Popular Posts

Saturday, July 25, 2009

Abbas: Kelahiran Pembela Yang Berani




Sepuluh tahun berlalu sejak junjungan Rasul dan Bonda Fatimah kembali ke rahmat Ilahi. Imam Ali as berhajat mengambil seorang isteri, dengan tragedi Asyura sebagai tujuan dan timbangannya. Ia lalu meminta kekandanya ‘Aqil yang mahir dalam ilmu nasab dan keturunan serta sangat mengenal selok belok qabilah, peribadi dan akhlak mereka. Ia berkata pada Aqil: “Carikan aku seorang isteri yang berkemampuan, daripada qabilah yang para datuknya adalah kalangan yang berani dan disukai masyarakat. Agar wanita seperti ini, dapat memberikanku anak yang berani, kuat dan bijak.”

Selepas beberapa waktu, Aqil telah mengenalkan seorang wanita dari Kabilah Bani Kilab kepada Amirul Mukminin as. Kabilah Bani Kilab dikenal kerana keberanian dan sikap kesatrianya. Wanita tersebut menepati kesemua ciri-ciri yang diidamkannya. Namanya Fatimah, puteri Hizam bin Khalid dan semua keturunannya mulia dan dicintai masyarakat. Ibunya pula dari salasilah keluarga yang mulia dan tinggi pula kedudukannya.

Gadis yang mulia ini telah diperistrikan oleh Imam Ali. Perkahwinan ini diberkahi dengan kelahiran empat putera bijak: Abbas, Abdullah, Jaafar dan Uthman. Lantaran memiliki empat anak laki-laki inilah, Fatimah lantas dijuluki sebagai Ummul Banin, ibu anak-anak lelaki. Keempat-empat mereka kemudiannya telah gugur syahid di dalam tragedi pembantaian Karbala demi membela keluarga nabi dan agama Allah.

Abbas, seorang pembela, pahlawan dan perwira hebat telah dilahirkan di Madinah tanggal 4 Shaaban 26H. Abul Fadhl dikenal memiliki wajah yang rupawan dan tubuh yang kekar. Karena itu, ia dijuluki sebagai Qamaru Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim. Mengomentari keistimewaan Abul Fadhl ini, Ibnu Shahre Ashub dalam kitab Manaqib menulis, "Dia mendapat gelar Rembulan Bani Hasyim karena keutamaan rohani dan jasmaninya, karena cahaya kehambaan dan keikhlasannya terpancar dari wajahnya".

Abbas bin Ali as, putera seorang wanita yang mengenal kebenaran dan mempunyai makrifat. Ia memiliki seorang ayah seperti Ali Bin Abi Thalib as dan di tangan takdir juga telah tertulis bahawa ia adalah wangian kesetiaan dan permata iman dan kesucian. Kelahiran Abbas telah menerangi dan mengembalikan harapan rumahnya Ali dan hatinya Maula. Kerana Ali tahu, nanti di Karbala, putera ini bakal memikul panji kebenaran, seorang pemuda yang gagah berani dan setia. Abbasnya Ali nanti akan berkorban demi membela Husainnya Fatimah.




Ketika ia lahir, Imam Ali as telah mengazankan dan mengiqamah ke telinganya, serta mengucapkan nama Allah dan RasulNya juga berkenaan Tauhid dan risalah agama. Ia diberikan nama Abbas pada hari ketujuh kelahirannya, mengikut sunnah Islam. Imam Ali as telah mengorbankan seekor kambing dan menyedekahkan dagingnya kepada faqir miskin.

Imam Ali as, di sebahagian waktu akan memeluk badan suci Abbas dan mengangkat lengan kecilnya ke atas kemudian mencium bahu-bahunya dan menitiskan air mata. Suatu hari, bondanya Ummul Banin menjadi bingung melihatkan gelagat suaminya. Imam as berkata: “Tangan-tangan inilah yang nanti akan terpotong tatkala ia menolong dan membantu kekandanya Husain. Tangisanku ini adalah untuk hari tersebut.”

Dengan kelahiran Abbas, rumah Ali berbaur kegembiran dan kesedihan: kegembiran atas kelahiran suci ini, serta kesedihan dan tangisan atas peristiwa yang akan dilalui sang bayi dan teman-temannya nanti di bumi Karbala.

Abbas bin Ali dilahirkan di sebuah rumah yang juga menjadi ruang ilmu pengetahuan dan hikmah. Selama 14 tahun, ia melewati masa-masa hidupnya bersama sang ayah, Imam Ali as, sehingga ia pun banyak belajar mengenai keilmuan, iman dan kesempurnaan dari ayahnya itu. Ia banyak belajar mengenai budi bahasa dan pandangan yang mendalam dari ayahnya. Imam Ali as sendiri memberikan perhatian khusus kepada putranya ini. Selain memberikan pendidikan ruhani dan spiritual. Imam Ali juga banyak memberikan pendidikan jasmani dan seni perang kepada Abbas.

Salah satu karakter utama Abbas bin Ali adalah kedekatan dan rasa sayangnya kepada sang abang, Imam Husain as. Sehingga Abbas pun banyak memperoleh pengaruh positif, dari segi keutamaan moral dan spritual dari kekandanya itu. Kedekatan dan kesetian Abbas bin Ali kepada kekandanya, Imam Husain terlihat nyata saat terjadinya tragedi Karbala.

