Popular Posts

Tuesday, May 22, 2007

Tehran Stresses Illegitimacy of Israe


TEHRAN (Fars News Agency)- Iranian Foreign Ministry Spokesman Seyed Mohammad Ali Hosseini repeated Iran's stance in the face of the Zionist regime of Israel, stressing that Tehran views that regime as illegal, illegitimate and a usurper of the Palestinians' rights and land.



The spokesman made the remarks in reaction to the release of distorted quotations from Iranian Foreign Minister Manouchehr Mottaki while addressing a regional meeting of the World Economic Forum (WEF) in Jordan.

Speaking to reporters during his weekly press conference here on Sunday, Hosseini expressed regret over misinterpretations and distortion of Mottaki's remarks.

He further noted Mottaki's statements about the Zionist regime and issues of the Palestinian nation at the WEF meeting as well as his address at the ministerial meeting of the Organization of the Islamic Conference (OIC) in Islamabad, Pakistan, and said if media paid due attention to these statements then they could realize Mottaki's points given the abundant asymmetries existing in his remarks.

The spokesman further mentioned expatriation of the indigenous residents of Palestine and arrangement of free and democratic elections to be attended by the original and native residents of Palestine, including Muslims, Jews and Christians, to determine the type of government in that country as the only way to solve Palestine's issue, stressing that the result of such elections would receive Iran's unconditional support.

Elsewhere, he pointed to the achievements gained by the Iranian delegation at the 34th Foreign Ministers' Meeting of the Organization of the Islamic Conference in Islamabad, Pakistan, and said that Tehran had prepared 15 draft resolutions which were approved by the participants.

"One of these resolutions pertained to Iran's peaceful nuclear activities, which was approved by all the 57 member states. The resolution stresses the need for the use of peaceful means and precondition-free talks as the best way to resolve Iran's nuclear issue," the spokesman reminded.

He also said that as a result of Iran's efforts, participants also passed a resolution stressing Islamic solidarity in a bid to neutralize enemies' attempts and plots for sowing seeds of discord among Islamic countries and nations.

"After 38 years, the Organization of the Islamic Conference for the first time described Shiism as an official religion of Islam and stressed its strong opposition to aggressions against Shiites' lives and possessions," Hosseini continued.

He also voiced pleasure in the ratification of a resolution by the OIC meeting against the Zionist regime, condemning Tel Aviv for possessing nuclear arms.

"The resolution condemned the regime and described the weapons which the regime officials stress they possess, as a vital threat to regional and world peace and security," the foreign ministry spokesman continued.

Elsewhere, he stressed that Iran will not attend any talks with the US unless for the purpose of discussing Iraq's problems.

"We won't have any negotiations with the US until the US administration changes its policies and corrects its behavior and performance," Hosseini said.

He also denied reports that Syria is also due to attend the Iran-US talks, reminding that Iraq is the only country which will join the negotiations.

The diplomat also dismissed some reports alleging that Iran-US negotiations will be led along four major issues, and added, "The axes and quality of talks have not been specified in details yet, but the framework will be what the (Supreme) Leader has specified."

The spokesman also declined to say whether the Iranian delegation would be headed by Supreme National Security Council Undersecretary for home security Jafari, but mentioned that nothing has been specified yet.

He said that the head of the Iranian negotiating team will be appointed and announced to the public sometime before May 28.

Regarding the issue of Lebanon, he said that Iranian and Saudi Arabian foreign ministers are due to attend a meeting to exchange views about the issue of Lebanon.

Elsewhere, he said that President Ahmadinejad is due to pay a visit to Afghanistan, but added that no specific date has yet been decided fort the trip.

The official also strongly rejected an alleged letter from President Ahmadinejad to the Indian president about the issue of Kashmir, describing such reports as mere lies.

In response to questions about the upcoming meeting between Iran's chief nuclear negotiator Ali Larijani and EU foreign policy chief Javier Solana, the Iranian foreign ministry spokesman said that the two diplomats would meet in an European country on May 31, but declined to name any specific location for the meeting.

Monday, May 14, 2007

Bersedekap dalam Sholat


Kaum Muslim sepakat bahwa tidak wajib meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri atau bersedekap, yang dalam bahasa Arab disebut taktif atau takfir. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat dalam menetapkan hukumnya (selain dari wajib itu) .

Mazhab Hanafi mengatakan, "Bersedekap itu hukumnya sunah, bukan wajib. Yang terutama bagi laki-laki adalah meletakkan telapak tangan di atas punggung tangan kiri dan ditempatkan di bawah pusar. Sedangkan bagi perempuan adalah meletakkan kedua tangannya di atas dada."

Mazhab asy-Syafi'i mengatakan, "Hal itu disunahkan bagi laki- laki dan perempuan. Yang paling utama adalah meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan ditempatkan di antara dada dan pusar, dan agak bergeser ke arah kin."

Mazhab Hanbali mengatakan, "Hal itu adalah sunah. Yang paling utama adalah meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kin, dan ditempatkan di bahwa pusar."

Mazhab Maliki mengatakan, "Hal itu boleh dilakukan. Akan tetapi, di dalam salat fardu disunahkan meluruskan tangan (ke bawah) ."

Mereka sepakat bahwa bersedekap ( taktfj) itu tidak wajib. Bahkan kebanyakan dan mereka memandanganya sebagai sunah. Sedangkan mazhab Maliki betpandangan sebaliknya. Tidak sedikit ulama dari kalangan Ahlusunah menjelaskan bahwa bersedekap itu tidak wajib.

Telah dikutip dari mazhab Maliki bahwa sebagian mereka memandang bersedekap itu sebagai mustahabb (yang disukai atau sunah). Sedangkan sebagian yang lain memandang bahwa yang mustahabb adalah meluruskan tangan ke bawah, dan memandang bersedekap sebagai makruh. Sebagian lagi berpendapat boleh memilih antara bersedekap dan meluruskan tangan ke bawah.

Adapun Syi’ah, yang termasyhur di kalangan mereka memandang bahwa bersedekap itu haram dan membatalkan salat. Sebagian mereka mengatakan, “Bersedekap itu haram tetapi tidak membatalkan salat." Sementara kelompok ketiga, seperti al-Halabi, mengatakan bahwa bersedekap itu makruh. Barangsiapa yang mau bersandar pada pendapat dan hadis-hadis yang diriwayatkan dari para imam ahlulbait dalam masalah ini, silakan merujuk pada pembahasan tentang itu.

Sekalipun Ahlusunah sepakat bahwa bersedekap itu tidak wajib, namun masalah tersebut telah mewariskan satu bentuk kesulitan di tengah masyarakat Islam. Syi.ah, tentu dengan ijma mereka, mengikuti larangan dari para imam ahlulbait. Mereka meluruskan (ke bawah) tangan mereka ketika sedang salat. Tetapi kebanyakan masyarakat awam dari kalangan Ahlusunah memandang mereka dengan pandangan tertentu. Kadang-kadang orang- orang awam itu menyebut mereka sebagai para ahli bid’ah karena meningga1kan bersedekap ini. Walaupun di kalangan mereka, bersedekap itu hukumnya sunah. Padahal meninggalkan perbuatan sunah tidak dipandang sebagai bid’ah. Bahkan mazhab Maliki memandang bersedekap itu sebagai makruh. Selain itu, para imam ahlulbait melarangnya.

