala beliau ditebas dengan pedang beracun oleh Abdurrahman bin Muljam. Menjelang wafatnya, pria sejati ini masih sempat memberi makan kepada pembunuhnya. Singa Allah, yang dilahirkan di rumah Allah "Ka'bah" dan dibunuh di rumah Allah "Mesjid Kufah", yang mempunyai hati paling berani, yang selalu berada dalam didikan Rasulullah s.a.w sejak kecilnya serta selalu berjalan dalam ketaatan pada Allah hingga hari wafatnya, kini telah mengakhiri kehidupan dan pengabdiannya untuk Islam.
Beliau memang telah tiada namun itu tidak berarti seruannya telah berakhir, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyedarinya." (Q.S:2:154)

Rasulullah (saww) telah menganggap Imam Ali (as) dan diri Baginda (saww) sendiri sebagai dari sebuah pohon dan Baginda (saww) telah bersabda : Aku dan Ali adalah ayah kepada Ummah ini,Aku adalah kota ilmu dan Ali merupakan pintunya.
Wasiat Amiral Mukminin Ali (as)
Thabari dalam Tarikh dan Abu Alfar Ishfahani dalam Maqatiluth tholibiyyin telah menyertakan surat wasiat Amiral Mukminin Ali (as). Surat wasiatnya adalah begini .
Ini adalah surat wasiat Ali Bin Abi Tholib.Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain ALLAH swt. dan Muhammad (saww) adalah hamba dan RasulNYA dimana Baginda (saww) telah diutuskan membawa hidayah dan agama yang Hak serta menyempurnakan semua agama walaupun tidak disukai oleh orang-orang musyrik.Solat, ibadah, hidup dan matiku adalah untuk ALLAH swt. yang tidak ada sekutu bagiNYA, Tuhan sekelian alam.Aku telah dipertanggungjawab begini dan aku merupakan seorang muslim.
Aku menasihatkan kamu berdua, Hassan dan Husain (as) untuk bertaqwa kepada ALLAH swt. Janganlah mengejar dunia sekalipun mungkin dunia itu sendiri mengejar kamu dan janganlah sesekali kecewa apabila kehilangan sesuatu dari dunia.Jangan mengatakan sesuatu kecuali yang hak dan lakukan sesuatu untuk pahala, untuk akhirat.Bermusuhlah dengan yang zalim dan bantulah yang dizalimi.
Aku menasihatkan kamu berdua,semua anak-anak dan keluargaku serta sesiapa sahaja yang surat wasiatku ini sampai ke tangannya (membacanya), untuk bertaqwa kepada ALLAH swt., untuk mengurus urusan dan kerja kamu secara tertib dan teratur serta jagalah persepaduan atau hubungan baik antara sesama kamu.Kerana aku telah mendengar daripada Rasulullah (saww) yang bersabda :Memperbaiki perselisihan lebih baik daripada seluruh solat dan puasa, janganlah bermusuhan kerana ia akan menjadi punca mundurnya agama dan lemah kecuali dengan meminta bantuan daripada ALLAH swt. Perliharalah hubungan kekeluargaan dengan keluarga kamu, ziarah menziarahi mereka dimana Tuhan akan meringankan hisab ka atas kamu.
Bertaqwalah kepada ALLAH dan ingatlah ALLAH berkenaan urusan anak yatim.Jangan biarkan mereka kelaparan supaya kamu tidak jatuh ke lembah kehinaan, kerana aku telah mendengar daripada Rasulullah (saww) yang bersabda : Sesiapa yang menjaga seorang anak yatim sehingga dia tidak memerlukan apa-apa lagi (lengkap), maka Tuhan telah mewajibkan baginya syurga.Dan sesiapa yang memakan harta anak yatim, maka Tuhan akan mewajibkan baginya neraka.
Bertaqwalah kepada ALLAH, Bertaqwalah kepada ALLAH berkenaan urusan Al-Quran sehingga tidak ada orang harus melebihi kamu dalam beramal dengannya.
Bertaqwalah kepada ALLAH berkenaan urusan jiran tetangga, lindungilah mereka dimana ini adalah sunah-sunah para nabi.
Bertaqwalah kepada ALLAH, Bertaqwalah kepada ALLAH, Bertaqwalah kepada ALLAH berkenaan urusan Rumah Tuhan kamu [Kaabah].Jangan tinggalkan ia selama kamu hidup, kerana apabila [Kaabah] itu ditinggalkan, kamu tidak akan selamat.
Bertaqwalah kepada] ALLAH, [Bertaqwalah kepada] ALLAH berkenaan urusan solat.Peliharalah solat kerana ia merupakan amalan yang terbaik dan tiang agama kamu.
Bertaqwalah kepada] ALLAH, Bertaqwalah kepada ALLAH berkenaan urusan zakat kerana ia dapat memadamkan kemarahan ALLAH swt.
Bertaqwalah kepada ALLAH, Bertaqwalah kepada ALLAH berkenaan urusan jihad , dengan harta dan nyawa kamu di jalan ALLAH
Tidaklah selain daripada ini dimana dua Imam berjihad dijalan Allah, Imam yang memberi hidayah dan seorang yang mentaatinya dan megikut hidayahnya.
Bertaqwalah kepada ALLAH, Bertaqwalah kepada ALLAH berkenaan urusan zuriyat Nabimu (saww).Peliharalah mereka dan jangan sesekali membiarkan kezaliman ke atas mereka, berlaku di hadapan kamu.
Bertaqwalah kepada ALLAH, Bertaqwalah kepada] ALLAH berkenaan urusan sahabat-sahabat Nabi (saww) yang tidak melakukan bid’ah dan yang tidak menolong melakukannya, kerana Rasulullah (saww) telah menasihatkan mereka dan pembuat bid’ah daripada mereka dan yang melindungi mereka akan dilaknat.
Bertaqwalah kepada] ALLAH, Bertaqwalah kepada ALLAH berkenaan urusan faqir dan miskin, jadikan mereka sebahagian daripada hidup kamu (bantu mereka).
Kemudian Imam Bersabda
Solat, solat. Janganlah takut kepada celaan pencela, Tuhan akan mencukupi kamu dari perbuatan jahat mereka yang menzalimi kamu. Bercakaplah dengan ucapan yang baik kerana Tuhan yang memerintahkan demikian.Jangan meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar kerana Tuhan yang memerintahkan demikian dan yang akan menghakimi kamu.Ketika mana kamu berdoa tetapi doa itu tidak termakbul.Kamu hendaklah sentiasa menghormati persahabatan dan menafkahkan untuk orang lain.Jauhkan [sikap] saling menjauhkan diri antara satu sama lain dan memutuskan hubungan.Bantu-membantulah dalam kerja baik dan mulia dan jangnlah bersama-sama dalam membuat dosa dan kejahatan.Kerjakan tuntutan Tuhan kerana Balasan Tuhan itu susah dan berat.Aku mendoakan supaya Tuhan peliharalah keluarga dan keturunan kamu dan meletakkan kamu disisi dan makam Nabi dan menyerahkan kamu kepada ALLAH swt. yang merupakan sebaik-baik pemelihara.Semoga salam, rahmat dan berkah Ilahi bersama kamu.
Seorang lelaki telah bertanya kepada Amirul Mukminin (as) : Aku akan bertanya kepadamu 4 perkara. Imam Ali (as) bersabda : Tanyalah walaupun 40 perkara. Lelaki itu kemudian berkata :
1)Apakah yang wajib dan apakah yang paling wajib?
2)Apakah yang dekat dan apakah yang paling dekat?
3)Apakah yang ajaib/aneh dan apakah yang paling ajaib dan aneh?
4)Apakah yang sukar dan yang paling sukar?