Sejak kecil, kalbu Abbas bin Ali telah terikat dengan Sang Khaliq. Ghairah iman dan takwa beliau selalu berkobar di sepanjang masa hidupnya, sehingga perilaku dan tindakan beliau senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dari segi keilmuan dan spiritualnya, Abbas bin Ali dikenal sebagai tokoh yang amat bertakwa, berperilaku soleh dan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun yang mengenalnya nescaya mengakui beliau sebagai seorang yang bijak dan mulia. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat siapapun tertarik kepada beliau.

Kebijaksanaan dan ketinggian ilmu Abbas bin Ali menjadikannya sebagai tempat rujukan umat meminta pandangan dan bermusyawarah. Ia juga dikenal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, baik di bidang fiqih maupun akidah. Abal Fadhl atau Abbas bin Ali dijuluki juga sebagai Babul-Hawaij, seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain, lantaran kebiasaan beliau yang selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan.

Abbas bin Ali adalah seorang yang amat rendah hati dan santun. Keteguhan, kesantunan, dan kesabaran Abbas bin Ali mengingatkan kita pada ucapan mutiara Imam Ali yang berbunyi, "Tiada warisan yang lebih mulia ketimbang akhlak". Ia tak pernah duduk tanpa meminta izin di hadapan kekanda-kekandanya seperti Imam Hasan as dan Imam Husain as. Dan selama 34 tahun masa hidupnya, ia senantiasa memanggil kedua kakaknya itu dengan sebutan wahai putra nabi atau wahai tuanku.

Sikap rela berkorban adalah karakter utama kepribadian Abbas bin Ali. Pengorbanan agungnya itu ia pentaskan dengan begitu indahnya di medan Karbala. Hingga masa-masa akhir hidupnya, ia masih menjadi penolong setia Imam Husain. Sampai-sampai tiap kali nama Imam Husain as disebut dalam mengenang peristiwa Asyura, maka nama Abul Fadhl pun akan terucap pula. Abbas bin Ali adalah pembawa bendera pasukan Imam Husain dalam peristiwa kebangkitan Karbala.



Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husain dan keluarga nabi lainnya didera cengkaman dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentera musuh yang berusaha menghalangi pasukan Imam Husain dari memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat akan wajah kehausan Imam Husain, saudara-saudara, dan sanak keluarganya. Ia segera mengisi kantong airnya dan memacu kudanya kembali menuju perkhemahan Imam Husain. Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tangannya terpenggal dan ia gugur syahid.

Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali, "Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain."

Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk peribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.

Muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, "Ia bagaikan lautan berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan".

Salam ke atas kehebatan tangan-tangan Haidarmu. Salam ke atas kepantasan pedang Zulfiqarmu. Salam ke atas kesatria dan pembela kekandanya! Salam ke atasmu wahai yang terindah di dalam kamus kesetiaan. Salam ke atasmu dan ke atas tangan-tangan pembawa air yang dikau miliki. Tanah menghidu bauan syurga, langit turun ke bumi dan memeluk rumahnya Murtadha. Kelahiran seorang putera, pencinta Pemimpin Para Penghuni Syurga!

Sebagaimana salam yang diucapkan dan ditujukan kepadamu oleh Maula Imam Muhammad bin Hasan ajf, Mahdinya zaman ini yang kami nantikan kezuhurannya, kami panjatkan salam mewangi ke atasmu:

"السلام على ابى الفضل العباس المواسى اخاه بنفسه"
Salam ke atas Abil Fadlh Abbas yang berkorban jiwa demi kekandanya.

Semoga Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian. Sekali lagi kami ucapkan selamat berbahagia atas hari kelahiran dua jiwa bersaudara Imam Husain dan Abbas bin Ali as.

Husayn: Kelahiran Mulia Belahan Jiwa Nabi




Hari ini kita menyambut ulangtahun wiladah Imam Husain bin Ali as, cucunda Rasulullah saww dan putera kedua Amirul Mukminin Ali bin Abi Talib as dan Bonda Fatimah az-Zahra sa. Pada hari ketiga bulan Syaaban tahun keempat Hijrah, putera kedua Imam Ali dan Fatimah telah selamat diputerakan di dalam rumah wahyu dan wilayah. Tatkala berita kelahiran ini sampai kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aalihi Wasalam, Baginda saww bergegas ke rumah Ali as dan Fatimah sa sambil mengarahkan Asma untuk membawa bayi kepadanya. Asma melilit si kecil dengan kain putih dan membawanya ke sisi Rasul saww. Baginda saww kemudian mengazankan ke telinga kanan dan mengiqamah ke telinga kiri bayi munggil itu.

Pada hari ketujuh kelahiran yang penuh kebahagiaan ini, Jibrail Al-Amin as turun dan berkata: “Salam ke atasmu wahai Rasulullah, namakan bayi ini dengan nama putera kecil Harun ‘Syabir’. Dan di dalam bahasa arabnya adalah ‘Husain’. Ini kerana Ali di sisimu umpama Harun di sisi Musa bin Imran, cumanya Dikau merupakan Penutup Para Nabi. Oleh itu, nama Husain adalah dari sisi Tuhan, yang terpilih untuk putera kedua Fatimah sa.

Pada hari ketujuh kelahirannya, Fatimah sa telah mengorbankan seekor kambing sebagai aqiqah, dan mencukur rambut bayinya lalu mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangan rambut tersebut.

Husain as dan Rasulullah saww

Husain bin Ali as mengecapi kasih sayang langsung dari Rasulullah saww semenjak kelahirannya sehingga Rasullullah saww wafat enam tahun dan beberapa bulan kemudiannya. Hampir seluruh masyarakat ketika itu mengenal kelebihan dan kedudukan pemimpin ketiga ini di sisi Rasulullah saww. Betapa dalamnya cinta dan kasih Rasulullah saww pada cucundanya itu.





