Popular Posts

Sunday, June 15, 2008

Politik Setan


Sesungguhnya Fira’un telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya terpecah belah; dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fira’un termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

Dan Kami akan teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fira’un dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan. (QS. Al-Qashash: 4-6)

Imam Khomeini membagi politik menjadi tiga bagian: Politik Satwa, Politik Setan dan Politik Tuhan. Dalam politik pertama, masyarakat dituntun kepada keuntungan duniawi dan pemenuhan materi saja. Pada politik ketiga, manusia dibawa ke tingkat yang paling utama; tidak hanya sekedar memenuhi sisi materi, akan tetapi mengisi manusia dengan nilai-nilai ilahiah dan kedekatan maknawi kepada Tuhan. Sementara dalam politik kedua, manusia diarahkan ke tujuan yang bersifat kekuasaan dan masyarakat diajak untuk selalu haus akan kekuasaan dan posisi.

Dapat diamati bagaimana politik setan ini tidak pernah berubah sejak zaman Fira’un hingga sekarang; yakni melakukan upaya pecah belah dengan cara menguatkan sebagian pihak dan melemahkan yang lain dengan memberi iming-iming kekuasaan dan kekuatan. Bahkan untuk itu mereka tega melakukan kekejian bahkan sampai pada pembunuhan bayi-bayi yang baru lahir, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an. Artinya, untuk meraih dan melanggengkan kekuasaan, mereka tega sekalipun harus membunuh jutaan orang.

Praktek pembantaian dan pembunuhan massal seperti yang terjadi di beberapa negara adalah hal yang wajar dan lumrah dalam ambisi orang-orang yang mengejar kekuasaan. Dan tidak hanya pada kasus di atas, peristiwa yang saat ini sedang berlangsung dan terus berkembang seperti di Sudan, Iraq, Palestina, Yaman, Afganistan dan disebagian negara-negara Islam, adalah bukti nyata akan bengisnya praktek politik setan ini. Kalau mau jujur, itu sebenarnya disebabkan oleh satu faktor saja, yaitu kekhawatiran akan runtuhnya "hegemoni", kekuasaan dan pemerintahan mereka. Persis kekhawatiran yang ada pada Fira’un di saat dia merasa akan muncul seorang bayi yang akan menumbangkan kekuasaannya, sehingga ia harus membunuhi bayi-bayi yang baru lahir.

Pada saat yang sama, penguasa-penguasa dzalim atau Fira’un-Fira’un ini menebarkan virus-virus fitnah guna menutupi kejahatan itu dengan cara mencari kambing hitam. Selain itu, mereka menempatkan diri mereka pada posisi sebagai pahlawan dan polisi dunia. Negara mana pun akan mendapatkan dukungan yang bersifat semu dalam segala bidang seperti ekonomi, politik, stabilitas keamanan, dan sebagainya jika mereka siap berdiri di belakang kekuasaan yang dibangunnya. Sebaliknya bila menentang, negara tersebut akan diganggu, dibuat rusuh, dipecah belah, sebelum akhirnya “dikunyah”. Ini persis dengan apa yang tengah dialami oleh negara Iran. Karena dianggap membangkang dan diangap sebagai benalu oleh mereka, Iran selalu digoyang stabilitasnya di berbagai bidang. Namun sialnya mereka tidak sadar kekuatan rakyat Iran tidak bisa dilumpuhkan dengan slogan dan gertakan.

Saat ini, fira’un-fira’un hadir dan ada di mana-mana di samping bayang-bayang Fira’un terbesar; Amerika Serikat. Dengan segala kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, ia memaksakan kehendaknya ke atas seluruh bangsa, meruntuhkan sebagian di antaranya dan mengukuhkan sebagian yang lain. Dan di lain pihak, tidak ada yang ditakuti oleh Amerika selain gerakan-gerakan kemerdekaan di atas asas Islam. Sebab, Islam hanya mengakui kekuasaan Allah dan menentang kekuasaan dzalim dari siapa pun.

Dalam Tauhid disebutkan bahwa setiap manusia harus bergantung hanya kepada kekuasaan Allah, dan manusia tidak berhak mengakui kekuasaan selain kekuasaan Allah swt. Dengan demikian, slogan dan garis perjuangan yang dijalankan mereka meyakini bahwa Islam dan Allah swt adalah satu-satunya penguasa yang harus ditaati. Ini sangat tidak menguntungkan bahkan kuat mengancam kelanggengan kekuasaan Fira’un di manapun dan kapanpun. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar bila Islam menjadi musuh utama bagi para politisi yang berorientasi pada kekuasaan dan lambung. Bahkan permusuhan ini ditegaskan kembali setelah peristiwa 11 September 2001. Penegasan ini sangat kentara ketika Bush membuat garis merah; “Aku atau Teroris”.