Imam Ali (as) menjawab :
1)Perkara yang wajib adalah taat kepada ALLAH swt dan yang paling wajib adalah meninggalkan dosa.
2)Yang dekat adalah Hari Kiamat dan yang paling dekat adalah kematian.
3)Perkara yang ajaib dan aneh adalah dunia dan yang paling aneh darinya adalah cintakan dunia.
4)Yang sukar itu pula adalah kubur dan yang paling sukar adalah pergi kepada kubur tanpa bekalan.
Rasulullah (saww) telah bersabda :
"Barang siapa yang ingin hidup seperti hidupku, mati seperti matiku dan menempati surga 'Adn yang telah Tuhanku khususkan untukku, maka hendaknya ia berwilayah kepada Ali dan walinya serta mengikuti jejak para Imam setelahku. Karena mereka adalah 'itrahku. Mereka diciptakan dari tanah asal ciptaanku. Mereka telah dianugerahi kepahaman dan ilmu yang luas. Celakalah orang-orang yang membohongkan keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku dengan mencampakkan mereka. Semoga Allah tidak memberikan syafa'atku kepada mereka".




Eltimasi Doa
Sekian, Wassalam

Amalan Umum Laylatul Qadar (Malam Al-Qadar)

Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa malam Al-Qadar terjadi pada malam ke 19, 21, dan 23. Dalam riwayat yang lain disebutkan terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Amalan malam-malam Al-Qadar ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Amalan yang bersifat umum dilakukan pada malam ke 19, 21 dan 23. Yang bersifat khusus dilakukan secara khusus pada masing-masing tiga malam tersebut. Amalan yang bersifat umum sebagai berikut:

Pertama: Mandi sunnah, yang paling utama ketika matahari terbenam.
Kedua: Shalat dua rakaat, setiap rakaat setelah Fatihah membaca Surat Al-Ikhlash (7 kali). Dan setelah shalat membaca (70 kali):
اَسْتَغْفِرُ اللهَ واَتُوبُ اِلَيْهِ

Astaghfirullâ wa atûbu ilayh
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya
Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang melakukan shalat ini, Allah akan mengampuni dosanya dan orang tuanya.
Ketiga: Membaca doa tawassul dengan Al-Qur’an. Kemudian membaca doa tawassul dengan 14 manusia suci. Kemudian menyampaikan hajat kepada Allah swt.
Kelima: Ziarah (membaca doa ziarah) kepada Imam Husein (sa).
Keenam: Menghidupkan 3 malam ini dengan ibadah, zikir, doa dan munajat. Di dalam hadis dikatakan: “Barangsiapa yang menghidupkan malam Al-Qadar, ia akan diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak bintang di langit dan seberat gunung.”
Ketujuh: Shalat 100 rakaat, yang afdhal setiap rakaat setelah Fatihah membaca Surat Al-Ikhlash (10 kali).
Kesembilan: Disunnahkan membaca doa Jawsyan Kabir.