Salman Al-Farisi berkata: “Aku telah melihat Rasulullah saww telah meletakkan Husain ke atas ribaannya lalu mengucupnya sambil bersabda: Engkau adalah orang terhormat, putera orang terhormat dan ayah kepada orang-orang terhormat. Engkau adalah seorang Imam, putera seorang Imam dan ayah kepada para Imam. Engkau adalah Hujjah Allah, putera Hujjah Allah dan ayah kepada Hujjah-hujjah Allah dan mereka berjumlah 9 orang dan yang terakhir daripada mereka, adalah Qaim mereka (Imam Mahdi Ajjalallahu Farajah).”

Anas bin Malik meriwayatkan: “Tatkala Rasulullah saww telah ditanya siapakah daripada ahli keluarganya yang paling baginda cintai, jawab baginda: Hasan dan Husain. Baginda sering memeluk Hasan dan Husain dan mengucup mereka.”

Abu Hurairah, seorang pengampu Muawiyah dan pembenci Ahlul Bait, turut mengakui layanan istimewa Rasul saww pada cucu-cucunya. Ia bercerita: “Aku telah melihat Rasulullah saww mendudukkan Hasan dan Husain di atas bahunya lalu mendekati kami. Tatkala sampai ke sisi kami baginda bersabda: “Barangsiapa yang mencintai kedua putera ini maka dia mencintaiku, dan barangsiapa yang memusuhi mereka, maka dia memusuhiku.”

Mungkin, kemuncak sabda Rasulullah saww yang paling tinggi, paling dekat dan yang paling jelas menggambarkan hubungan maknawi dan malakuti di antara baginda dan Husain ialah tatkala baginda bersabda: “حسین منی و أنا من حسین” yang bermaksud “Husain dariku dan aku dari Husain”.

Husain as dan Ayahandanya

Selama 6 tahun Husain mengecapi saat-saat manis hidupnya bersama nendanya Rasulullah saww. Namun, setelah kewafatan baginda Rasul, Husain menempuh hidup yang penuh ranjau. Bondanya hanya seketika menemaninya sebelum kembali ke sisi nendanya. Di sisi ayahanda tercinta, Husain menagih kasih sayang dan menjadi saksi berita dan derita selama 30 tahun. Seorang ayah yang tidak menghukum kecuali dengan keadilan, dan tidak hidup kecuali hanya dengan kesucian dan penuh kehambaan, tidak melihat kecuali Tuhan, tidak mahukan sesuatu kecuali Tuhan dan tidak menjumpai sesuatu kecuali Tuhan. Seorang ayah yang ketika zaman pemerintahannya, mereka tidak membiarkannya walau sesaat di dalam ketenangan, begitu juga ketika mereka merampas kekhalifahannya, mereka tidak bangun kecuali hanya untuk menyakitinya.





Sepanjang waktu ini, Husain senantiasa mentaati perintah ayahandanya dengan setulus hati dan sepenuh jiwa. Sepanjang tempoh ayahanda memegang tampuk pemerintahan, Husain tanpa mengenal lelah bermujahadah di jalan menegakkan dan memperbaiki tujuan Islami, umpama seorang tentera yang sedia berkorban, persis abangnya. Ia turut mengambil bahagian di dalam perang Jamal, Siffin dan Nahrawan.

Selain itu, Husain sentiasa mempertahankan ayahandanya Amirul Mukminin as dan agama Allah. Husain membangkang para perampas khilafah. Ketika zaman pemerintahan Umar, Husain telah masuk ke dalam masjid, dan tatkala melihat sang khalifah sedang berbicara di atas mimbar nendanya, Husain lantas bergegas ke atas mimbar dan dengan lantang bersuara: “Turunlah dari mimbar ayahku.”

Husain as dan Kekandanya

Selepas ayahandanya Imam Ali as syahid akibat ditetak hujung pedang beracun milik Abdul Rahman bin Muljam. Kekandanya Hasan telah mengemban tugas imamah seperti yang dipesan nendanya Rasulullah saww dan ayahandanya Amirul Mukminin as. Kini, Imam dan penghulu para mukminin beralih kepada Imam Hasan bin Ali as, putera pertama Amirul Mukminin as dan wajib ke atas setiap manusia untuk mentaati setiap arahannya. Husain yang dididik oleh tangan wahyu Muhammadi dan wilayah kepimpinan Alawi, sentiasa bersama kekandanya, menyatu dalam fikiran dan tindakan. Oleh itu, tatkala kemaslahatan Islam dan umatnya menuntut Imam Hasan as berdamai dengan para bughat dan tentera Muawiyah, Husain turut membagi duka kekandanya penuh kesabaran. Husain tidak pernah membangkang abangnya termasuklah dalam urusan genting sebegini. Kerana Husain tahu, perdamaian ini adalah untuk kebaikan Islam dan muslimin.

Suatu hari, Muawiyah sibuk memaki hamun dan menghina arwah Amirul Mukminin sedangkan ia tahu bahawa Husain dan kekandanya Imam Hasan turut hadir di situ. Husain bingkas bangun untuk menjawab tuduhan Muawiyah. Akan tetapi, Husain kembali ke tempatnya tatkala Imam Hasan as mengarahkannya agar mundur. Husain mendengar arahan kekanda yang juga Imamnya dan ia tunduk patuh. Kemudian, Imam Hasan as sendiri bangun dan dengan lantang menjawab fitnah Muawiyah. Jawapan yang tuntas dan jelas itu telah mematahkan makar Muawiyah dan membuatkannya terdiam sendiri.