Bagaimanapun, hendaklah para penyeru pendekatan antar mazhab yang. ikhlas berusaha agar jangan menjadikan masalah meluruskan tangan ke bawah dan menyedekapkannya sebagai sumber perpecahan.

Hal itu tidak menjadi masalah di tangan masyarakat Syi’ah. Tetapi hal itu kadang-kadang menjadi penyebab saling mencaci, saling menyerang, dan menumpahkan darah di antara Syi’ah dan Ahlusunah dengan dalih bahwa imam masjid ini menyedekapkan tangannya ketika salat, imam yang lain menggenggamkan telapak tangannya, dan imam yang satu lagi meluruskan tangannya ke bawah.

Muhammad shalih al-'Utsaimin berkata: "Pada suatu tahun di Mina terjadi sebuah insiden di

hadapan saya dan beberapa orang teman. Barangkali insiden itu terasa ganjil bagi Anda. Ketika itu, datang dua kelompok orang. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga atau empat orang. Setiap orang melemparkan tuduhan kafir dan laknat kepada yang lain-padahal mereka itu sedang melaksanakan ibadah haji. la memberitahukan bahwa salah satu dari dua kelompok itu melaksanakan salat dengan bersedekap dan meletakkan tangannya di atas dada. Ini mengingkari sunah. Karena yang disunahkan menurut kelompok ini adalah meluruskan tangan ke bawah. Sedangkan kelompok yang lain mengatakan bahwa meluruskan tangan ke bawah, bukan bersedekap, adalah kufur dan patut dilaknat. Terjadi perdebatan sengit di antara mereka”

Selanjutnya ia mengatakan:

"Perhatikanlah. bagaimana setan mempermainkan mereka dalam masalah yang mereka perselisihkan. Sehingga sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lain disebabkan masalah tersebut yang hanya merupakan sunah. bukan termasuk rukun- rukun Islam dan bukan pula termasuk ibadah-ibadah fardu. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang disunahkan adalah bersedekap. Sedangkan ulama yang lain mengatakan bahwa yang disunahkan adalah meluruskan tangan ke bawah. Padahal yang benar yang ditunjukkan sunah adalah meletakkan tangan kanan di atas lengan kiri."

Pada tahun 1412 H di Makkah al-Mukarramah. saya mendengar dari beberapa pemuda Mesir bahwa para mujahid muda di Mesir yang duduk dalam pemerintahan pendudukan Mesir ter- seret oleh pembahasan masalah ini ke dalam perdebatan sengit. Pastilah timbul akibat yang tidak terpuji kalau saja Allah ,tidak menganugerahi mereka persatuan yang baru.

Saya tidak menuduh bahwa para pemuda, saudara-saudara dan yang lain itu lalai dalam masalah ini. Kelalaian dalam masalah ini adalah tanggung jawab para ulama dan juru dakwah. Sebab, mereka telah mengajarkan ibadah-ibadah sunah seperti meng- ajarkan ibadah-ibadah wajib. Sehingga orang-orang awam me- ngira kebanyakan ibadah-ibadah sunah itu sebagai ibadah-ibadah fardu. Meninggalkan sunah juga seperu itu, bertentangan dengan ruh syariat. Demikian pula, mendawamkannya dengan anggapan bahwa hal itu wajib seperti ibadah-ibadah fardu lainnya tidak lepas dari praktik bid'ah. Karenanya harus diperlihatkan yang sebenarnya secara terus-menerus.

Nabi saw memisahkan salat lima waktu (sesuai waktu-waktu- nya). Tetapi kadang-kadang beliau menjama di antara dua salat agar orang-orang tidak mengira bahwa pemisahan (berdasarkan waktu-waktunya) itu adalah fardu. Namun sayang, justru yang dikhawatirkan itu terbukti di kalangan ahli fiqih, mereka yang mengaku sebagai ahli fiqih, dan orang-orang yang taklid. Hal itu sangat menyedihkan.

Pemimpin dan juru dakwah setiap kelompok meyakini bahwa pendapat imam mazhabnya dalam masalah fiqih adalah wahyu yang tidak bercacat. Kemudian hal itu berujung pada ketidaktahuan kaum Muslim terhadap hukum-hukum salat. Sehingga akhirnya sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lain. Mereka itu orang-orang yang malang yang tidak mengetahui Islam sedikit pun.

Selain itu, hadis-hadis yang mereka jadikan dalil, sebagai sunah, tidak cukup untuk membuktikannnya sebagai sesuatu yang di- sunahkan. Berikut ini adalah hadis-hadis yang mereka jadikan dalil bahwa hal itu merupakan sesuatu yang disunahkan padahal menurut para imam ahlulbait hal itu adalah bid'ah.

Yang mungkin dijadikan dalil bahwa bersedekap itu merupa- kan sunah dalam salat tidak lepas dari tiga riwayat berikut:

I. Hadis dari Sahal bin Sa'ad yang diriwayatkan al-Bukhan.

2. Hadis dari wa 'il bin Hujur yang diriwayatkan Muslim. Al- Baihaqi menukilnya melalui tiga sanad.

3. Hadis dari 'Abdullah bin Mas'ud yang diriwayatkan al-Baihaqi dalam Sunan-nya.

Berikut ini kami ketengahkan kepada Anda kajian terhadap masing-masing hadis di atas.

I. Hadis darl Sahal bin Sa'ad

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hazim bin Sahal bin Sa 'ad: "Orang-orang diperintahkan agar bersedekap dalam salat-bagi laki-Iaki." Selanjutnya Abu Hazim berkata, "Saya tidak mengetahuinya kecuali ia menisbatkan (yamni) hal itu kepada Nabi saw."

Isma 'i1 berkata, “Hal itu dinisbatkan (yumna) , bukan ia me- nisbatkan (yamni) ."

Riwayat tersebut menjelaskan tata cara bersedekap. Namun, yang menjadi persoalan adalah periwayatannya dari Nabi saw. Hadis itu tidak bisa dijadikan dalil karena dua alasan berikut:

Pertama, kalau Nabi saw yang memerintahkan bersedekap, lalu apa makna kalimat “Orang-orang diperintahkan ..."? Apakah tidak lebih tepat kalau kalimat itu berbunyi: “Nabi saw memerintahkan ..."? Bukankah ini menunjukkan bahwa hukum tersebut muncul setelah wafat Nabi saw, lalu para khalifah dan para gubernur mereka memerintahkan kepada orang-orang untuk bersedekap dengan anggapan bahwa hal itu lebih dekat pada kekhusyukan. Oleh karena itu, setelah hadis ini al-Bukhari mencantumn satu bab yang disebut bab “kekhusyukan".