Doa Malam Al-Qadar: Doa Pengakuan

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
اَللَّهُمَّ اِنِّي اَمْسَيْتُ لَكَ عَبْداً دَاخِراً لاَ اَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً، وَلاَ اَصْرِفُ عَنْهَا سُوْءاً، اَشْهَدُ بِذَلِكَ عَلَى نَفْسِي، وَاَعْتَرِفُ لَكَ بِضَعْفِ قُوَّتِي، وَقِلَّةِ حِيْلَتِي، فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي وَجَمِيْعَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنَ الْمَغْفِرَةِ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ، وَاَتْمِمْ عَلَيَّ مَا آتَيْتَنِي فَاِنِّي عَبْدُكَ الْمِسْكِيْنُ الْمُسْتَكِيْنُ الضَّعِيْفُ الْفَقِيْرُ الْمَهِيْنُ. اَللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْنِي نَاسِياً لِذِكْرِكَ فِيْمَا اَوْلَيْتَنِي، وَلاَ لاِِحْسَانِكَ فِيْمَا اَعْطَيْتَنِي، وَلاَ آيِسًا مِنْ اِجَابَتِكَ وَاِنْ اَبْطَأَتَ عَنِّي، فِي سَرَّاءَ اَوْ ضَرَّاءَ، اَوْ شِدَّةٍ اَوْ رَخَاءٍ، اَوْ عَافِيَةٍ اَوْ بَلاَءٍ، اَوْ بُؤْسٍ اَوْ نَعْمَاءَ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ

Allâhumma innî amsaytu laka ‘abdan dâkhiran, lâ amliku linafsî naf’an wa lâ dharrâ, wa lâ ashrifu ‘anhâ sûan.Asyhadu bidzâlika ‘alâ nafsî, wa a’tarifu laka bidha’fi quwwatî, wa qillati hîlatî. Fashalli ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa anjizlî mâ wa’adtanî wa jamî’al mu’minîna wal mu’minât minal maghfirati fî hâdzihil laylah, wa atmim ‘alayya mâ ataytanî fainnî ‘abdukal miskînul mustakîn, adhdha’îful faqîrul mahîn. Allâhumma lâ taj’alnî nâsiyan lidzikrika fîmâ awlaytanî, wa lâ li-ihsânika fîmâ a’thaytanî, wa lâ âyisan min ijâbatika wa in abtha’ta ‘anni fî sarra’ aw dharra’, aw syiddatin aw rakhâ’, aw ‘âfiyatin aw bala’, aw bu’sin aw na’mâ’, innaka samî’ud du’â’.

Ya Allah, malam ini aku datang kepada-Mu sebagai hamba yang hina, diriku
tak memiliki manfaat dan mudharrat, tak mampu menyingkirkan keburukan dari diriku.
Dengan semua itu aku bersaksi atas diriku, aku mengakui di hadapan-Mu kelemahanku dan ketidakberdayaanku. Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Karuniakan padaku malam ini maghfirah-Mu yang telah Kau janjikan padaku, pada mukminin dan mukminat. Sempurnakan karunia itu bagiku. Karena aku adalah hamba-Mu yang miskin dan papa, lemah, fakir dan hina.

Ya Allah, jangan jadikan aku orang yang lalai dan tidak mengingat-Mu, tidak mengingat pertolongan yang telah Engkau anugerahkan, kebaikan yang telah Engkau karuniakan. Jangan jadikan aku orang yang putus asa dari ijabah-Mu walaupun Engkau menundanya pada saat suka atau duka, bahagia atau menderita, selamat atau tertimpa musibah, sengsara atau mendapat nikmat. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Mendengar doa.

Thursday, September 11, 2008

MuTiara Dari Al-Murtadha (as)




Seorang lelaki telah bertanya kepada Amirul Mukminin (as) : Aku akan bertanya kepadamu 4 perkara. Imam Ali (as) bersabda : Tanyalah walaupun 40 perkara. Lelaki itu kemudian berkata :
1)Apakah yang wajib dan apakah yang paling wajib?
2)Apakah yang dekat dan apakah yang paling dekat?
3)Apakah yang ajaib/aneh dan apakah yang paling ajaib dan aneh?
4)Apakah yang sukar dan yang paling sukar?
Imam Ali (as) menjawab :
1)Perkara yang wajib adalah taat kepada ALLAH swt dan yang paling wajib adalah meninggalkan dosa.
2)Yang dekat adalah Hari Kiamat dan yang paling dekat adalah kematian.
3)Perkara yang ajaib dan aneh adalah dunia dan yang paling aneh darinya adalah cintakan dunia.
4)Yang sukar itu pula adalah kubur dan yang paling sukar adalah pergi kepada kubur tanpa bekalan.