Husainku tercinta, kelahiranmu telah menjadi mimpi cinta para malaikat; para malaikat yang dengan kedatanganmu, telah melebarkan sayap-sayap mereka ke bumi agar dapat mengecap bauan yang mekar mewangi dari kewujudanmu. Ketika mana bunga-bunga putih dan indah kembang mekar dengan kehadiranmu, ia menghadirkan warna dan bau yang membahagiakan. Dan ketika badan sucimu segak dalam dakapan Rasulullah saww, Madinah tatkala itu melalui saat yang paling indah dan bahagia. Wahai lantera hidayah dan bahtera penyelamat! Selamat datang Tuanku!

Sunday, July 19, 2009

Yaumal Mab’ath



Semakin lama detik berlalu, semakin bertambah hajat dan keperluan insan kepada pelajaran asli Islam yang benar. Bi’that Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Aalihi Wasalam (saaw) bukan hanya khusus bagi zaman jahiliah, bahkan kita hari ini juga berada dalam kejahilan moden yang kita cipta sendiri, bahkan lebih dari jahiliah sebelum kita. Dari sisi lain, pemahaman dan pelajaran dari peristiwa bi’that Rasul tidak harus kita ambil secara sambil lewa; kerana bi’that, merupakan satu-satunya permulaan jalan yang perlu kepada pengembangan dan penerusan. Kitab suci al-Quran, peristiwa al-Ghadir dan Ahlul Bait Nabi, semuanya adalah punca kelangsungan dan penyempurnaan jalan kebahagiaan ini yang mana pada akhirnya nanti, dengan kezuhuran Imam al-Mahdi Alaihissalam (as), Islam sebenar pasti dizahirkan buat dunia dan seluruh isinya.

Dunia ketika bi’that (pengutusan)

Peniliti sejarah dan budaya mempercayai bahawa sifat jahiliah bukan hanya khusus buat penghuni Semenanjung Arab sahaja. Bahkan, agama Islam merupakan petunjuk dan pengukir tamadun baru hampir semua manusia. Di timur dan di negara-negara seperti India dan china, syirik telah tersebar di semua tempat sementara patung berhala, lembu, bintang-bintang di langit serta api disembah sebagai tuhan. Di barat, pelbagai kabilah dari jalur Aryan yang banyak tersebar di Eropah, telah hidup bermandikan darah kerana peperangan yang dahsyat terutamanya di Perancis dan Itali. Pada zaman yang penuh dengan tipu helah dan memalukan sebegini, Allah Subhanahu wa Taala (swt) telah berkehendak, dengan sifat kasih sayang kepada hamba-Nya, untuk melantik Nabi Muhammad saaw sebagai Rasul penyampai hidayah dan petunjuk buat manusia.

Masyarakat Arab pada zaman bi’that

Walau sejenak kita merenung perjalanan hidup masyarakat Semenanjung Arab serta perubahan budaya dan tamadun mereka pada, sebelum dan selepas bi’that, pasti kita menemukan ketinggian usaha-usaha Rasul saaw mendidik umatnya. Masyarakat Badwi hidup berpuak-puak tanpa terikat pada sebarang sistem pemerintahan kenegaraan. Dalam kehidupan sebegini, kabilah-kabilah lainnya dianggap orang asing dan mereka tidak menempati sebarang hak atau penghormatan. Maka, mencuri harta benda, membunuh dan penculikan gadis-gadis merupakan sebahagian dari budaya ma’ruf mereka. Mencuri dikira sebagai salah satu jalan rasmi bagi meneruskan kehidupan. Perkara ini telah diterima semua dan membudaya dalam masyarakat hatta di dalam syair-syair mereka, pembunuhan dan pencurian harta orang lain menjadi kebiasaan yang membanggakan mereka. Dalam masyarakat Jahiliah Semenanjung Arab, wanita dianggap barang yang dimiliki si ayah, suami atau anak lelaki dan bersama harta-harta yang tinggal, akan diwarisi sebagai harta warisan.

Begitu juga penyembahan berhala merupakan agama yang dikenal. Skop penyembahan berhala sangat luas ketika itu. Patung-patung berhala berupa haiwan, tumbuh-tumbuhan, malaikat, bintang-bintang atau walau hanya seketul batu biasa juga dijadikan sebagai objek sembahan. Ketinggian dan kehebatan bi’that Nabi Muhammad saaw terserlah di tengah-tengah masyarakat sebegini. Hasil tarbiah dan didikan Rasul, masyarakat tersebut berubah menggapai ketinggian tamadun insan yang hebat dalam segenap segi sehingga dicemburui masyarakat lainnya.




Kisah Bi’that

Peristiwa bi’that Rasulullah saaw telah diriwayatkan melalui pelbagai riwayat yang berbeza. Salah satu riwayat adalah dari penerangan Imam Hadi as yang berkata: “Ketika Nabi Muhammad saaw meninggalkan perniagaan di Syam, Baginda saaw setiap hari akan pergi ke bukit Hira dan mengetahui bahawa ia adalah salah satu daripada kesan dan tanda rahmat Ilahi dan dengan melihat semua ciptaan ini, menyebabkan Baginda saaw memikirkan tentang kehebatan Tuhan Yang Mencipta dan daripada ini, dengan satu keterangan yang khusus Baginda saaw mula beribadat kepada Allah swt. Oleh kerana, Baginda saaw telah sampai umur 40 tahun, Allah swt telah menemui hati Baginda saaw adalah yang terbaik, paling terang dan redha. Maka ketika itu, Jibrail datang ke sisi Nabi saaw dan memegang bahu serta menggerakkannya dan berkata: “Bacalah.” Sabda Nabi saaw: “Apa yang aku perlu bacakan?” Jibrail berkata: “Wahai Muhammad! Bacalah dengan nama TuhanMu yang mencipta.” Kemudian Jibrail menyampaikan risalahnya dan kembali ke langit, begitu juga Rasulullah saaw pun turun dari bukit. Ketika ini, Allah swt telah memerintahkan bukit-bukit dan batu-batuan untuk berkata-kata, dengan cara mereka sendiri, mereka menunjukkan penghormatan dan berkata: "Assalamualaika Ya Habiballah! Assalamualaika Ya Waliyallah! Assalamualaika Ya Rasulullah!"