‘Ibn Hajar berkata, “Hikmah bersedekap adalah karena hal itu merupakan sikap peminta-minta dan orang hina. Hal tersebut dapat mencegah hal-hal yang tak berguna dan lebih mendekatkan diri pada kekhusyukan. Al-Bukhari telah memperhatikan hal itu dan menyambungnya dengan bab kekhusyukan."

Kedua, pada lampiran as-Sanad terdapat keterangan yang menegaskan hal itu dilakukan oleh orang-orang yang memerintah, bukan Rasulullah saw.

Isma’il berkata, “Saya tidak mengetahuinya kecuali hal itu dinisbatkan kepada Nabi saw mengingat kata kerja itu dibaca dalam bentuk pasif."

Artinya, ia tidak mengetahui bahwa bersedekap itu adalah sesuatu yang disunahkan dalam sa1at. Melainkan ia hanya dinisbatkan kepada Nabi saw. Maka hadis yang diriwayatkan Sahal bin Sa’ad ini adalah marfu:

Ibn Hajar berkata, ”Menurut istilah ahli hadis, apabila perawi mengatakan menisbatkannya, maksudnya adalah hadis itu marfu' kepada Nabi saw."

Ini semua apabila kita membaca kata kerja dalam hadis tersebut dibaca dalam bentuk pasif. Akan tetapi,jika kita membacanya dalam bentuk aktif, berarti Sahal menisbatkan hal ini kepada Nabi saw. Dengan asumsi bahwa bacaan ini benar dan tidak merupakan hadis mursal dan marfu ' maka kalimat ‘Saya tidak mengetahuinya kecuali...’ menunjukkan lemahnya penisbatan itu. la mendengarkan dari orang lain teteapi nama orang itu tidak disebutkan.

2. Hadis dari Wa.il binHujur

Diriwayatkan dengan beberapa redaksi:

A. Muslim meriwayatkan dari wa'il bin Hujur bahwa ia melihat Nabi saw mengangkat kedua tangannya ketika memulai salat sambil bertakbir. Lalu beliau berselimut dengan pakaiannya. Kemudian beliau bersedekap. Ketika hendak rukuk, beliau mengeluarkan kedua tangannya dari pakaiannya, kemudian mengangkatnya sambil bertakbir, dan rukuk

Berda1il dengan hadis tersebut berarti berdalil dengan perbuatan. Perbuatan tidak bisa dijadikan dalil kecuali diketahui maksudnya. Padahal, perbuatan tersebut tidak jelas tujuannya karena lahiriah hadis itu menyebutkan bahwa Nabi saw menyambungkan ujung-ujung bajunya, lalu ditutupkan pada dadanya dan bersedekap. Apakah perbuatan itu dimaksudkan agar menjadi sunah dalam salat? Apakah beliau melakukannya semata-mata agar pakaian itu tidak lepas. Atau apakah beliau melekatkan pakaian itu pada badannya hanya untuk menjaga dirinya dari hawa dingin? Perbuatan itu tidak jelas maksudnya. Karenanya perbuatan itu tidak bisa dijadikan dalil kecuali diketahui bahwa hal itu dilakukan agar menjadi sunah.

Nabi saw telah melaksanakan salat bersama kaum Muhajirin dan Anshar selama lebih dari sepuluh tahun. Kalau hal itu ter- bukti datang dari Nabi saw tentu akan banyak periwayatan dan tersebar luas, dan niscaya periwayatannya tidak hanya terbatas pada wa 'il bin Hujur saja. Oleh karena itu, periwayatan oleh wa'il bin Hujur memunculkan dua kemungkinan itu.

Memang terdapat periwayatan hadis yang sama melalui sanad yang lain, tetapi tanpa menyebutkan kalimat "Kemudian beliau menyelimutkan pakaiannya".

B. Al-Baihaqi meriwayatkan hadis itu melalui sanadnya dari Musa bin ‘Umair: Menyampaikan kepada kami ‘Alqamah bin wa'il dari bapaknya bahwa Nabi saw, ketika berdiri dalam salat, menyedekapkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Saya juga melihat ‘Alqamah melakukannya.

Ka1au masalah ini berputar di antara orang-orang yang suka melebih-lebihkan dan yang suka mengurangi, maka yang kedua yang dipilih. Cermatilah hal ini seperti kajian pada bagian pertama, maka akan tampak bahwa maksud perbuatan itu tidak je1as.

Padahal, kalau Nabi saw terus-menerus melakukan perbuatan tersebut, pastilah hal itu diketahui oleh masyarakat luas. Sedarigkan kalimat "Saya melihat ‘Alqamah melakulkannya " menunjukkan bahwa perawi tersebut mempelajari sunah itu darinya.

C. Al-Baihaqi meriwayatkan hadis dengan sanad yang lain dari wa'il bin Hujur . Di dalamnya terdapat masalah seperti yang telah kami sebutkan dalam hadis sebelumnya.

D. Al-Baihaqi meriwayatkan hadis musnad dari Ibn Mas.ud bahwa ia me1aksanakan salat dengan menyedekapkan tangan kiri di ats tangan kanannya. Kemudian Nabi saw melihatnya. Maka ia menyedekapkan tangan kanan di atas tangan kirinya.

Catatan: Tidak mungkin orang seperti .Abdullah bin Mas.ud, seorang sahabat mulia, tidak mengetahui apakah hal itu disunahkan dalam salat atau tidak. Padahal ia termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam. Dalam sanad hadis itu terdapat nama Hasyim bin Basyir yang dikenal sebagai mudallis (pembuat hadis palsu).

Oleh karena itu, kita perhatikan bahwa para imam ahlulbait as menjaga diri dari hal itu dan memandangnya sebagai perbuatan orang-orang Majusi di hadapan raja mereka.

Muhammad bin Muslim meriwayatkan hadis dari ash-shadiq as atau al-Baqir as: Saya katakan kepadanya, "Seorang laki-laki bersedekap dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri- nya." Imam as menjawab, "Hal itu adalah takfir yang tidak boleh dilakukan."

Zurarah meriwayatkan hadis dari Abu Ja’far as: “Kalian harus menghadap kiblat ketika salat dan jangan bersedekap, karena bersedekap hanya dilakukan oleh orang-orang Majusi."

Ash-Shaduq meriwayatkan hadis mela1ui sanadnya dari ‘Ali as: "Seorang Muslim yang sedang salat berdiri di hadapan Allah .Azi.a wa Jalla tidak menyedekapkan tangannya menyerupai orang- orang kafir-yakni orang-orang Majusi."

Pada akhir pembahasan ini, kami hendak mengajak pembaca memperhatikan ucapan Doktor Ali as-Salus. Setelah menukil pendapat-pendapat dari kedua belah pihak, kepada mereka yang mengharamkan dan membatilkannya, ia berkata, "Mereka yang berpendapat bahwa hal itu haram dan batil, atau batil saja, hanya- lah orang-orang yang menganut fanatisme mazhab dan menyukai perselisihan yang mencerai-beraikan kaum Muslim."

