• “Waspadalah terhadap tiga orang: pengkhianat, pelaku zalim, dan pengadu domba. Sebab, seorang yang berkhianat demi dirimu, ia akan berkhianat terhadapmu dan seorang yang berbuat zalim demi dirimu, ia akan berbuat zalim terhadapmu. Juga seorang yang mengadu domba demi dirimu, ia pun akan melakukan hal yang sama terhadapmu.”
• “Tiga manusia adalah sumber kebaikan: manusia yang mengutamakan diam (tidak banyak bicara), manusia yang tidak melakukan ancaman, dan manusia yang banyak berzikir kepada Allah.”
• “Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu’.” Salah seorang bertanya kepada Imam, “Apakah tanda-tanda tawadhu’ itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya kau senang pada majelis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran.”
• Seorang laki-laki seringkali mendatangi Imam Ja‘far as, kemudian dia tidak pernah lagi datang. Tatkala Imam as menanyakan keadaannya, seseorang menjawab dengan nada sinis, “Dia seorang penggali sumur.” Imam as membalasnya, “Hakikat seorang lelaki ada pada akal budinya, kehormatannya ada pada agamanya, kemuliaannya ada pada ketakwaannya, dan semua manusia sama-sama sebagai Bani Adam.”
• “Hati-hatilah terhadap orang yang teraniaya, karena doanya akan terangkat sampai ke langit.”
• “Ulama adalah kepercayaan para rasul. Dan bila kau temukan mereka telah percaya pada penguasa, maka curigailah ketakwaan mereka.”
• “Tiga perkara dapat mengeruhkan kehidupan: penguasa zalim, tetangga yang buruk, dan perempuan pencarut. Dan tiga perkara yang tidak akan damai dunia ini tanpanya, yaitu keamanan, keadilan, dan kemakmuran.”
MUTIARA HADIS IMAM JA'FAR ASH-SHADIQ AS
قَالَ الإِمَامُ جَعْفَر الصَّادِق ( عَلَيْهِ السَّلاَم ) :
تَحْتَاجُ الإِخْوَة فِيْمَا بَيْنَهُمْ إِلَى ثَلاَثَةِ أَشْيَاءَ ،
فَإِنِ اسْتَعْمَلُوْهَا وَإِلاَّ تَبَايَنُوْا وَتَبَاغَضُوْا ،
وَهِيَ : التَّنَاصُفُ ، وَالتَّرَاحُمُ ، وَنَفْيُ الْحَسَدِ
(تحف العقول : 322)
Imam Ja’far Shadiq as:
Persaudaraan itu haruslah diikuti oleh tiga perkara:
sikap konsekuen, saling menyayangi,
dan mebuang jauh-jauh sifat dengki.
Ketiadaan tiga perkara tersebut akan mengakibatkan persaudaraan berubah menjadi perpisahan dan permusuhan.
(Tuhaf al-‘Uqûl, 322)
قَالَ مُحَمَّد بْنُ زِيَاد الأَزْدِي : سَمِعْتُ مَالِكَ بْنَ أَنَسٍ فَقِيْهَ الْمَدِيْنَةِ يَقُوْلُ :
كُنْتُ أًدْخُلُ إِلَى الصَّادِق جَعْفَرِ ابْنِ مُحَمَّدٍ (ع) فَيُقَدِّمُ لِيْ مِخَدَّةً، وَيُعَرِّفُ لِيْ قَدْرًا وَيَقُوْلُ : يَا مَالِكُ إِنِّيْ اُحِبُّكَ، فَكُنْتُ أُسِرُّ بِذَلِكَ وَأَحْمَدُ اللهَ عَلَيْهِ ،
قَالَ : وَكَانَ (ع) رَجُلاً لاَ يَخْلُوْ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثِ خِصَالٍ :
إِمَّا صَائِمًا، وَإِمَّا قَائِمًا، وَإِمَّا ذَاكِرًا، وَكَانَ مِنْ عُظَمَاءِ الْعِبَادِ، وَأَكَابِرَ الزُّهَّادِ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ اللهَ عَزَّوَجَلَّ، وَكَانَ كَثِيْرَ الْحَدِيْثِ، طَيِّبَ الْمُجَالَسَةِ، كَثِيْرَ الْفَوَائِدِ
فَإِذَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَآلِهِ اخْضَرَّ مَرَّة، وَاصْفَرَّ اُخْرَى حَتَّى يُنْكِرَهُ مَنْ كَانَ يَعْرِفُهُ.
(بحار الأنوار - العلامة المجلسي ج 47 ص 16)
Muhammad bin Ziyad al-Azdiy:
Saya mendengar Malik bin Anas, ahli fikih Madinah, berkata: Aku mengunjungi rumah Ja’far Shadiq bin Muhammad )as(, segera beliau menyerahkan bantalan (sandaran) bagiku dan mengenalkanku (pada orang lain) dengan kemuliaan dan berkata padaku: “Wahai Malik, aku mencintaimu.”