Tauhid, risalah yang terpenting Bi’that

Tauhid merupakan risalah asli dan terpenting bi’that. Perspektif usul ini begitu meluas sehingga Islam dikenali dengan nama agama Tauhid. Di dalam Al-Quran, usul Tauhid adalah binaan menyeluruh semua ayat dan permulaan risalah kesemua nabi-nabi terdahulu juga adalah tauhid.

Selain itu, Tauhid bukan hanya jalan penyelesaian bagi masalah-masalah zaman jahiliyah. Tauhid bukanlah hanya satu slogan. Tauhid ialah yang menjauhkan, membenci dan menolak semua thagut. Tauhid ialah tidak bergantung kepada mana-mana kekuatan selain kekuatan dan ketinggian Allah. Dengan pemahaman ini, manusia kurun ke-21, memerlukan usul asli kehidupan ini lebih daripada setiap zaman. Tauhid ialah tidak menerima setiap jenis ketidakadilan. Maka dengan ciri yang dimiliki ini, dari perlakuan manusia yang paling individu (personal) sehinggalah pembentukan undang-undang bagi pemerintahan dunia adalah tempat bagi melaksanakan usul Tauhid. Tanpa Tauhid, tamadun hari ini bukan sahaja tidak berharga, bahkan akan meningkatkan kemusnahan manusia.




Quran adalah peringatan / memori bi’that

Tidak syak, sepanjang zaman bi’that, alat atau wasilah Rasulullah saaw yang paling penting bagi berhadapan dengan para musuh adalah ayat-ayat Al-Quran. Pelajaran-pelajaran yang terdapat di dalam ayat-ayat suci Al-Quran mengalahkan para munafiq dan musyrikin ketika berhadapan dengan dakwah Islam. Hari raya Mab’ath adalah hari raya penurunan Al-Quran secara berperingkat-peringkat. Perayaan hadiah langit daripada Allah kepada manusia.

Bi’that dan Mahdawiyat

Allah swt tidak akan pernah meninggalkan manusia tanpa penunjuk. Bi’that Nabi Muhammad saaw sebagai Khatamul Anbiya’, menunjukkan bahawa manusia telah berkembang hebat di mana ia mampu untuk menerima program yang paling sempurna. Bi’that merupakan permulaan jalan kesempurnaan dan kebahagiaan. Sepertimana para Anbiya Ilahi yang menyediakan tapak dan muqadimah bagi kenabian Rasulullah saaw, bi’that Rasulullah saaw juga adalah permulaan bagi kebahagiaan di mana dengan bendera puteranya (Imam Zaman) akhirnya akan menyampaikan kepada tujuan. Kezuhuran Imam Mahdi Ajjalallahu Farajah umpama bi’that yang lain di mana ketinggian dan kehebatannya akan memusnahkan patung-patung moden jahiliyah. Imam Sodiq as berkata: “Perlakuannya adalah umpama Rasullah saaw. Setiap kepercayaan yang salah akan dimusnahkan, sepertimana Rasulullah yang menghancurkan kepercayaan jahiliyah dan memerintah dunia dengan Islam dan menghancurkan pemerintahan-pemerintahan yang lain.”

Tujuan bi’that dari kata-kata Amirul Mukminin Ali Alaihissalam

“Allah swt telah membangunkan Nabi Muhammad saaw dengan hak bagi menyelamatkan hamba-hambaNya dari menyembah patung-patung berhala dan menunjukkan serta menghidayah mereka kepada penyembahanNya serta meyelamatkan dan melepaskan mereka dari ketaatan syaitan kepada mentaatiNya.”

“Maka Allah swt telah membangunkan para RasulNya dikalangan manusia dan mengutuskan mereka berturut-turut supaya manusia kembali kepada janji dan janji fitrah yang telah mereka janjikan kepada Tuhan mereka dan mengembalikan ingatan mereka kepada nikmat-nikmat yang dilupakan serta dengan tabligh dalil-dalil yang terang, mereka melaksanakan tanggungjawab-tanggungjawab risalah dan mengembalikan kekuatan-kekuatan akal manusia yang tersembunyi di bawah debu kekufuran, syirik dan kesesatan serta menunjukkan mereka tanda-tanda kebesaran Ilahi.”

“Allah swt telah melantik Nabi Muhammad saaw demi menunaikan janjiNya dan menyempurnakan zaman Nubuwwah.”

Bi’that di dalam kata-kata Imam Khomaini Rahimahullah

“Jika bi’that tidak menghasilkan sebarang kesan kecuali kewujudan Imam Ali Bin Abi Thalib as dan kewujudan Imam Zaman as, ini juga merupakan taufik yang sangat besar.”

“Tidak ada peristiwa yang lebih besar daripada bi’that Rasulullah saaw bahkan tidak dapat digambarkan juga; kerana tidak ada yang lebih tinggi daripada Rasulullah saaw di alam ini selain zat Allah swt dan peristiwa lebih besar daripada bi’thatnya juga tiada.