(NahjuL BaLagHah)

11th of Ramazan 1429 A.H. – Anniversary of the event of Moakhat (religious brotherhood)

After the migration from Makkah to Madina, the migrant muslims faced a number of difficulties including economic and social hardships. Realizing this and with the intent of eliminating difference of race, culture and status, the Prophet Mohammad(sawaw) decided to declare religious brotherhood among the migrants (Muhajireen) and the residents of Madina (Ansaar). This was in accordance with the instructions of Allah(swt) in the Quran where He says “Innamal mominoona ikhwa” (All momineen are brothers among themsevles). Prophet Mohammad(sawaw) gathered all muslims from the two groups and declared the concept which marked an important milestone in the Islamic History.

In making one muhajir brother of one ansaar, the Prophet(sawaw) took special care of the compatibilities in their traits and nature. This way he made sure that they would easily get along as brothers and no conflict would arise between their personalities. Some of the examples of this brotherhood are as follows:
- Hazrat Abu Darda(r.a.) was made the brother of Hazrat Salman Farsi(r.a.)
- Hazrat Abuzar Ghaffari(r.a. ) was made the brother of Hazrat Manzar bin Umair(r.a.)
- Hazrat Huzaifa Yamani(r.a.) was made the brother of Hazrat Ammar Yasir(r.a.)
- Hazrat Maasab bin Umair(r.a.) was made the brother of Hazrat Abu Ayub Ansari(r.a.)
- Hazrat Salama bin Waqash(r.a.) was made the brother of Hazrat Zubair bin Awam(r.a.)

During this brotherhood, Imam Ali(a.s.) was not made brother of anyone. He(a.s.) had tears in his eyes at that time and looked with inquisition at Prophet Mohammad(sawaw) . The Prophet(sawaw) held Imam Ali(a.s.)’s hand in his hand and declared in front of all Muslims that “Ali(a.s.) is my brother – in this world and the hereafter”.

10th of Ramzan 1429 A.H. - Death Anniversary of Bibi Khadija(a.s. ) - Umm-ul-Momineen and the first and most beloved wife of Prophet Mohammad(sawaw) .

As Salamo alaikum,



On this sad occasion of her death anniversary, I wish to extend my condolences to Prophet Mohammad(sawaw) , Imam Zamana(a.s.) , Ahl-e-Bait(a. s.) and to all Momineen and Mominaat.

As per usual practice among the followers of Ahl-e-Bait(a. s.), please offer nazrana and special prayers on this day. You may wish to recite Ziarat-e-Jame' a as well which is located on the website www.ziaraat. com and a link in available under the 'Ziarat Summary' Section. Both audio and Arabic Text with Urdu Translation is available for you to follow conveniently.
============ ========= ========= ========= ========= ========= =

According to traditions, Hazrat Khadija(a.s. ) was born in 565 A.D. and died on the 10th of Ramzan 3 years before Hijrah (migration from Makkah to Madina) at the age of 58.

Bibi Khadija(a.s. ) was the first person to accept Islam and as per authentic traditions, was the first wife of our Prophet Mohammad(sawaw) and it was her first marriage as well. This fact is contrary to the beliefs of other Muslims according to whom Bibi Khadija(a.s. ) married earlier as well. She was the distinguished mother of the leader of the women of Paradise - Bibi Fatima Zahra(s.a.).

She belonged to the same Banu Hashim clan of the Banu Asad tribe from where our Holy Prophet(sawaw) belonged and they were distant cousins as well with their genealogy being as follows: Khadija binte Khawailad ibne Asad ibne Abdul Uzza ibne Qusayy bin Kalaab and Prophet Mohammad(sawaw) ibne Abdullah ibne Abdul Muttalib ibne Hashim ibne Abd Munaf ibne Qusayy bin Kalaab.

Hazrat Khadija(a.s. ) was the wealthiest businessperson of the entire Arab region and after the declaration of Islam by the Prophet(sawaw) she dedicated all her wealth for the cause of Islam. She, along with Hazrat Abu Talib(a.s.) were the two people who helped our Prophet(sawaw) the most by offering their wealth and protection during the early part of Islam. That was the reason when both of them died one after the other in the same year, our Prophet(sawaw) was so grieved that he declared that year as Aam-ul-Huzn – the year of sorrow/grief.

The site has been updated with a brief but comprehensive article about the life and achievements of Bibi Khadija(a.s. ) in the “Makkah/Bibi Khadija(a.s. )/About” page. Here is the direct link: www.ziaraat. com/makkhd01. php

Hazrat Khadija (SA), the wife, the companion and the friend of Muhammad Mustafa (SAW), the Messenger of Allah, and the benefactress of Islam and the Muslims, fell ill. Her illness was brief and fatal. All her life she had lived in the midst of abundance and luxury but the three years of exile had been a time of excessive austerity for her which inevitably took its toll.

She was the first woman to declare that the Creator was One, and that Muhammad (SAW) was His Messenger. The glory and honor of being the first woman believer in the whole world, is hers to all eternity.