Apakah dosa kaum Syi’ah apabila ijtihad dan pengkajian terhadap AI-Qur’an dan sunah membimbing mereka untuk mengatakan bahwa bersedekap merupakan sesuatu yang baru yang dibuat sepeninggal Nabi saw. Orang-orang diperintahkan untuk melakukan hal itu pada zaman para khalifah. Barangsiapa yang mengatakan bahwa bersedekap itu merupakan bagian dari salat sebagai fardu atau sunah, ia telah membuat sesuatu yang baru dalam agama yang bukan bagian darinya. Apakah pantas mem- berikan balasan kepada orang yang berijtihad dengan melem- parkan tuduhan fanatik mazhab dan mencintai perselisihan?

Kalau hal itu pantas dilakukan, apakah boleh mengatakan bahwa Imam Malik seperti itu? Sebab, ia memakruhkan bersedekap secara mutlak atau dalam salat fardu saja. Atau, kalau memang boleh, apakah pantas menuduh imam kaum Muslim bahwa ia mencintai perselisihan? ***

My Imam

Ayatullah Al-Uzhma Sayyid Ali Huseini Khamenei

(Pemimpin Revolusi Islam Iran)
Selain dikenal sebagai seorang faqih yang berpandangan luas dan jeli, beliau juga seorang yang ahli dalam ilmu Rijal, sejarah, dan sastra Arab. Dan kini di samping tanggung jawab besar yang dipikulnya sebagai Pemimpin Revolusi Islam, beliau juga aktif mengajar Bahtsul Kharij. Banyak karya ilmiah yang telah beliau tulis.

http://www.wilayah.org/
aalulbayt@aalulbayt.org
BIOGRAFI
"Jika anda mencari seseorang seperti sayyid Khamenei yang sangat berpegang teguh terhadap Islam dan memiliki jiwa khidmat yang tinggi, sementara landasan hatinya adalah untuk berkhidmat bagi bangsa ini, niscaya anda tidak akan dapati orang seperti dia. Saya sudah bertahun-tahun mengenalnya"
(Cuplikan ceramah Imam Khomaini r.a. yang dimuat dalam kitabSahifah-e Nur jilid 17 hal 170)

Awal masa kehidupan beliau

Pemimpin besar Ayatullah sayyid Ali Al-Khamenei adalah putra kedua dari Hujjatul Islam wal muslimin sayyid Jawad Al-Husaini Al-Khamenei. Beliau dilahirkan pada tanggal 28 shafar 1358 (1940 M).

Kehidupan ayah beliau –seperti kebanyakan yang dijalani oleh para ruhaniawan dan pengajar ilmu agama- sangat sederhana sekali. Hal tersebut didukung oleh istri dan anak-anaknya yang juga memiliki jiwa sederhana dan selalu merasa cukup (qana'ah) yang kerap ia ajarkan kepada mereka.

Mengenang situasi dan kondisi keluarganya pada masa-masa itu, Sayyid Ali Khamenei berkata: "Ayah saya seorang ruhani terpandang saat itu. Akan tetapi, beliau adalah seorang yang zuhud dan suka mengasingkan diri dari berbagai popularitas. Kehidupan masa itu kami lalui dengan segala kesulitan, sampai saya ingat pada satu malam di rumah tidak ada sesuatu untuk dijadikan makan malam, hingga ibu saya berjerih payah untuk menyediakan makan malam buat kami..... Dan pada malam itu, kami hanya makan roti dan anggur kering saja". (Harian Kaihan tertanggal 16-5-1364 HS)

Menyinggung kediaman sang ayah dan keluarga, sayyid Ali berkata: "Di rumah itu saya dilahirkan dan tinggal bersama mereka sampai berusia empat atau lima tahun. Luas rumah kami berkisar antara 60 sampai 70 m, terletak di pemukiman miskin di salah satu sudut kota Masyhad. Rumah itu hanya memiliki satu kamar dan satu ruang bawah tanah (sirdab) yang gelap dan pengap. Mengingat ayah saya seorang ulama dan tempat rujukan masyarakat, tamu pun sering berkunjung ke rumah. Acapkali kedatangan tamu, kami harus pindah untuk sementara ke ruang bawah tanah itu. Kami tetap di sana sampai tamu pulang. Hingga suatu saat, ayah saya mampu membeli sepetak tanah kosong di samping rumah dan membangunnya buat kami. Sejak itulah rumah kami memiliki tiga kamar". (Harian Jumhuri-e Islam tertanggal 20-5-1364 HS)

Walaupun Pemimpin Besar Revolusi ini dibesarkan dari keluarga kurang mampu, akan tetapi, beliau terdidik dengan baik, sehingga memiliki jiwa keruhaniawanan dan sosial yang tinggi. Semenjak usia empat tahun, beliau beserta kakak beliau, sayyid Muhammad telah memulai masa pendidikannya. Pada usia tersebut, mereka berdua mulai mempelajari Al-quran. Lalu, dua bersaudara tersebut masuk pendidikan formal sekolah dasar (SD) di salah satu sekolah Islam yang baru didirikan yang bernama Ta'lim-e Diyanat sampai menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama.

Pengalaman di Hauzah Ilmiah

Sewaktu masih belajar di Sekolah Menengah Atas (SMU), beliau pun telah memulai mempelajari kitab "Jami'ul Muqaddimat" beserta nahwu dan sharaf. Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan di Hauzah Ilmiah yang dibimbing langsung oleh ayah beliau sendiri dan para staf pengajar lain saat itu.

Adapun alasan kenapa keliau masuk pendidikan di Hauzah Ilmiah dan memilih untuk menjadi seorang ruhani, beliau berkata: "Penyebab utama kenapa saya memilih jalan tersebut ialah karena saya tertarik dengan cahaya keruhanian ayah saya. Dan sementara ibu saya pun merasa senang dan banyak memberi semangat kepada saya untuk itu". (Khursyid-e Taban-e Inqilab-e Islami hal 4)

Beliau banyak mempelajari berbagai buku sastra Arab seperti jami'ul muqadimat, suyuti dan mughni yang dibimbing langsung oleh guru yang aktif mengajar di dua madrasah "Sulaiman Khan" dan "Nawab", sementara ayah beliau pun selalu mengikuti perkembangan pendidikan putra-putrinya. Oleh karena itu, sayyid Ali Khamenei mempelajari kitab Ma'alim, Syara'i Al Islam dan Syarh Al-Lum'ah di bawah pengawasan langsung ayah beliau dan sempat beberapa saat dibimbing Mirza Mudarris Yazdi. Sedangkan kitab Rasa'il dan Makasib beliau pelajari langsung dari Syeikh Hasyim Qazwini. Kitab Fiqih dan Ushul jenjang pertengahan (sathah) hauzah yang lain beliau pelajari dari ayahanda beliau sendiri.