“Rasulullah saaw adalah orang Arab, tetapi dakwahnya bukan milik orang Arab, tidak terhad kepada orang Arab dan dakwahnya adalah milik seluruh alam.”

“Tujuan sebenar kedatangan Rasul adalah untuk mengajar dan mendidik, membaca ayat-ayat...membersihkan dan menyucikan hawa nafsu.”
“Rasulullah saaw mahu menyatukan satu kalimah di dalam seluruh dunia. Baginda saaw mahu meletakkan seluruh pemerintahan dunia di bawah satu kalimah Tauhid.”

Sabda Rasul (saww):

“Hanyasanya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”

Firman ALLAH SWT:

“Sesungguhnya pada Rasul itu bagimu adalah teladan yang mulia”

Doa Salawat Fatimah:

"Ya Allah Ya Tuhanku! curahkan lah Rahmat -Mu- atas Fatimah, Ayahnya, Suaminya dan kedua Puteranya (Hasan dan Husain) dengan sebanyak bilangan ilmuMu yang Engkau ketahui "

Eltimasi Doa
Khidmat Imam Zaman (as)
Email: abalfazl@arridha.com
http://www.arridha.com

Saturday, July 11, 2009

Dibunuh Kerana Bertudung, Mengapa Berita Ini Ditutup?mengapa tiada sambutan?dimanakah maruah umat Islam?
















Iranian female worshippers carry a symbolic coffin of Marwa Al-Sherbini, an Egyptian woman who was stabbed repeatedly inside a German courtroom earlier this month, during a rally condemning her slaying, in Tehran, Iran, Friday, July 10, 2009. Al-Sherbini was attacked by a Russian-born German during his trial on charges of insulting her with racial slurs.



The Iranian students carried placards on Saturday and chanted slogans like “Brutal killing, European human rights”, “Allah Akbar”, “Death to Racist Zionists”, “Death to Israel” and “German terrorism is condemned”.

Seorang wanita Muslim Mesir di bunuh di dalam mahkahmah Jerman, apa anda fikir?



Kisah menyanyat hati ini berlaku minggu lepas. Kisahnya begini, seorang muslimat Mesir di Jerman, Marwa Al-Sherbini, yang pada Ogos 2008 telah memfailkan saman kepada jirannya yang menggelarnya sebagai 'Terrorist', kerana beliau berhijab.Diulang, beliau digelar 'Pengganas', kerana beliau B.E.R.T.U.D.U.N.G. !!

Maka setelah mendengar hujah kedua-dua pihak pada Rabu minggu lepas, mahkamah mendapati lelaki, yakni jiran kepada Marwa tadi bersalah, dan dikehendaki membayar denda 2800 Euro.

Anda tau apa berlaku sesudah itu?


Lelaki ini telah menerkam ke arah Marwa, dan menikam mangsa 18 kali!! Ya, anda tak salah baca, memang 18 kali, dan yang paling teruk, Marwa ditikam sehingga mati, sambil beliau memeluk anaknya. Dan Marwa ketika itu mengandung 3bulan...tragis bukan?


Belum cukup tragis, ada lagi. Suami Marwar yang melihat isterinya ditikam terus menerkam ke arah lelaki tadi, dan....

......

...akhirnya suaminya juga ditikam 3 kali. Nah. Tidak cukup dengan itu, pengawal keselamatan yang 'melihat' kejadian tadi telah bertindak menembak suami Marwar. Nah...ini baru betul2 tragis.

Sekarang anda fikir, bagaimana logik seorang perempuan ditikam 18kali di dalam mahkamah, tanpa ada seorang pun yang bertindak menyelamatkan wanita ini, melainkan suaminya, yang akhirnya kerkesudahn ditembak.

Logik atau tidak anda mengambil masa hanya 1 saat untuk menikam 18 kali? Cuba anda tikam angin 18 kali, berapa lama masa yang anda ambil, tikam secepat mungkin. Malah 1 saat untuk 1 tikaman pun sukar dicapai. Maka tidakkah anda terfikir kenapa reaksi manusia di situ terlalu lembab? Bengong bukan.

Seorang pemerhati telah berkata tentang suami Marwa, "Dia bukan seorang yang berambut perang, jadi dia tentu penyerangnya." Ya, ini logik pada pandangan mereka. Tapi sesekali tidak bagi kita.

Itu isu pertama, isu kedua adalah mengapa seakannya media barat cuba menutup isu ini. Langsung tidak dihebohkan. Adakah kerana darah orang Islam tidak sama dengan daragh mereka? Ermm..logik bukan. Hanya orang yang gila sahaja percaya ini.

Mungkin ada antara yang membaca entri ini berfikir bahawa ini hanya isu kecil, mengapap erlu dihebohkan. Ada bukan? Ini bukan soal peka semata-mata, cuba anda fikir, kalau Marwa boleh ditikam 18 kali dalam mahkamah, 'tanpa disedari' maka adakah mungkin mereka2 ini menyedari pembunuhan demi pembunuhan yang berlaku nun di Gaza, di Tebing Barat, di Darfur, dan yang terbaru di China. Atau ada antara anda yang masih tidak tahu saudara kita dibunuh di China. Ya, logik la sikit kalau anda tidak tahu, sebab semua pembunuhan tadi berlaku di luar mahkamah.