When Islam came under mounting pressure from its enemies, Khadija (SA) sacrificed her comforts, her wealth and her home for it; and now it would appear that she sacrificed her life too, in the way of Islam. Without a doubt, if she had lived in her palatial house in Mecca, surrounded by her maid-servants, she might have lived for many more years. But she preferred to stand by her husband and his clan, and to share the hardships of life with them. During the siege, she had to endure not only the pangs of hunger and thirst but also the extremes of heat in summer and cold in winter; yet she never complained to her husband about them. Whether times were good or bad, whether she had plenty or she had nothing, she was always cheerful. Austerity and privation never soured her. It was this temperament that was an unfailing source of comfort, courage and strength for her husband during the blackest and trying moments of his life.

During the years of the siege, Khadija (SA) spent all her fortune on buying essentials like food and water for the clan of her husband. When she returned to her house, her last cent was gone; and when she died, there was not enough money available in the house to even buy her shroud. A cloak of her husband was used as a shroud for her, and she was given a burial in it.

Muhammad Mustafa (SAW) never took another wife as long as Khadija (SA) lived, and if she had not died, it is most probable that he would never have married any other woman.

Khadija (SA) died on the 10th of Ramadan, 619 A.D. One month after her death, Muhammad Mustafa (SAW) had to sustain yet another shock in the death of Abu Talib (AS), his uncle and guardian, and the bulwark of Islam. The deaths of these two friends - Khadija (SA) and Abu Talib (AS)- were the greatest shocks that the Messenger of Allah (SAW) had to endure in the fifty years of his life.

The two lamps of their glorious lives were extinguished. He was overwhelmed with sorrow. He called the year of their death as, "The Year of Sorrow" (Aa'm ul Hozn).



Iltimas-e-dua

Monday, September 8, 2008

Bulan Ramadhan Al Mubarak




Segala puji-pujian hanya bagi Allah swt. Tuhan sekelian alam, yang menjadikan setiap sesuatu dengan hikmahNya.Selawat dan salam buat junjungan besar Nabi Muhammad (saww) dan kepada keluarganya yang ma’sum yang terpelihara daripada segala noda kekotoran dan dosa yang merupakan pelaksana agama Islam dan yang mengembangkan ajaran ini ke seluruh pelusuk alam.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang kesembilan dari bulan Qamariah dalam kalender Islam.Di dalam Al-Quran, bulan Ramadhan adalah satu-satunya bulan yang disebut berbanding bulan-bulan Qamariah yang lain(1).Dan ini adalah salah satu kelebihan dan keutamaannya atas bulan-bulan Qamariah yang lain dimana telah terdapat nama bulan Ramadhan didalam ayat 185 surah Al-Baqarah.Kalimah Ramadhan merupakan nama salah satu daripada nama-nama Tuhan dan tidak sepatutnya disebut Ramadhan tanpa menyebut bulan (Ramadhan).Hisham B. Salim telah meriwayatkan daripada Sa’ad yang berkata :Kami lapan orang telah bersama Imam Baqir (alaihissalam) dan ketika itu kami teringat tentang Ramadhan dan bercakap mengenainya.Imam Baqir (as) telah bersabda:Janganlah menyebut sekarang adalah Ramadhan,Jangan menyebut Ramadhan telah pergi dan Ramadhan telah datang.Kerana Ramadhan adalah nama salah satu daripada nama-nama Ilahi dimana ia tidak datang dan tidak pergi.Berkata datang dan pergi untuknya adalah salah, hanya sesuatu yang boleh hilang dan musnah, datang dan pergi.Dan Imam (as) menyambung dan bersabda :Bahkan hendaklah menyebut bulan Ramadhan,maka tambahkanlah bulan ketika menyebut bulan Ramadhan kerana Ramadhan tersebut adalah nama Tuhan (2).

Terdapat banyak sekali riwayat daripada para Ma’sumin (alaihimussalam) yang telah sampai kepada kita yang bersangkut-paut dengan masalah ini dimana Al-Marhum Kulaini dalam Furu’i Kaafi telah meletakkan satu bab tersendiri berkenaan masalah ini dengan tajuk (Bab pelarangan menyebut Ramadhan tanpa kalimah bulan) (3).Al-Marhum Hur Amili juga didalam kitab As-Shaum Wasailush Shiah,terdapat satu bab dengan tajuk : Bab (Makruh menyebut Ramadhan tanpa menambah kalimah bulan, dan tidak haram menyebut Ramadhan sahaja serta kaffarah menyebut Ramadhan sahaja) dalam satu riwayat didalam Biharul Anwar dan Wasailush Shiah dari Imam Musa B. Jaafar (as) dari ayah-ayah beliau dari sabda Imam Ali (as) dimana terdapat kaffarah menyebut Ramadhan tanpa menambah kalimah bulan,iaitu hendaklah memberi sedekah dan berpuasa (4).Dari Ulama-ulama Umum (Ahlus Sunnah) juga terdapat riwayat-riwayat daripada Rasulullah (sollallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam) berkenaan perlarangan menyebut Ramadhan sahaja (5).Selain daripada dua kelebihan bulan Ramadhan yang telah disebutkan, bulan Ramadhan mempunyai kelebihan-kelebihan dan keutamaan-keutamaan dan ciri-ciri luar biasa dimana untuk mengiranya memerlukan kajian yang meluas dan buat masa sekarang, tidak mungkin dapat memuatkan semuanya dalam waktu yang singkat dan dalam hanya satu artikel.

Oleh sebab itu, didalam artikel ini hanya mengisyaratkan sebahagian daripada keutamaan-keutamaan dan penerangan-penerangan daripada riwayat-riwayat dan hadis-hadis Ma’sumin (as).Antara nama-nama bulan Ramadhan daripada riwayat Ma’sumin (as) adalah :

Bulan Allah

Walaupun sesuatu masa dan tempat dari pandangan maknawi tidak ada perbezaan dari segi zat antara satu sama lain,tetapi dengan perantaraan sesuatu perkara, sebuah tempat seperti Kaabah atau masjid-masjid, atau satu masa seperti bulan Ramadhan dan khususnya Lailatul Qadar, telah menemui nilai yang tinggi, keutamaan dan kepentingan serta menjadi mulia.Di antara bulan-bulan,bulan Ramadhan,Bulan Allah,adalah satu masa yang ditentukan untuk beribadah, dan bulan ini lebih menyediakan peningkatan,penyempurnaan maknawi dan mentarbiyah potensi-potensi,sikap dan tingkah-laku serta akhlak manusia kepada akhlaqullah (akhlak Allah/ketuhanan).Terdapat banyak daripada kata-kata Ma’sumin (as) yang menyebut bulan Ramadhan sebagai bulan Allah.Berdasarkan riwayat Imam Sodiq (alaihissalam),Rasulullah (saww) telah bersabda:Bulan Ramadhan adalah bulan Allah,satu bulan di mana di dalamnya terdapat banyak kebaikan, dan pekerjaan yang baik mendapat berlipat kali ganda pahala (6).Rasul Islam, Nabi Muhammad (saww) dalam beberapa riwayat,mengatakan Syaaban adalah bulanku dan bulan Ramadhan adalah bulan Allah (7).

Imam Zainal Abidin (alaihissalam) dalam doa wida’(perpisahan) dengan bulan Ramadhan dalam (Shahifah Sajjadiyah) bersabda : (Assalamualaika Ya Shahrullahul Akbar Wa Ya ‘Aid Auliyauh) Salam keatasmu wahai bulan Allah yang termulia dan wahai hari perayaan (hari raya dan kegembiraan) bagi pencinta-pencintanya Allah.Imam Jaafar Sodiq (as) bersabda:Bulan Ramadhan adalah bulan Allah,didalam bulan ini perbanyakkanlah berzikir kepada Allah dengan zikir Lailahaillallah, Allahu Akbar,Alhamdulillah dan Subhanallah (8).


Bulan Sabar

Daripada kata-kata Ma’sumin (as),bulan Ramadhan adalah bulan sabar.Rasulullah (saww) ketika menerangkan tentang bulan Ramadhan bersabda: bulan Ramadhan adalah bulan sabar, dan pahala sabar adalah syurga(9). Amirul Mukminin Ali B. Abi Talib (as) bersabda: puasa bulan sabar (bulan Ramadhan) dan puasa tiga hari dalam setiap bulan,akan mengeluarkan keburukan, kesedihan dan was-was daripada hati (10).Bersabda Rasulullah (saww) dalam hadis Qudsi: Semua amalan bani Adam mempunyai 10 kali ganda sehingga 700 kali ganda pahala,kecuali sabar dimana dikhususkan untuk aku dan aku yang memberi pahala untuknya.Rasululullah (saww) meneruskan : maka pahala sabar hanya diketahui oleh Allah,dan Rasulullah (saww) mengakhiri dengan bersabda : makna sabar adalah puasa(11).Al-Marhum Allamah Thabathabai telah menulis : setiap kali Rasulullah (saww) berhadapan dengan perkara yang sedih dan dukacita, maka Baginda (saww) akan menunaikan solat dan berpuasa bagi membantu melawan kesedihan dan dukacita tersebut(12).Sabar dalam kehidupan seseorang dan kehidupan masyarakat setiap manusia adalah satu keperluan,sabar bagi agama umpama pentingnya kepala bagi badan.Seperti mana manusia tanpa kepala adalah bukan manusia dan tidak berguna, agama juga tanpa sabar dan istiqamah adalah bukan agama dan iman(13).

Bulan Ramadhan adalah jalan yang bersambung kepada sabar,ujian sabar dan penguatannya.Dalam bulan Ramadhan, manusia berlawan dengan hawa nafsu dan tidak boleh menikmati keinginan diri, yang membina dan meningkatkan manusia dan dapat mengetahui bahawa selama ini telah meletakkan tujuan hidup yang bagaimana?adakah kebendaan dan kebinatangan.Menjauhkan diri daripada keinginan-keinginan, menjauhkan diri daripada makan dan minum dalam bulan Ramadhan dalam keadaan perkara-perkara tersebut pada bulan-bulan yang lain bukan sahaja halal dan dibenarkan bahkan adalah mustahab (sunat),puasa merupakan senaman dan ujian yang menguatkan kemampuan manusia,membiasakan diri dan dapat mengatasi nafsu sendiri.Manusia dengan puasa didalam bulan Ramadhan, dapat membiasakan diri dengan sabar sehingga di dalam kehidupan dan masyarakat, tidak akan kalah apabila berdepan dengan masalah dan kesusahan.Puasa adalah kesabaran yang panjang dengan memisahkan diri daripada kebiasaan-kebiasaan terpenting manusia.

Bulan Bekerjasama

Rasulullah berkenaan bulan Ramadhan telah bersabda : Bulan Ramadhan adalah bulan bekerjasama(14).Tolong –menolong, bantu-membantu, bekerjasama dan meninggalkan harta dan kekayaan.Bulan Ramadhan adalah bulan sama-sama merasakan seperti orang faqir, miskin, orang yang kelaparan,kehausan,dhaif dan lemah.Semua manusia yang berharta dan faqir adalah sama dalam lapar dan dahaga.Semua mereka dalam keadaan berpuasa tidak makan dan tidak minum, dan ini adalah satu jalan bagi orang umum khususnya orang berharta, berduit dan kaya untuk sama-sama memahami dan mendalami lapar dan dahaga faqir miskin dan memikirkan mereka,sama-sama dalam kesedihan dan dukacita mereka,menolong mereka atau membantu mereka dengan harta kekayaan sendiri,membayar hak-hak mereka dan tidak meninggalkan khumus dan zakat.

Terdapat banyak riwayat berkenaan ini dimana falsafah diwajibkan puasa adalah orang yang kaya sama-sama merasakan dan menolong yang miskin dan faqir.Hisham B. Hakam telah bertanya kepada Imam Jaafar Sodiq (as):Apakah falsafah diwajibkan puasa?Imam dalam menjawab telah bersabda:Tuhan telah mewajibkan puasa supaya orang yang kaya sama dengan yang faqir kerana orang yang kaya tidak merasa sakit kelaparan untuk berbuat baik kepada yang miskin dan dapat memperoleh apa sahaja yang diinginkan,maka Allah Taala berkehendak untuk menyamakan diantara manusia dimana orang yang kaya dapat merasai lapar supaya mereka membantu yang lemah dan faqir serta berbuat baik kepada orang yang kelaparan(15).Fadhl B. Shazan berkata, Imam Ridha (as) bersabda :Manusia diberikan puasa supaya dapat mengenali kelaparan dan kehausan serta memikirkan keadaan susah di akhirat nanti............, (memahami dan merasakan kesusahan dan kelaparan faqir miskin supaya menunaikan hak-hak yang telah diwajibkan oleh Allah keatas harta-harta mereka(16).Rasulullah (saww) dalam sabdanya mengatakan bulan Ramadhan adalah musim bunga bagi orang-orang faqir (17)adalah hakikat bulan Ramadhan adalah musim bunga bagi orang faqir kerana semua orang adalah sama seperti orang faqir pada hari puasa.Musim bunga bagi orang yang susah kerana orang umum sama-sama memahami dan merasai kesakitan dan kesusahan mereka.

Rujukan:
1)Thabathabai, Muhammad Husain, Al-Mizan, Muassasah Al-‘A’lami Lilmathbu’at, m1973, j2, m/s12. 2)Majlisi, Biharul Anwar, Muassasah Aufa, Beirut, Lubnan, j96, m/s376. 3)Kaafi, j4, m/s69. 4)Wasailush Shiah, j7, m/s 332. 5)Muhammad Rei Shahri, Muhammad, Mizanul Hikmah, Intisharat Daftar Tablighat Islami Hozeh ‘Ilmiyah Qum, Cetakan Pertama 1362 Hijrah Shamsiah, j4, m/s176 diriwatkan daripada Kitab Kanzul ‘Amal. 6)Bihar, j96, m/s340. 7)sama, m/s 356 dan 364. 8)sama, m/s 381. 9)Wasailush Shiah, j7,m/s222 – Kaafi, 4,m/s66. 10)Bihar, j96, m/s341. 11)Bihar, j96, m/s254 12)Thabathabai, Muhammad Husain, Sunanun Nabi, m/s30. 13)Fidhul Islam, Tarjemah dan Syarahan Nahjul Balaghah, Hikmat79,m/s1123. 14)Man La Yahdhuruhul Faqih, j2, m/s95. 15)sama, m/s73. 16)Wasailush Shiah, j7, m/s4. 17)sama, m/s231.
Firman Allah swt didalam Al-Quran berkenaan wajibnya berpuasa di bulan Ramadhan:
Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu bertaqwa.(Al-Baqarah:183)

Firman Allah swt. berkenaan Larangan atau wajib meninggalkan puasa bagi yang sakit dan yang bermusafir:

Puasa yang diwajibkan itu ialah beberapa hari yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu yang sakit, atau dalam musafir, kemudian hendaklah ia berpuasa (ganti) pada hari-hari yang lain; dan hendaklah atas orang-orang yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar fidyah iaitu memberi makan orang miskin.Barangsiapa yang dengan kerelaan hati melakukan kebajikan,maka itulah yang lebih baik baginya,dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(Al-Baqarah:184)