Sejak saat itu, ketika terjadi kejahatan dan pembunuhan di mana saja, mereka selalu menjadikan Islam sebagai kambing hitam dari segala bentuk kejahatan, walaupun pelaku kejahatan itu mereka sendiri. Dengan segala kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki, mereka melakukan propaganda luar biasa dengan menyebarkan kepada opini umum untuk meyakinkan dunia bahwa Islam identik dengan kekerasan, kebrutalan, teror dan terorisme. Sambil memainkan peran bohong mereka sebagai polisi dunia yang melindungi hak asasi manusia dan nilai kemanusiaan dan atas nama demokrasi, mereka menekan negara-negara dunia ketiga agar menapaki langkah mereka dan menyembah kekuasaan yang mereka genggam

Pekerjaan mereka adalah pekerjaan setan. Mereka adalah para budak setan dengan menjadikan manusia saling mencurigai, memusuhi, dan berperang satu sama lain. Kemudian mereka mendukung kelompok yang mendukung kekuasaan mereka dan memerangi kelompok yang tidak menyembah terhadap kekuasaan dan kemauan mereka. Allah Swt. berfirman:“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu…(Al-Ma’idah: 91). Inilah yang dimaksudkan oleh ayat dalam surat Al-Qashash di atas bahwa Fira’un senantiasa berupaya melemahkan sebagian golongan dan menguatkan sebagian yang lain.

Ironis sekali ketika kita melihat banyaknya politisi di dunia ketiga semisal di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam menarik garis dan menghubungkan tujuan-tujuan yang sama dengan para politisi setan (Amerika dan Barat). Tangga politik yang mereka injak adalah semata-mata demi kekuasaan dan perut mereka. Kalau saja para politikus itu ketika membuat partai dan menjadikan partai itu sebagai sekolah untuk mendidik para calon politikus untuk melayani masyarakat dan negara, atau ketika mereka duduk di tempat-tempat terhormat, dia akan menghabiskan waktunya untuk melayani rakyat; bukan untuk mengganyang rakyat. Yang lebih parah dari itu, saat Indonesia mulai beranjak ke demokrasi dan multipartai, mereka duduk di kursi empuk dan mengkotak-kotak negara dengan dalih menyejahterakan rakyat. Ini naif sekali.

Memang wajah politikus bangsa kita persis badut yang bertopeng malaikat tapi hati mereka busuk seperti Fira’un dan terbelenggu dengan jaring setan besar.

Dari Rasulullah saw. kita menangkap isyarat, “Beruntunglah orang-orang yang sibuk dengan aib dan kezalimannya ketimbang sibuk dengan aib dan kezaliman orang lain.” Artinya, setiap kita mesti berjuang membebaskan hatinya dari kekuasaan setan. Ia harus berusaha menciptakan keadilan dalam dirinya. Jika kezaliman masih berkuasa di hatinya, maka jangan harap kita bisa percaya kepada penguasa seperti mereka.

Disadari atau tidak, atau mungkin berpura-pura pongah bila saat ini para pemimpin negara-negara adikuasa pada hakekatnya adalah Fira’un besar. Langkah-langkah politik mereka cermin politik setan yang hanya merefleksikan kejahatan dan untuk kejahatan. Begitu pula jika para pemimpin dunia ketiga; selama berorientasi pada kekuasaan dan perut maka, hakikat mereka adalah Fira’un yang hatinya belum terbebaskan dari kekuasaan setanik, sehingga yang muncul darinya juga kejahatan dan demi kejahatan.

Dalam banyak cara merusak citra Islam, mereka menebar opini bohong dan fitnah. Mereka berharap setiap orang akan ketakutan dan tidak nyaman apabila bersentuhan dengan Islam dan merasa malu bila disebut sebagai muslim. Mereka berusaha agar dunia ini terasa sempit bagi orang-orang Islam. Mereka telah berbohong dengan mengatakan bahwa Islam hanya dibangun di atas kekerasan, terorisme dan perang.

Mereka mengindentikkan orang-orang kafir dan munafik dengan orang-orang yang tidak menerima Islam (nonmuslim). Padahal, orang-orang kafir dan munafik tidaklah sama dengan orang-orang yang tidak beragama Islam. Orang-orang kafir adalah mereka yang menolak dan memerangi kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang memaksakan kebohongan terhadap orang lain, buas, liar, bertindak tanpa aturan, dan hanya mengikuti hasrat setan. Sementara munafik adalah sekelompok orang yang tak bermoral, manusia pengecut yang ingin hidup di bawah kebijakan Islam tetapi selalu berusaha menggerogoti dan menghancurkan Islam dari dalam.

Tentu saja, ada banyak lemparan tuduhan mereka terhadap upaya melawan gejala buruk di atas. Mereka sangat tangkas untuk berkompetisi menyebutnya sebagai kekerasan dan terorisme. Jika memerangi kejahatan dan kepengecutan semacam itu dianggap begitu, biarkan saja mereka mengatakan bahwa Islam agama kekerasan.

Politik Islam dibangun menjulang di atas moralitas dan kemanusiaan sehingga dengan politiknya akan selalu berhadapan dengan kebiadaban dan ketidakadilan. Politik Islam selalu memerangi penipuan, pengkhianatan, terorisme dan segala bentuk sifat-sifat buruk setani. Islam dengan politiknya tidak mengejar kekuasaan, karena kekuasaan hanya milik Allah Swt. semata. “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Islam mencintai perdamaian, yaitu perdamaian yang berasaskan keadilan dan kemanusiaan. Islam tidak hanya menghendaki manusia hidup sejahtera dan damai dari sisi materi saja, sebab ini adalah politik satwa yang hanya mementingkan seputar lambung dan nafsu.

No comments: