Para ulama dari ke empat mazhab Ahlissunnah wal Jama'ah telah bersungguh-sungguh menolak faham mereka dan menyusun buku-buku yang luas pembahasannya. Hal itu mereka lakukan adalah untuk mengamalkan sabda Rasulullah s a w :
"Apabila perkara-perkara bid'ah telah lahir, dan para alim ulama'nya diam saja, maka laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia pasti akan ditimpakan padanya".
Dan sabda Beliau s a w yang berbunyi :
"Tidak lahir ahli bid'ah, kecuali Allah melahirkan pula hujjah-Nya pada mereka melalui lisan orang-orang yang dikehendaki dari makhluk-Nya".
Oleh karena itu, maka para ulama dari seluruh madzhab, baik timur maupun barat berusaha menolak mereka. Bahkan ada sebagian ulama' yang merasa berkewajiban untuk menolaknya dengan menggunakan pendapat-pendapat imam Ahmad Ibnu Hanbal dan orang-orang yang ahli didalam madzhabnya (sebab Muhammad bin Abdul Wahhab mengaku mengikuti imam Ahmad - pen), dan menanyakan kepadanya tentang masalah-masalah yang hanya diketahui oleh sebagian kecil para pecinta ilmu, dan ternyata dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) tidak bisa menjawabnya, karena tidak ada ilmu yang dimilikinya, selain fitnah yang dibisikkan syaitan kepadanya.
Diantara ulama' yang menyusun buku dalam menolak fahamnya, dan menanyakan sebagian masalah yang tidak dapat dijawabnya ialah Syeikh Muhammad bin Abdur Rahman bin Afaaliq. Beliau menyusun sebuah buku besar berjudul :"TAHKKUMUL MUWALLIDDIIN BI MAN IDDA'A TAJDIDAD DIIN".
Di dalam kitab tersebut beliau menolak setiap masalah dari mulai masalah-masalah yang ditimbulkannya dengan sengit sekali, kemudian mengajukan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan ilmu-ilmu syara' dan sastra dengan pertanyaan-pertanyaan yang aneh sekali yang ditulisnya dalam surat dan dikirimkannya kepadanya, maka sedikitpun dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) tidak mampu menjawabnya (karena saking jahilnya - pen).
Diantara pertanyaan yang diajukan itu ialah tentang surat 100 Al-Aadiyaat, sebagai surat mufashshal yang paling pendek. Dia menanyakan berapa banyak di dalam surat tsb hakekat syar'i, hakekat lughawi, hakekat urfi, majaz mursal, majaz murakkab, isti'arah hakikiyah, isti'arah wafaqiyah, isti'arahtabi'iyah, isti'arah muthlaqah, isti'arah takhyiliyah, tasybih malfuq, mafruq, mufrad, murakkab, mujmal, mufashshal, ijaz, ithnab, musawwat, isnad hakiki, isnad majazi, dan apa yang dinamakan majaz hukmi dan aqli, serta dimana letaknya wadh'ul mudhmar, maudhi'ul muzhhar dan sebaliknya, apa yang dinamakan maudhi'u dhamir sya'an, maudhi'ul iltifat, maudhi'ul fashi dan washli, kamalil ittishal, kamalil inqitha' dan jami' baina kulli jumlataini muta'athifataini, mahalli tanasubil jumal, wajhut tanasub, wajhu kamalihi fil hasan wal balaghah, ijazu qashrin, ijazi hadzfin, ihtiras dan tatmim ?. Maka sedikitpun Muhammad bin Abdul Wahhab tidak bisa menjawab (dasar geblek alias baghlul murakkab - pen).
No comments:
Post a Comment