Jenjang pertengahan (sathah) dalam pendidikan hauzah berhasil beliau selesaikan dengan relatif cepat (kurang lebih lima setengah tahun) dan dengan hasil yang menakjubkan. Ayah beliau sangat memiliki peran penting dalam keberhasilan beliau dalam melalui berbagai jenjang pendidikan hauzah yang ada.

Di bidang ilmu logika dan filsafat, beliau mempelajari kitab Al Manzhumah karya Sabzawari di bawah bimbingan Al-Marhum Mirza Jawad Agha Tehrani. Sementara kitab-kitab lainya di bawah bimbingan Al-Marhum Syeikh Ridha Aisi.

Di Hauzah Najaf Asyraf

Sejak usia 17 tahun, Ayatullah Khamenei telah memulai pendidikan "bahtsul kharij" di bidang Fiqih dan Ushul di bawah bimbingan seorang marja' besar waktu itu, Al-Marhum Ayatullah Al-Uzhma Milani. Dan pada tahun 1958, dengan maksud untuk menziarahi berbagai tempat suci di Iraq, beliau bertolak menuju Najaf Asyraf (Iraq). Di sana, beliau mendapat kesempatan untuk mengikuti berbagai pelajaran "bahtsul kharij" di bawah bimbingan langsung para mujtahid besar Hauzah Najaf, seperi Al-Marhum Muhsin Al-Hakim, Sayyid Abul Qosim Al-Khu'i, Sayyid Mahmud Syahrudi, Mirza Baqir Zanjani, Sayyid Yahya Yazdi dan Mirza Hasan Bujnuwardi.

Setelah melihat kecocokan situasi belajar-mengajar dan berbagai bentuk penelitian yang ada, maka beliau pun bermaksud untuk menetap di sana. Akan tetapi, ayah beliau tidak mengizinkan sehinga beberapa saat setelah bermukim di sana beliaupun kembali ke Masyhad. (Harian "Ettela'at" tertanggal 17-10-1373 HS).

Di Hauzah Qom

Ayatullah Khamenei mempelajari jenjang penddikan tingkat tinggi (Bahtsul Kharij) di bidang Ushul, Fiqih dn filsafat semenjak tahun 1943 hingga 1959 di kota suci Qom di bawah bimbingan langsung tokoh-tokoh utama Hauzah pada saat itu, seperti Ayatullah Al-Uzhma Burujurdi, Imam Khomeini, Syeikh Murtadha Al-Hairi Yazdi dan Allamah Thaba'tabai.

Dan pada tahun 1965, dari surat-menyurat yang beliau lakukan dengan ayah beliau, akhirnya beliau tahu bahwa salah satu mata ayah beliau buta dikarenakan sakit mata. Hal tersebut menyebabkan beliau prihatin sehingga beliau bimbang antara memilih tetap tinggal di Qom untuk melanjutkan pelajaran di Hauzah dengan berbagai keagungannya atau memilih kembali ke Masyhad untuk menjaga dan merawat ayah beliau.

Akhirnya, Ayatullah Khamenei memutuskan dengan niat demi mendapat keridhaan Ilahi, untuk meninggalkan kota suci Qom dan beranjak menuju Masyhad demi merawat ayah beliau. Dalam mengenang hal tersebut beliau berkata: "Lantas saya beranjak menuju Masyhad. Di sana Allah banyak sekali mengaruniakan taufik-Nya kepada saya sehinga saya tetap bisa menjalankan kewajiban dan pekerjaan saya ". (Khaterat wa hikayatha jilid 1 hal 27-30)

Ayatullah Khamenei telah memilih jalan terbaik dari dua arah yang beliau hadapi walaupun sebagian para pengajar dan sejawat beliau menyesalkan kenapa beliau begitu cepat meninggalkan hauzah di Qom. Mereka beranggapan, jika beliau tetap tinggal dan menetap di Qom, niscaya beliau akan menjadi lebih baik di masa mendatang. Akan tetapi, waktu tela mmbuktikan bahwa apa yang beliau pilih adalah benar dan takdir Ilahi telah menetapkan sesuatu yang lain dan lebih baik dari apa yang mereka sangka atas beliau. Mana ada orang yang menyangka bahwa seorang pemuda berusia 25 tahun yang memiliki potensi besar meninggalkan kota suci Qom menuju Masyhad untuk mendapat ridha Ilahi dan untuk berkhidmat pada ke dua orang tuanya lantas 25 tahun kemudian menjadi pemimpin atas segala urusan kaum muslimin (wali amril muslimin)?!

Selama menetap di Masyhad, beliau tidak meninggalkan pelajarannya kecuali di hari-hari libur, sewaktu berjuang melawan rezim Pahlevi dan sewaktu di penjara ataupun sedang bebepergian. Hingga tahun 1968, secara resmi pelajaran-pelajaran beliau di bidang fiqih dan ushul berada di bawah bimbingan guru-guru besar hauzah Masyhad, khususnya Ayatullah Milani dan terus berlanjut semenjak tahun 1965. Berdomisili di Masyhad selain untuk belajar dan berkhidmat kepada ayah dan ibu yang telah lanjut usia dan sakit-sakitan, beliau juga sibuk mengajar Fiqih, Ushul dan berbagai pengetahuan agama yang lain kepada para santri muda dan mahasiswa. (Syahid no 12)

Aktif dalam gerakan politik

Ayatullah Khamenei mengaku bahwa dirinya adalah: "Salah satu murid Imam Khomeini r.a. di bidang Fiqih, Ushul, politik dan revolusi", (Majalah "Surush" no 115) Akan tetapi, bara politik, pergerakan dan permusuhan terhadap "thaghut" beliau dapati pertama kali dari sayyid Mujtaba Nawab Shafawi, seorang mujahid besar yang gugur di jalan Islam dan hal itu begitu melekat di hati sanubari beliau. Ketika sayyid Nawab Shafawi pada tahun 1953 disertai beberapa teman seperjuangannya datang ke Masyhad dan di madrasah "Sulaiman Khan" berceramah dengan penuh semangat perjuangan dan membangkitkan gairah berjuang untuk menghidupkan kembali Islam dan menegakkan hukum Ilahi dengan menjelaskan dan menyingkap tipu daya rezim Reza Pahlevi dan Inggris dalam memperdaya bangsa Iran.

Saat itu Ayatullah Khamenei adalah salah satu santri muda di madrasah "Sulaiman Khan" tersebut dan sejak saat itu, ceramah sayyid Nawab Shafawi sangat berpengaruh pada diri beliau. Beliau berkata: "Sejak saat itu, semangat dan bara revolusi Islam telah berkobar pada diri saya berkat Nawab Shafawi dan tidak saya ragukan lagi bahwa Nawab Shafawilah yang telah menyulut bara tersebut dalam jiwa saya". (Khusyid-e taban-e inqilab hal 10-11)

Mendampingi Perjuangan Imam Khomeini r.a.

