Dahulu kala, di Bashrah hidup seorang ‘alawiyah yang fakir dan memiliki empat orang putri. Kerana kemiskinannya, mereka tak memiliki apa-apa, tidak juga pakaian yang cukup. Saat hari raya mendekat, anaknya yang paling kecil menangis, “ibu, mungkinkah kita mendapat makanan? Mengapa pada eid seperti ini kita tak ada sepotong roti pun?”
Ibu itu pun merasa pedih dan menangis. Lalu dia keluar rumah dengan harapan dapat mencari sesuap makanan. Kebetulan, dia melalui rumah sorang hakim kota tersebut yang dikenali dengan nama Abul Hussein. Wanita itu lalu menjelaskan tentang keadaannya seraya berkata, “ketahuilah! Engkau akan dipertanyakan pada hari kiamat; jangan kau abaikan hak Ahlul Bait.”
Hakim itu berkata,”kemarilah esok; aku akan bekerja semampuku dan takkan mengurangi kebajikan padamu.”
‘Alawiah itu kembali ke rumah dan menjanjikan kepada putri-putrinya sesuatu yang menyenangkan. Salah seorang di antara mereka berkata,”Ibu, kalau seandainya hakim itu memberimu beberapa dirham wang perak,apa yang akan kau belikan untukku?”
Ibunya bertanya,”Apa yang kau inginkan?”
Putrinya menjawab,”Aku ingin sejumlah kapas yang akan kupintal dan tenun serta menjahitnya menjadi baju.”
Berkata yang lainnya, sejak ayah meninggal, kita tak pernah merasa roti seperti duhulu,selalunya ayah yang membawakanya untuk kita. Kalau ibu dapat wang, belikanlah untuk kami sesuatu seperti dahulu.”
Yang paling kecil berkata,”Aku juga inginkan satu roti yang bagus.”
Paginya, ibu itu berjalan menuju ke rumah hakim itu dan duduk di salah satu sudut. Orang memberitahukan kepada hakim itu bahwa wanita kemarin datang dan telah dijanjikan sesuatu sudah datang untuk menagih janjinya.
Hakim itu berteriak kepada wanita itu dan memerintahkan dua orang budaknya untuk mengusirkannya. ‘Alawiyah itu pun pergi sambil menangis. Hancur sudah hatinya... seraya meratap, dia berkata,”Apa yang mesti kukatakan kepada putri terkecilku, Fatimah, juga yang besar Zainab, saat keduanya melihat kepulanganku? Bagaimana aku harus menatap wajah-wajah mereka dan dengan lisan apa kuharus minta maaf?” kemudian, dia berkata, “Ya Allah, jangan kau putuskan harapanku... sungguh kuadukan kesulitanku pada-Mu dan kepada-Mu ku memohon keperluanku. Sesungguhnyn Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”
Ketika itu,lalulah seorang Majusi yang menunggang kuda, sementara dia dalam keadaan mabuk. Dia mendengar tangisan dan ratapan wanita itu. Karena mabuk, dia menyangka wanita itu sedang bernyanyi, lalu berkata,”Betapa indah suaramu dan betapa sedih hatimu... apa kesusahanmu? “ ‘Alawiyah itu menyangka bahwa dia seorang muslim dan sempurna kesadarannya. Wanita itu pun menerangkan keadaannya kepada orang Majusi itu.
Orang Majusi itu pun memerintahkan dua budaknya untuk menemaninya ke rumahnya. Setibanya di sana, dia menyerahkan kepada wanita itu sebuah kotak berisi 400 asyrifi (mata wang waktu itu) dan lima potong pakaian. Dia berkata, “Ini untukmu dan untuk putri-putrimu.”
‘Alawiyah itu pun mengangkat kedua tangannya dan berdoa untuk Majusi itu kemudian meninggalkan. Ketika anak-anaknya melihat wang dan pakaian itu, mereka pun mendoakan orang Majusi itu. Mereka berkata, Semoga Allah menempatkannya di istana-istana syurga dan menjadikannya termasuk para wali dan kekasih-Nya.”
Pada malam itu sang hakim bermimpi; dia masuk ke sebuah kebun dan melihat beberapa istana nan megah. Ketika hendak memasukinya, Ridhwan (malaikat penjaga syurga -penerj.) mencegahnya. Ketika dia bertanya tentang sebabnya, malaikat itu menjawab, “Tadinya, ini adalah rumah dan tempat tinggalmu, seandainya engkau memenuhi janjimu kepada ‘alawiah itu dengan menghapus kegelisahan dan kesedihannya. Sekarang engkau telah berubah, maka berubah pula kenikmatan ini. Kenikmatan ini telah menjadi milik orang Majusi itu.”
Hakim itu bangun dalam ketakutan dan langsung menuju ke rumah Majusi itu seraya bertanya,”
Majusi itu menjawab,” Aku mabuk sejak seminggu lalu dan tak tahu apapun yang telah aku lakukan?”
Hakim itu berkata,”Bukan begitu masalahnya, fikirkan dan renungkanlah!”
Ketika tak terlintas apapun di benak si Majusi itu, pembantu dan kedua budaknya menyebut apa-apa yang telah diberikan Majusi itu kepada ‘alawiah tersebut. Hakim itu berkata,”Maukah kau jual padaku pahala amalmu itu dengan 10.000 asyrafi?”
Majusi itu menjawab,”Apa tujuan pertukaran itu?”
Hakim lantas menceritakan kepadanya kisah ‘alawiah itu dan segala yang terjadi dalam mimpinya. Maka,
berkatalah Majusi itu, “wahai hakim, jarang sekali amal manusia memperolehi keridhaan Allah, dan sekarang aku tahu bahawa amalku itu telah memperolehi keridhaan-Nya; bagaimana mungkin aku akan menukarnya dengan harta duniawi yang fana ini? Ulurkan tanganmu! Aku akan mengucap dua kalimah syahadat dan aku masuk Islam.”
Ya, dia masuk Islam dan menjadi lebih baik keislamannya (dibanding oran lain). Dia lantas mengutuskan seseorang untuk mencari ‘alawiah itu.kemudian, dia memberikan kepada ‘alawiah itu separuh dari hartanya.12 Fadhail sadat,hal.357-361
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Aalih telah bersabda, “Ada tiga perkara yang barang siapa menjaganya
nescaya Allah s.w.t akan menjaga agama dan dunianya. Manakala barang siapa yang mengabaikannya maka Allah s.w.t tidak akan menjaganya sesuatu pun, iaitu kehormatan Islam, kehormatanku dan kehormatan kaum kerabatku.” (hadis riwayat al-hakim)
No comments:
Post a Comment