Sampai bila....sampai bila baru dunia harus berkata 'cukup'.
info dari http://artofthoughts.blogspot.com

Monday, July 6, 2009

Milad Putra kaabah as



Hauzah Ar Ridha (as) Kuala Lumpur Malaysia 5 July 2009
Wiladah Putra Kaabah Imam Ali al-Murtadha Alaihissalam


Sambutan hari kelahiran senantiasa diiringi riang gembira dan gelak tawa. Tatkala sambutan sebegitu bertujuan meraikan seorang kekasih, kegembiraan kita akan bertambah, dan usaha kita menyediakan acara sambutan itu juga semakin bersungguh-sungguh, seperti sambutan hari ini, hari kelahiran satu-satunya putera Kaabah. Hari ini merupakan sambutan hari kelahiran seorang Imam yang hanya kepadanya Allah SWT memberikan izin untuk diputerakankan di bahagian dari bumi yang terbaik dan paling suci iaitu Kaabah. Hari ini adalah hari sambutan kelahiran Imam pertama, Imam Ali al-Murtadha Alaihissalam. Ucapan tahniah buat semua.




Berdasarkan riwayat para ahli sejarah, Imam Ali as dilahirkan pada hari Jumaat, tanggal 13 Rejab tahun ketiga puluh Tahun Gajah dalam keadaan yang luar biasa dan tidak pernah berlaku sebelum ini, iaitu di dalam Kaabah, di Masjidil Haram.
Ayahanda beliau ialah Abu Thalib, putera Abdul Muthalib bin Hashim bin Abdul Manaf dan ibundanya pula Fatimah, puteri Asad bin Hashim. Oleh kerana itu, nasab Ali dari kedua-dua orang tuanya adalah Hashimi. Abu Thalib, sebelum kelahiran Ali telah memiliki 3 orang putera. Mereka ialah Thalib, Aqil dan Jaafar.
Namun, wiladah bayi ini bukanlah seperti kelahiran kanak-kanak yang lain. Kelahirannya penuh luar biasa dan diiringi unsur maknawi. Ibunda bayi ini merupakan seorang muwahhid (menyembah yang Esa) dan hidup dengan menganuti agama Hanif, ajaran Nabi Ibrahim as dan bermunajat kepada Allah serta mengatakan bahawa Allah telah memudahkan kehamilan yang dilaluinya kerana selama menghamilkan bayi ini beliau senantiasa melihat cahaya Ilahi dan mendapat ilham daripada alam Malakut yang mulia bahawa bayi ini sangat berbeza daripada kelahiran yang lain.
Syeikh Saduq menukilkan tatkala kehamilan Fatimah binti Asad cukup 9 bulan dan sakit melahirkan bayinya mulai mencengkam, beliau mengucapkan: “Tuhanku, aku beriman kepada-Mu dan kepada para Rasul dan kitab-kitab suci yang diutuskan dari-Mu, aku juga membenarkan kata-kata datukku Ibrahim al-Khalil dan bagindalah yang membina dan mendirikan Rumah Mulia ini. Dengan hak Rumah yang dibina ini dan dengan hak bayi didalam kandunganku ini, permudahkanlah kelahirannya.” Yazid bin Qa’nab berkata: “Kami telah melihat dengan mata kami sendiri bahawa dinding Kaabah terbuka dan Fatimah masuk ke dalamnya dan hilang dari pandangan mata kami lalu dinding pun tertutup kembali, kemudian kami berkehendak untuk membuka kunci Rumah Kaabah namun gagal, maka ketahuilah kami bahawa perkara ini adalah perintah daripada Allah Azza wa Jalla. Fatimah keluar empat hari kemudiannya sedang Amirul Mukminin as di atas pangkuannya.”
Nikmat dan kemuliaan diputerakan di dalam Kaabah hanya kebanggaan milik Amirul Mukminin as. Tiada yang mengecapi nikmat ini, dulu kini dan selamanya melainkan Ali as. Hakikat ini diakui semua. Ibnu Shabagh al-Maliki, seorang pemuka dan ilmuan Ahlus Sunnah menulis di dalam kitabnya Fushul Al-Muhimmah: “Sebelumnya tiada seorang pun yang dilahirkan di dalam Kaabah melainkannya, dan ini merupakan satu kelebihan yang Allah telah khususkan buat Ali as agar manusia mengenal ketinggian martabatnya serta memuliakannya.
Di dalam jilid 9 Biharul Anwar berhubung penamaan beliau as dengan nama“Ali” telah tercatat bahawa ketika Abu Thalib mengambil bayi dari ibunya dan meletakkan ke dadanya serta mengambil tangan Fatimah, serta bermunajat ke Hadrat Allah Subhanahu Taala: “Wahai Tuhan pemilik malam yang gelap dan bulan yang bersinar cahaya, di atas hukum aturan-Mu tunjukkan bagi kami nama selayaknya kami berikan buat bayi ini. Terdengar suara menyeru lembut: “Kamu berdua (Abu Thalib dan Fatimah) telah dikurniakan seorang anak yang mulia, suci lagi terpilih, maka namanya adalah “Ali” dan “Ali” adalah dari nama Allah al-Aliyyul A’la”.
Ulama-ulama besar Ahlus Sunnah juga didalam kitab-kitab mereka telah mengisyaratkan perkara yang sama. Muhammad bin Yusuf al-Ghanji as-Syafii dengan perbezaan beberapa lafaz dan kalimah telah menulis di dalam kitabnya Kifayatul Thalib bahawa telah terdengar suara sebagai jawapan kepada permintaan Abu Thalib yang berbunyi: “Wahai ahli keluarga Al-Musthafa An-Nabi, telah dikurniakan kepadamu anak yang suci, sesungguhnya namanya adalah “Ali” dan “Ali” adalah dari nama Tuhan al-Aliyyul A’la.”
Terdapat di dalam sebahagian riwayat bahawa Fatimah binti Asad sebelum menamakan bayinya dengan nama “Ali” yang mana berlaku dengan wasilah suara ghaib, beliau telah memanggil bayi kecil ini dengan nama “Haidar”.
Oleh kerana nama beliau telah diletakkan dengan nama Ali, maka nama Haidar kekal menjadi sebahagian daripada nama-nama gelarannya. Antara gelaran beliau as yang paling mahsyur adalah Haidar, Asadullah (Singa Allah), Murtadha, Amirul Mukminin dan Akhu Rasulullah (saudara Rasulullah saww). Nama panggilannya pula adalah Abul Hasan dan Abu Turab.