Pada tahun 1963, Ayatullah Khamenei datang kembali ke kota Qom untuk mendampingi Imam Khomeini r.a. memulai gerakan revolusi dalam menentang rezim Muhamad Reza Pahlevi, anak emas Amerika. Dalam memasuki ajang percaturan politik selama 16 tahun penuh dengan berbagai macam pahit dan getir perjuangan mencakup penyiksaan, penahanan maupun pengasingan, namun beliau sama sekali tidak merasa takut atas segala bahaya yang selalu mengancam.

Di bulan Muharram pada tahun 1963 untuk pertama kalinya Imam Khomeini r.a. memberikan mandat kepada beliau untuk menyampaikan pesan buat Ayatullah Milani dan segenap ulama di propinsi Khurasan berkenaan dengan agenda dakwah para ruhaniawan pada bulan Muharram untuk memporak-porandakan sistem politik rezim Pahlevi sebagai antek-antek Amerika dan menjelaskan situasi terakhir Iran dan segala kejadian yang terjadi di kota suci Qom.

Akhirnya, beliau pun berhasil melaksanakan mandat tersebut dengan baik. Kemudian beliau bertolak menuju kota Birjan untuk bertabligh. Di sana beliau menyampaikan pesan-pesan Imam Khomeini kepada masyarakat setempat untuk menentang sistem politik rezim Pahlevi dukungan Amerika.

Pada hari ke-9 bulan Muharram (taun 1964), beliau ditahan dan setelah satu malam mendekam di dalam sel, beliaudibebaskan dengan syarat tidak boleh naik mimbar lagi dan terus diawasi.

Setelah peristiwa berdarah 15 khurdad (di Qom), beliau ditangkap kembali dan dibawa dari Birjan ke Masyhad lalu diserahkan ke tahanan militer setempat, dan di situ beliau merasakan berbagai bentuk penyiksaan dan gangguan yang amat menyakitkan. (Khaterat wa hekayatha jilid 1 hal 21-23)

Penangkapan Kedua

Di tahun 1966 bertepatan dengan Ramadhan 1383, Ayatullah Khamenei beserta beberapa rekan beliau sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, beranjak menuju kota Kerman selama 2 atau 3 hari. Di sana beliau melaksanakan berbagai kegiatan, seperti ceramah di berbagai mimbar dan berjumpa dengan para ulama dan pelajar setempat. Kemudian, beliau beserta rekan-rekan beranjak menuju kota Zahedan. Di sana ceramah-ceramah beliau yang membangkitkan dan mengobarkan semangat –khususnya yang terjadi pada tanggal 6 Bahman di hari peringatan pemilu dan referendum bikinan Syah Iran- sangat mendapat perhatian khusus masyarakat. Dan pada tanggal 15 Ramadhan bertepatan dengan hari lahirnya Imam Hasan Al-Murtadha a.s., keberanian beliau untuk terang-terangan mengkritik dan mengecam sistem politik rezim Syah sampai pada puncaknya yang menyebabkan pada malam harinya beliau ditangkap oleh dinas intelejen rezim Syah (Savak), lantas dibawa ke Teheran dengan memakai pesawat terbang. Di sana beliau disekap dalam sel konsentrasi di penjara "Kazal Kaleh" selama 2 bulan. Berbagai hinaan dan siksaan beliau rasakan di sel tersebut.

Penangkapan ketiga dan keempat

Berbagai kelas di bidang tafsir, hadis dan ilmu-ilmu keislaman yang lain beliau bentuk di Tehran dan Masyhad dengan disambut dan dihadiri oleh banyak sekali kalangan muda berjiwa revolusioner yang menjadikan kemarahan dinas intelejen Savak, sehingga beliau terus menerus diintai dan dimata-matai (Harian "Ittela'at" no 30387 tertanggal 17-10-1373 HS). Mengetahui hal tersebut, maka pada tahun 1967, beliau tinggal secara diam-diam di kota Tehran. Akan tetapi, setahun kemudian (1968 M), beliau tertangkap lalu dipenjara.

Dikarenakan hal yang sama pula, yaitu melakukan berbagai aktifitas seperti melangsungkan berbagai pertemuan, majlis-majlis ta'lim juga melakukan bermacam-macam kegiatan dalam rangka pencerahan ilmu dan reformasi pemikiran, akhirnya beliau ditankap dan dipenjara kembali. Hal tersebut terjadi pada tahun 1971.

Penangkapan kelima

Bekenaan dengan penangkapan kelima, marilah kita simak tulisan beliau sendiri berkenaan hal itu:

Dari sejak tahun 1970 telah ditengarai adanya gerakan bersenjata bawah tanah. Para petugas keamanan rezim - dengan berbagai bukti - tidak ragu lagi akan keterlibatan saya dalam gerakan tersebut. Akhirnya pada tahun 1972 saya dijebloskan kembali ke penjara. Di dalam penjara kali ini betul-betul tampak dengan jelas perlakuan para savak terhadap para tapol di penjara Askara, khususnya setelah mereka melihat adanya hubungan yang jelas dan tidak dapat dipisahkan antara gerakan bersenjata dengan pusat-pusat pencerahan pemikiran dan da'wah Islam, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan pengajian saya di Masyhad dan Teheran. Namun setelah saya dibebaskan pengajian tafsir dan ideologi yang dolakukan dengan sembunyi-sembunyi bertambah besar dan banyak pengikutnya. (Harian "Ettela'at" tertanggal 17-10-1373 HS).

Penangkapan keenam

Diantara tahun 1972-1975 pengajian Tafsir dan Ideologi di Masyhad dilakukan di tiga tempat; Mesjid Karamat, Mesjid Imam Hasan dan Mesjid Mirza Ja'far dan dihadiri oleh ribuan orang yang haus akan ceramah beliau, khususnya dari kalangan pemuda dan pelajar yang tercerahkan dan revolosioner. Begitu juga pengajian Nahjul Balaghagah beliau mendapatkan sambutan yang luar biasa, bahkan dibukukan dalam sebuah diktat dengan judul "pancaran cahaya Nahjul Balaghah" Para pemuda dan pelajar yang hadir memperbanyak diktat tersebut dan membawanya ke berbagai desa dekat dan jauh untuk disampaikan kepada masyarakat, sehingga mereka tercerahkan dengan pemikiran-pemikiran penting Nahjul Balaghah dan akhirnya menjadikan mereka siap untuk melaksanakan sebuah revolusi islam yang besar.

Oleh karena itulah pada bulan Januari 1975 datanglah beberapa personal savak ke rumah beliau di Masyhad. Dengan kejam mereka menggerebek rumah, menangkap beliau dan menyita banyak tulisan dan diktat-diktat beliau.

Ini merupakan penangkapan yang keenam, dan sekaligus merupakan masa-masa sulit, penuh kekejaman dan penyiksaan yang beliau hadapi selama satu tahun di dalam sel penjara, sehingga tak seorang pun kata beliau akan memahami dahsyatnya penyikasaan, kecuali melihat dengan kepala mata sendiri.

Setelah dibebaskan beliau kembali ke Msyhad dan melanjutkan pengajian dan kegiatan keagamaan dan revolusioner seperti biasanya, namun pengajian terbuka dan besar sudah tidak lagi dapat dilakukan.

Masa Pengasingan

Rezim Pahlevi pada akhir tahun 1977 menangkap kembali beliau dan mengasingkannya ke kota Iransyahr selama tiga tahun, namun pada pertengahan tahun 1978 perlawanan rakyat revolusioner Iran mencapai puncaknya, maka beliau akhirnya dibebaskan dan kembali ke Masyhad bergabung di garis depan dengan para pejuang lainnya melawan para personal savak. Dan akhirnya dicapailah hasil manisnya perjuangan yang penuh dengan penyiksaan, rasa pahit dan melelahkan selama lima belas tahun tersebut dengan kemenangan revolusi Islam dan jatuhnya pemerintahan rezim Pahlevi yang diktator, serta berdirinya pemerintahan Islam.

Di Ambang Kemenangan

Di ambang kemenangan revolusi Islam, sebelum kembalinya Imam Khomeini dari Paris ke Teheran, beliau ikut serta dalam pendirian Syura iy inqilab Islamiy (komite revokusi Islam) atas perintah Imam Khomeini bersama Syahid Muthahhari, Syahid Behesyti, Hasyemi Rafsanjani dan Musawi Ardabeliy. Pesan khusus Imam Khomeini kepada beliau disampaikan oleh syahid Muthahhari, dan setelah beliau terima, beliau langsung meninggalkan Masyhad menuju Teheran.

Pasca Revolusi

Ayatullah Khamenei setelah revolusi Islam seperti sebelumnya dengan penuh semangat dan kegigihan yang tidak ada bandingannya, beliau terjun dalam kegiatan-kegiatan penting keislaman dalam rangka mendekatkan pada tujuan-tujuan revolusi.

Dalam tulisan yang singkat ini akan disebutkan beberapa kegiatan dan tugas penting yang beliau emban, al:

  • Peletak azaz Partai Republik Islam (Hezbe Jumhury Islamiy) dengan bekerjasama dengan orang-orang yang satu visi dengan beliau, seperti syahid Behesyti, Syahid bahonar, Musawi Ardabeliy dan Hasyemi Rafsanjani pada tahun 1980 M.
  • Deputi pertahanan pada tahun 1980 M.
  • Pembina angkatan bersenjata pengawal revolusi (pasdar) tahun 1980 M.
  • Imam dan Khotib Jumat tahun 1980 M.
  • Wakil Imam Khomeini (ra) pada komite tinggi pertahana (syuraye ‘ali difa’) pada tahun 1981 M.
  • Wakil Imam Khomeini untuk propinsi Sistan Balucistan dan berhasil menyelesaikan berbagai konflik dan problema politik pada Maret 1980 M.
  • Wakil legislatif kota Teheran di majlis pada tahun 1980 M.
  • Ikut hadir dengan pakaian militer dalam pertemouran yang dipaksakan terhadap Iran pada tahun 1981 M melawan agresor Iraq yang didukung oleh super power AS dan US saat itu.
  • Usaha teror yang tidak berhasil oleh para munafiqin pada bulan Juli 1982 M di Mesjid Abu Dzar, Teheran.
  • Presiden Republik Islam Iran setelah terbunuhny Syahid Muhammad Ali Raja iy, presiden ke dua Iran, pada September 1981 M dengan keberhasilan meraih lebih dari 16 juta suara dan dengan pengsahan Imam Khomeini. Kemudian pada tahun 1985 M beliau terpilih lagi untuk masa jabatan samapai tahun 1989 M.
  • Ketua komite revolusi kebudayaan (Syura ye Inqilabe Farhan qi) pada tahun 1981 M.
  • Ketua badan konsultan pemimpin spiritual tertinggi (Majma’ Tasykhisy Mashlahat) pada tahun 1982 M.
  • Sejak tanggal 4 Juni 1989 M, pasca wafat Imam Khomeini, beliau dipilih oleh majlis para pakar (Majlis Khubregon) sebagai pemimpin spiritual tertinggi dan wali amril muslimin.
  • Hasil Karya
  • Karangan dan tahqiq:
  • 1.Pemikiran Islam dalam Al Quran secara global. (Tharhe Kulliy Andisyi ye Islamiy Dar Qur an)

    2.Sholat (Az Zhirfa ye Namaz)

    3.Makalah dalam bab kesabaran (Guftare Dar Shabr)

    4.Empat kitab standar dalam ilmu Rijal (Chor Kitab Ashliy Dar Ilmi Rijal)

    5.Wilayah (Wilayat)

    6.Catatan historis dan masakini hauzah ilmiyah Masyhad (Guzaresyi Az sabeqeye Tarikhiy Wa Awdha’i Kununiy Hauzeye IlMiye Masyhad)

    7.Pemimpin yang benar (Pisywaye Shadeq)

    8.Persatuan dan partai (Wahdat Wa Tahazzub)

    9.Seni dalam pandangan Ayatullah Khamenei (Hunar Az Didgohe Ayatullah Khamenei)

    10. Pemahaman yang benar terhadap agama (Durust Fahmidani Dien)

  • Terjemahan:
  • 1.Perdamaian Imam Hasan oleh Radhiy Al Yasin (Shulhul Imam Hasan)

    2.Masa depan dalam pandangan Islam oleh Sayyid Quthub (Oyandeh dar Qalam Ruwe Islam)

    3.Muslimin dalam kebangkitan pembebasan India, oleh Abd. Mun’im Namiriy Nashriy (Musalman Dar Nehdzate Azadiy Hindustan)

    4.(Iddi’a Nameh ‘Alayhi Tamaddune Gharb)

    5. dll.

    Menunaikan Shalat Di Awal Waktu


    Ketika Imam Ali bin Abi Thalib as sedang berhadapan dengan pasukkan Muawiyah di Perang Shiffin, beliau as menerawang kelangit untuk mencari tahu, adakah waktu untuk shalat sudah tiba.

    Ibnu Abbas berkata, "Wahai Imam Ali apa yang anda lakukan?" Beliau as berkata, "Aku menantikan tenggelamnya matahari unutk melaksanakan shalat."

    Ibnu Abbas berkata, "Meskipun kita berada di tengah-tengah pertempuran sengit, adakah kita wajib mendirikan shalat pada awal waktu?"

    Imam Ali as menjawab, "Kita berperang dengan Muawiyah karena apa? Sebabnya tiada lain karena shalat. Dan bukankah karena itu kita berperang? Sudah tentu sholat yang benar dan di terima di sisi ALLAH adalah shalat yang disertai wilayah (menerima dan mengakui kepemimpinan yang sah), bukan shalatnya Muawiyah dan Amru bin Ash."