Aku senang mendengarnya dan bersyukur kepada Allah atas hal itu.
Beliau adalah seorang yang tidak pernah kosong dari salah satu tiga kondisi: berpuasa, shalat, dan zikir.
Beliau adalah salah seorang pembesar hamba Allah, ahli zuhud yang takut kepada Allah Swt, banyak meriwayatkan hadis, sangat ramah dalam majelis dan banyak memberikan kontribusi
Jika beliau menyebutkan nama Nabi di saat meriwayatkan hadis, maka berubahlah wajah beliau kadang hijau dan kadang pucat sehingga orang yang disekitarnya tidak lagi mengenalnya.
(Bihar al-Anwar, juz 47, hal. 16)
قَالَ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ فَقِيْهُ الْمَدِيْنَةِ:
وَلَقَدْ حَجَجْتُ مَعَهُ سَنَةً فَلَمَّا اسْتَوَتْ بِهِ رَاحِلَتَهُ عِنْدَ اْلاِحْرَامِ، كَانَ كُلَّمَا هَمَّ بِالتَّلْبِيَةِ انْقَطَعَ الصَّوْتُ فِي حَلْقِهِ، وَكَادَ أَنْ يَخِرَّ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَقُلْتُ: قُلْ يَا ابْنَ رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ بُدَّ لَكَ مِنْ أَنْ تَقُوْلَ، فَقَالَ: يَاابْنَ أَبِيْ عَامِر كَيْفَ أجْسِرُ أَنْ أَقُوْلَ: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، وَأَخْشَى أَنْ يَقُوْلَ عَزَّوَجَلَّ لِيْ: لاَ لَبَّيْكَ وَلاَ سَعْدَيْكَ
(بحار الأنوار - العلامة المجلسي ج 47 ص 16)
Imam Malik bin Anas menuturkan:
Aku pernah menunaikan ibadah haji bersamanya
(Imam Ja’far Shadiq as).
Di saat tunggangannya berhenti di tempat beliau harus ihram dan mengucapkan talbiyah, beliau menjadi bisu.
Setiap hendak membaca talbiyah terputuslah suara beliau di kerongkongannya & hampir saja tersungkur jatuh dari tunggangannya. Aku berkata kepada beliau, “Wahai putra Rasulullah, Anda harus mengucapkan talbiyah!” Beliau menjawab, “Wahai putra Abu Amir, bagaimana saya bisa berani untuk mengatakan labbayk allahumma labbayk
(ya Allah aku penuhi panggilan-Mu)
sementara aku khawatir Dia Swt menolakku dengan jawaban: Lâ labbayk wa lâ sa’dayk
(Engkau tidak layak memenuhi panggilanku dan tidak ada kebahagiaan untukmu)”
(Bihar al-Anwar juz 47, hal. 16)
قَالَ أَبُوْ بَصِيْر:
دَخَلْتُ عَلَى اُمِّ حَمِيْدَة اُعَزِّيْهَا بِأَبِيْ عَبْدِ الله عَلَيْهِ السَّلاَم فَبَكَتْ وَبَكَيْتُ لِبُكَائِهَا ثُمَّ قَالَتْ : يَا أَبَا مُحَمَّد لَوْ رَأَيْتَ أَبَا عَبْدِ الله عَلَيْهِ السَّلاَم عِنْدَ الْمَوْتِ
لَرَأَيْتَ عَجَبًا فَتَحَ عَيْنَيْهِ ثُمَّ قَالَ : أَجْمِعُوْا لِيْ كُلَّ مَنْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ قَرَابَةٌ،
قَالَتْ : فَلَمْ نَتْرُكْ أَحَدًا إِلاَّ جَمَعْنَاهُ ،
فَنَظَرَ إِلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ :
إِنَّ شَفَاعَتَنَا لاَ تُنَالُ مُسْتَخِفًّا بِالصَّلاَةِ
(بحار الأنوار - العلامة المجلسي ج 47 ص 2)
Abu Bashir, salah seorang sahabat Imam Ja’far Shadiq as berkata:
Saya datang menemui Ummu Hamidah untuk menyampaikan belasungkawa atas kesyahidan suaminya, Imam Ja’far Shadiq as, maka beliau menangis dan saya pun menangis karena tangisannya, kemudian berkata padaku:
“Wahai Abu Muhammad! Andaikan engkau menyaksikan saat-saat terakhir sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya, maka pasti engkau akan terheran-heran. Beliau membuka kedua matanya dan berkata padaku: ‘Kumpulkan semua yang masih ada hubungan kekerabatan denganku!’
Maka tidak ada satupun yang kulewatkan. Setelah semua berkumpul, beliau menatap mereka dan bersabda: ‘
Sungguh syafaat kami tidak akan diterima oleh yang meremehkan salat.’”
(Bihar al-Anwar, juz 47, hal. 2)
No comments:
Post a Comment