Firman Allah swt. berkenaan waktu imsak dan berbuka puasa:

Dihalalkan bagi kamu, pada malam hari puasa, bercampur (bersetubuh) dengan isteri-isteri kamu. Isteri-isteri kamu itu adalah sebagai pakaian bagi kamu dan kamu pula sebagai pakaian bagi mereka(kedua-duanya adalah hiasan bagi selainnya dan memelihara satu sama lain). Allah mengetahui bahawasanya kamu telah mengkhianati diri sendiri (dan kamu telah melakukan perkara yang dilarang), lalu Ia menerima taubat kamu dan memaafkan kamu. Maka sekarang setubuhilah isteri-isteri kamu dan carilah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kamu; dan makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sehingga waktu malam; dan janganlah kamu setubuhi isteri-isteri kamu ketika kamu sedang beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas larangan Allah, maka janganlah kamu menghampirinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat hukumNya kepada sekalian manusia supaya mereka bertaqwa.(Al-Baqarah:187)

Antara Doa-doa yang dianjurkan pada bulan Ramadhan: Imam Jaafar Sodiq(as) dan Imam Musa Kazim(as) bersabda : “Hendaklah kamu membaca doa ini dari awal bulan Ramadhan hingga akhir, selepas setiap solat fardu.”




Ya ‘Aliyyu Ya ‘Azhimu Ya Ghafuru Ya Rohim,AntarRabbul ‘Azhimul lazi laisa kamislihi syai-un,wa Huwas Sami’ul Bashir,wa haza shahrun ‘azhzhamtahu wakarramtahu, washarraftahu wafadholtahu ‘alash syuhur,Wa huwash shahrul lazi anzalta fihil quran,wahudal linnasi wa bayyinatim minal huda wal furqon,wa ja’alta fihi lailatal qadr,wa ja’altaha khairam min alfi shahr, faya zal manni wala yumannu ‘alaika,munna ‘alayya bifakaaki roqobati minan naari fiman tamunna ‘alaihi,wa adkhilnil jannata birahmatika Ya Arhamar Rahimin.



Wahai Yang Maha Mulia, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Pengampun, wahai Yang Maha Pengasih. Engkau Tuhan Yang Agung, tiada sekutu bagi-Nya, Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat. Bulan ini adalah bulan yang Engkau agungkan dan Engkau muliakan di atas semua bulan, bulan yang Engkau wajibkan padaku berpuasa, bulan Ramadhan yang di dalamnya Engkau turunkan Al-Qur’an petunjuk bagi manusia, keterangan dari petunjuk dan penjelasan; di dalamnya Engkau turunkan malam Lailatul Qadar, dan Engkau jadikan malam itu lebih baik dari seribu bulan. Untuk itu, wahai Yang Memiliki kurnia dan tidak dikurniai, berikan padaku kurnia-Mu keselamatan dari api neraka seperti kurnia orang yang telah Engkau beri kurnia, dan masukkan aku ke syurga dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih dari segala yang mengasihi.
(Mafatih Jinan : bab 2)

Rasulullah (saww) bersabda : Barangsiapa yang membaca doa ini pada bulan Ramadhan selepas setiap solat fardu, adalah hak Allah Taala untuk mengampunkan dosa-dosanya sehingga hari Qiamat, dan ini adalah doanya:



Allahumma adkhil ‘ala ahlil quburis surur,Allahumma aghni kulla faqir,Allahumma ashbi’ kulla ja-i’,Allahummaksu kulla ‘uryan,Allahummaqdhi daina kulli madin,Allahumma farrij ‘an kulli makrub,Allahumma rudda kulla gharib,Allahumma fukka kulla asir,Allahumma ashlih kulla faasidim min umuril muslimin,Allahummashfi kulla maridh,Allahumma sudda faqrona bighinak,Allahumma ghaiyir su-a halina bihusni halik,Allahummaqdhi ‘annad daina wa aghnina minal faqri innaka ‘ala kulli syai-in qadir.

Ya Allah, masukkanlah kebahagiaan kepada penghuni kubur. Ya Allah, kayakanlah setiap yang faqir. Ya Allah, kenyangkanlah setiap yang lapar. Ya Allah, berikanlah pakaian setiap yang tidak berpakaian. Ya Allah, tunaikanlah hutang setiap yang berhutang. Ya Allah, bahagiakanlah setiap yang menderita. Ya Allah, kembalikanlah setiap yang terasing.Ya Allah, bebaskanlah setiap yang tertawan. Ya Allah, perbaiki setiap yang rosak dari urusan kaum muslimin. Ya Allah, sembuhkanlah setiap yang sakit. Ya Allah, kayakanlah kami dengan kekayaan-Mu. Ya Allah, ubahkanlah keburukan keadaan kami dengan kebaikan keadaan-Mu. Ya Allah, tunaikan hutang kami dan kayakan kefaqiran kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Taqabbalallahu minkum

Selamat Menjalani Ibadah Puasa dan InsyaALLAH segala amal ibadah kita diterima disisi Allah Swt.

Eltimasi Doa
Sekian, Wassalam