Keimanan ayahanda dan bonda beliau as kepada Allah serta penerimaan Islam Fatimah dan Abu Thalib juga dapat diketahui daripada pelbagai jalur riwayat bahawa mereka pada zaman Jahiliah beriman kepada yang Esa dan bagi meletakkan nama anak, mereka memohon pertolongan kepada Allah. Fatimah binti Asad disisi Rasulullah saww adalah umpama seorang ibu dan merupakan antara orang pertama yang beriman kepada baginda saww, berhijrah ke Madinah, dan tatkala beliau wafat, Rasulullah saww telah menjadikan pakaian baginda sendiri sebagai kafan buat wanita mulia ini. Baginda menyembahyangkan jenazahnya, mengebumikannya dan menalqinkannya serta mendoakannya agar dipermudahkan kehidupan rohnya di alam barzakh.
Abu Thalib as juga merupakan seorang muwahhid (penyembah Tuhan yang Esa) dan telah beriman kepada Nabi saww selepas pelantikannya sebagai Rasulullah saww.. Namun, oleh kerana beliau merupakan syeikh dan ketua Quraish maka dikeranakan kemaslahatan, beliau menyembunyikan keimanannya. Di dalam kitab Amali Saduq, seorang lelaki telah berkata kepada Ibnu Abbas: “Wahai putera bapa saudara Rasulullah saww. Beritakan kepadaku apakah Abu Thalib seorang muslim? Jawab Ibnu Abbas: “Bagaimana mungkin beliau bukan seorang muslim sementara beliau senantiasa mengatakan - Musyrikin Makkah mengetahui bahawa putera kami (Muhammad saww.) disisi kami bukanlah penipu dan tidak akan memberi perhatian kepada kata-kata yang tidak berfaedah dan salah”.
Abu Thalib umpama Ashabul Kahfi yang menyembunyikan iman mereka di dalam hati dan tidak menzahirkannya demi keselamatan dan maslahat. Imam Sodiq as berkata: “Abu Thalib umpama Ashabul Kahf dimana terdapat iman di dalam hati mereka dan pada zahirnya mereka adalah musyrik, Allah swt. mengurniakan mereka dua pahala (satu untuk iman dan satu bagi taqiyah)”.
Terdapat banyak bait-bait syair daripada Abu Thalib yang mana mukhatabnya adalah Rasulullah saww di mana keislaman beliau daripada bait-bait tersebut sangat jelas. Sebagai contoh daripada bait syair beliau: “Kamu telah mengundangku dan aku tahu bahawa pasti kamu menginginkan kebaikan bagiku dan kamu yang sejak dahulu merupakan seorang yang jujur dan amin (terpercaya) serta agama yang kau bawa kepada manusia adalah agama yang terbaik.” (Biharul Anwar, Jilid 35, m/s124)




Bertanya seseorang kepada Imam Sodiq as bahawa terdapat sekumpulan manusia yang menyangka bahwa Abu Thalib merupakan seorang kafir, maka Imam as berkata: “Mereka berdusta, bagaimana mungkin beliau seorang kafir dalam keadaan beliau sentiasa berkata - Adakah kamu tidak mengetahui bahawa kami menemui Muhammad sebagai nabi seperti Musa di mana didalam kitab terdahulu telah tertulis namanya.”
Berbalik kepada putera ini yang dilahirkan di dalam Haramnya Allah di dalam Rumah Allah dan Masjidil Haram. Pada malam dimana bintang-bintang tidak kelihatan dan terbit bintang yang paling bercahaya bersama bulan. Dunia tidak memiliki kelahiran cemerlang sepertinya (tidak akan pernah ada yang akan lahir sepertinya) kecuali putera Aminah, Muhammad Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Aali Wa Sallam.
Antara untaian kata mutiara Rasulullah saww untuk Imam Ali as, baginda bersabda:
“Wahai manusia barangsiapa mengakui aku adalah maulanya, maka Ali adalah maulanya, Tuhan menyukai orang yang menyukainya dan bermusuhan dengan orang yang bermusuhan dengannya”
“Aku dan Ali adalah ayah kepada Ummah ini,Aku adalah kota ilmu dan Ali merupakan pintunya.”




“Barangsiapa yang ingin menyaksikan keilmuan dan kebijaksanaan Adam, kzuhudan Nuh, kesabaran Ibrahim dan kemuliaan Musa serta kesungguhan ‘Isa maka lihatlah pada Ali”.
“Barangsiapa yang ingin hidup seperti hidupku dan wafat seperti wafatku serta masuk ke syurga yang telah dijanjikan kepadaku oleh Tuhanku iaitu Jannatul Khuld, maka hendaklah ia berwilayah (berpemimpin) kepada Ali dan keturunan sesudahnya, kerana sesungguhnya mereka tidak akan mengeluarkan kamu dari pintu petunjuk dan tidak akan memasukkan kamu ke pintu kesesatan.” (Shahih Bukhari, jilid 5, hal. 65, cet. Darul Fikr).
Ya Aba Soleh Eltimasi Doa
Khidmat Imam Zaman (as)
Email: abalfazl@arridha.com