Hidupkan Kebersamaan Memerangi Sifat Munafik
Unsur yang paling penting dan diinginkan oleh setiap manusia adalah kebahagiaan. Kata para psikolog, faktor pendukung kebahagiaan itu adalah terpenuhinya secara sempurna kebutuhan material dan spritual manusia. Kondisi ruhani seperti ini memberikan kebesaran dan kemurnian kepada kehidupan, dan membimbing manusia menuju ke puncak kemuliaan dan keluhuran. Secara fitrawi semua manusia mempunyai kesamaan dan harapan (das saint dan das sollen). Tetapi mereka berbeda untuk mengapresiasikan kemampuan berfikirnya. Kebiasaan dan wataknya pun berbeda, sehingga berpengaruhi secara langsung dalam setiap proses interaksi sosial. Pada tingkatan selanjutnya akan membedakan kedudukan dan status sosialnya.
Secara sunnatullah manusia ditugasi oleh Allah Swt di alam ini untuk berusaha mengembangkan kreatifitas dan menumbuhkan kesadarannya. Pengembangan wawasan berfikir akan meningkatkan pengetahuan dan memperkuat ruhaninya untuk mencapai kesempurnaan. Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah engkau menjadi pemilik ilmu, atau penjaga ilmu, atau pendengar ilmu atau pencari ilmu dan janganlah kamu menjadi perusak ilmu.” Dengan demikian manusia berada di dunia ini untuk membekali dirinya guna memenuhi berbagai tugas kewajibannya. Pemilikan terhadap ilmu akan membangun suatu kepribadian yang sehat dan jujur, dan akan berbuat di atas jalan kebahagiaan. Seorang yang bekerja dengan kesungguhan pada jalan ini akan menyadari makna keberhasilan yang sesungguhnya. Dan tidak ada yang mampu untuk mengalahkan pengaruh kejahatan manusia dan iblis selain pribadi yang mumpuni dan tawadhu dalam tingkatan pengetahuannya yang dengannya manusia akan terhindar dari kejahilan.
Pembentukan karakter manusia selain berbanding lurus dengan latar pengetahuan dan interaksi sosialnya. Karenanya semua watak dan kebiasaan ikut ambil bagian dalam menentukan masa depan manusia. Perasaan dan pemikiran manusia terutama pada pertumbungan dan perkembangan akhlak serta tingkah laku setiap orang terus menerus berubah menuju kesempurnannya atau bahkan sebaliknya.
Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk mengembangkan dan menyempurnakan kepribadian adalah mempelajari dan menggali daya dan kemampuan tersembunyi dalam diri. Pada saat yang bersamaan mempersiapkan diri untuk menghilangkan segala faktor yang dapat menimbulkan penyakit yang dan menghalangi terbentuknya potensi kebaikan. Dengan itu kemudian manusia dapat mensucikan dirinya dari segala kerendahan. Rasulullah saw bersabda, “Seorang munafik bagaikan seekor domba yang kebingungan dalam memilih di antara dua kawanannya.”
Setiap perkataan tidak pernah mempunyai makna nilai yang riil kecuali bila keluar dari kedalaman eksistensinya sendiri. Kata-kata mengejewantahkan cerapan pikiran. Ketika kata-kata bertentangan dengan tindakan, dapat dipastikan itu keluar dari kepribadian yang tidak tulur dan tidak stabil yang akan mengakibatkan kehancuran pribadinya. Dengan situasinya sedemikian itu perangkap kemunafikan telah mulai menjalar dan merasuk dalam dirinya.
Tak pelak lagi bahwa sifat kemunafikan adalah salah satu sifat yang menjijikkan. Adalah fitrah manusia untuk meningkatkan martabat pribadinya. Namun ketika manusia telah terkotori dengan perkataan dusta, pengingkaran janji dan pelanggaran-pelanggaran persetujuan. Allah Swt berfirman, “Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya orang-orang yang munafik itu benar-benar pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai pelindung, lalu mereka menghalanginya (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amal buruklah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS,63:1-2). Kemunafikan menemukan bentuknya sendiri dan bersiap untuk merasuki dan membimbing watak-watak yang kotor ini. Kemunafikan berkembang dalam keadaan seperti ini hingga akhirnya menjadi penyakit kronis yang mematikan. Sedemikian dahsyatnya sehingga dapat mematikan semua potensi dan cita rasa untuk menggapai kebenaran. Bahkan dapat menjadi tembok-tembok pembatas yang akan mengerus semua jalan menuju kemuliaan.
Manusia yang terserang wabah penyakit ini, setiap perilakunya dikemasi sedemikian rupa sehingga nampaknya baik dan penuh persahabatan. Menuturkan pujian dan penghormatan yang berlebihan sebagai alat untuk menipu dan mempecundangi orang lain. Pujian yang keliru dan penerimaan yang berlebihan atas berbagai kehendak merupakan ciri utama dari kemunafikan. Imam Sayyid Ja’far Shadiq berkata, “Seorang munafiq mempunyai tiga tanda, lidahnya bertentangan dengan hatinya, hatinya bertentangan dengan perilakunya, penampilannya bertentangan dengan bathinnya (keperacayaannya).”
Apabila orang munafik tidak mampu menarik perhatian orang yang berurusan dengannya atau tidak memperoleh kehormatan, hatinya pun merasakan kehinaan dan kebencian. Usahanya untuk menyembunyikan fakta-fakta dibalik dusta membuat kehidupannya tidak aman, tidak stabil dan gelisah, karena ketakutan akan terbongkar kedok dirinya. Psikolog dan Ulama Islam Sayyid Mujtaba Musawi Lari berkata, “orang munafik itu lebih berbahaya dari pada musuh yang membelot. Setiap musuh mempunyai watak jahat, baik yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan; karena rasa benci hanya mempunyai satu warna. Tak syak lagi bahwa teman yang munafik lebih buruk dari kemunafikan itu sendiri.”
Faktor-faktor penyebab penderitaan sosial karena kemunafikan telah berkembang sedemikian sehingga untuk menemukan manusia yang memiliki sifat-sifat jujur dan ikhlas bagaikan mencari semut hitam di tengah malam yang gelap. Kepercayaan antara manusia yang satu dengan yang lainnya telah hilang, dan semua hubungan inter personal dipenuhi dengan rasa tidak aman dan curiga. Jika kemunafikan telah memasuki struktur pranata sosial ditambah dengan ramuan dusta dan kerendahan maka dapat dipastikan masyarakat seperti ini akan menghadapi malapetaka kehancuran yang tidak dapat dielakkan.
Memberantas Sarang Kemunafikan
Pernahkan anda mendengar peristiwa pengkhianatan yang dilakukan kaum Nabi Musa as? Ataukah peristiwa rencana pembunuhan terhadap Nabi Allah Isa as serta rencana sistematis untuk menggelapkan ajarannya di dalam kitab injil oleh pengikutnya sendiri? Ataukah kisah kemunafikan yang pernah dilakukan oleh orang sekitar Nabi Muhammad saw. Ataukah mendengar kisah disersinya pasukan Nabi dari suatu peperangan dan meninggalkan Rasulullah di tengah-tengah amukan pasukan musuh? Peristiwa uhud yang porak-poranda dan mengakibatkan sekian banyak sahabat Nabi terbunuh dan terluka serta terbunuhnya pama Nabi Hamzah ra denga sangat menggenaskan. Semua peristiwa di atas dalam catatan sejarah semuanya diawali dengan sebuah sumpah setia tapi kemudian menolak dan bahkan meninggalkan tugas-tugasnya. Oleh Allah Swt mengutuk sepenuhnya dan mengkategorikan sebagai kelompok orang-orang munafik.
Orang-orang munafik juga oleh Allah disebut sebagai kelompok yang destruktif dan anarkis. Mereka sanggup melakukan pengrusakan walaupun harus menempuh berbagai cara. Mulai dengan menunjukkan perbuatan yang paling baik dan indah sampai kepada perbuatan yang paling kotor dan menjijikkan. Imam Ali kw berkata, “Sadarilah akan orang-orang munafik karena mereka itu tersesat, menyesatkan dan pemimpin kepada jalan yang bathil, hati mereka sakit namun penampilan mereka kelihatan amat suci.” Keadaan mereka laksana binatang bunglon yang mampu berpenampilan sesuai dengan komunitas dan lingkungannya tetapi bersiap untuk melakukan aksi yang mematikan.
Dengan adanya gejala kehidupan manusia yang serba dipenuhi dengan berbagai pemenuhan kebutuhan hasrat (desire) mulai dari hasrat politik, hasrat berkuasa, hasrat ekonomi untuk menjadi kaya, hasrat sosial budaya untuk ketenaran dan hasrat-hasrat lainnya tampaknya selalu dibarengi dengan penyakit munafik. Gejala kemunafikan baik pada tingkat ideologi, tingkah laku, moralitas sampai pada perkataan telah terbentuk sedemikian rupa. Hal itu dapat kita lihat ketika seruan Islam kepada semua umat manusia terkhusus menganutnya untuk menciptakan persatuan sejagat dan total, dengan seketika kita juga akan melihat betapa perpecahan, permusuhan. Pengkhianatan, dan pengrusakan tetap terjadi.Walhasil bahwa sifat munafiklah sebenarnya menjadi sumber runtuhnya nilai-nilai primordial dan hakikat universalitas dari kemanusiaan.[]
No comments:
Post a Comment