    Hikmah kisah ini adalah : Janganlah kita katakan kepada shalat, "Aku sedang sibuk," tetapi katakanlah kepada kesibukkan kita, "Waktu shalat telah tiba!" Kepada Muhammad bin Abu Bakar, Imam Ali bin Abi Thalib as berpesan, "Jagalah shalat pada awal waktu, tunaikanlah pada waktunya. Janganlah memajukkan waktu shalat karena engkau sedang menganggur. Dan jangan menundanyab karena engkau sedang sibuk"

    ALLAHUmma Sholli 'ala Muhammadin Nabiyyi wa 'ala Dzurriyatihi wa 'ala Ahli Baytihi...

    Rintihan dan Ratapan bangsa Jin untuk Al-Husain Cucu Nabi Saww

    Rintihan dan Ratapan Bangsa Jin untuk Al-Husain Cucu Nabi Saww

    Ketika Al-Husain as. terbunuh, banyak orang yang mendengar suara rintihan dan ratapan bangsa Jin untuk Al-Husain as. Mereka berkata:

    Wahai mata, lakukanlah dengan baik tugasmu

    Siapa lagi yang kan menangisi syuhada setelahku

    Tangisilah mereka yang berjalan digiring kematian

    Menuju negeri kekuasaan anak bekas budak belian

    Wahai kalian yang telah membantai Al-Husain

    Bersiaplah menerima azab dan balasan

    Seluruh penghuni langit mengutuk kalian

    Juga para nabi, utusan Allah dan bani insan

    Kalian dikutuk lewat lisan putra Daud, Sulaiman

    Juga Musa dan Isa, pembawa injil Tuhan

    Wanita mulia bangsa Jin menangis sedih

    Pukuli pipi yang bak keping emas nan bersih

    Berpakaian kumal warna hitam, matapun letih

    Aku bersedih meratapi Al-Husain

    Sungguh Al-Husain seorang pahlawan

    Demi Allah, aku datang kepada kalian setelah melihat dia

    Di tepi Furat, pipinya berdebu dan luka leher menganga

    Di sekitarnya, jasad-jasad muda dengan leher terluka

    Mereka bak pelita, mengusir gulita dengan cahaya

    Al-Husain bagaikan pelita penerang segala

    Allahlah saksinya bahwa aku tak berdusta

    Al-Husain tewas di negeri orang, sebatang kara

    Dengan rasa dahaga yang mencekik jiwanya

    Nabi sering mengusap dahinya

    Dari pipinya memancar cahaya

    Orang tuanya pembesar Quraisy

    Kakeknya, sebaik-baik orang tua

    Mereka membantaimu, wahai putra Rasul

    Tempat mereka adalah neraka selamanya

    Karena menyembelih unta, kaum Tsamud binasa

    Petaka tanpa bahagia adalah akhir nasib mereka

    Kehormatan cucu Rasulullah tentu lebih utama

    dan lebih agung dari hanya seekor induk unta

    Sangatlah mengherankan mereka tidak berubah rupa

    Mungkin Allah menangguhkan azab para durjana

    peristiwa ini tertulis di kitab2 ahlu as-Sunnah berikut ini ….

    Al-Mu’jamu Al-Kabir hal. 147, Dzakhairu Al-’Uqba hal. 150, Tarikhu Al-Islam 2 hal. 349, Asma’ Al-Rijal 2 hal. 141, Siyaru A’lami Al-Nubala’ 3 hal. 214, Akamu Al-Marjan hal. 147, Nadzmu Durari Al-Simthain hal. 217, 223, dan 224, Al-Ishabah 1 hal. 334, Majma’u Al-Zawaid 9 hal. 199, Al-Bidayah wa Al-Nihayah 6 hal. 231, 8 hal. 197 dan 200, Tarikhu Al-Khulafa’ hal. 80, Al-Shawaiqu Al-Mughriqah hal. 194, Wasilatu Al-Maal hal. 197, Mifathu Al-Naja hal. 144, Yanabi’u Al-Mawaddah hal. 320, 323, 351, dan 352, Al-Syarafu Al-Muabbad hal. 68, Kifayatu Al-Thalib hal. 294 dan 295, Al-Maqtal 2 hal. 126, 127, Muhadharatu Al-Abrar 2 hal. 160, Tarikhu Al-Umami wa Al-Muluk 4 hal ; 357, Al-Kamil fi Al-Tarikh 3 hal. 301, Tahdzibu Al-Tahdzib 2 hal. 353, Al-Bad’u wa Al-Tarikh 6 hal. 10, Akhbaru Al-Duwal hal. 109, Nuuru Al-Qabas Al-Mukhtashar min Al-Muqtabas hal. 263, Taj Al-’Arus 3 hal. 196 dan Ihqaqu Al-Haq 11 hal. 570-589.

    Sunday, May 13, 2007

    Hafiz termuda di Iran




    Doktor Sayid Muhammad Husein Thabathaba’i‘Alamulhuda

    Anak termuda yang hafal seluruh Al Quran, penerjemah Al Quran termuda dan pelajar Hauzah Ilmiah Qom yang paling belia. Anak pertama yang mampu menyampaikan semua keinginan dan percakapannya sehari-hari dengan menggunakan ayat-ayat suci Al Quran. Anak pertama yang berhasil menghafal seluruh Al Quran dengan kaedah isyarat.
    Anak pertama yang mampu dengan mudah menghubungkan satu ayat dengan lainnya dan menafsirkan ayat Al Quran dengan cara itu. Anak pertama yang dapat menjawab semua pertanyaan dengan menggunakan ayat-ayat suci Al Quran.
    Anak pertama dari negeri Iran yang berhasil memperoleh gelaran Doktor kehormatan dari salah satu universiti barat di usianya yang ketujuh.
    Universiti Islam Hijaz
    Dengan ini dinyatakan bahwa Sayyid Muhammad Husein Thabathaba’itelah lulus dalam ujian “Ilmu Menghafal Al Quranul Karim” yang diselenggarakan oleh kumpulan Penguji Universiti Islam Hijaz. Karena itu ia dinyatakan berhak untuk meraih gelaran doktor kehormatan.
    21 Syawal 1418 - 19 Februari 1998
    Allamah Pir Faidh Al-Aqtab Shiddiqi
    Pakar Hukum, Pejabat Kehakiman dan Rektor Universiti

    AHMAD FAKHRA’I
    Dia lahir pada tahun 1992 di kota suci Qom, Iran di tengah keluarga yang agamwan. Saat berusia empat tahun, ia mulai menghafal Al Quran dan menyelesaikan pakej belajar menghafal Al Quran saat ia menginjak usia tujuh tahun. Selain mampu menjawab soal-soal yang berkaitan dengan Al Quran, ia juga menguasai ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum Islam. Setiap masalah feqah yang ditanyakan kepadanya, ia akan menjawabnya dengan membacakan ayat yang berhubungan dengan hukum tersebut. Kini ia aktif belajar bahasa Arab dan bahasa Inggeris.

    ALI RIDHA RIDHA-ZADEH
    Ia lahir pada tanggal 17 Juni 1991 M. di kota Qom, dan mulai menghafal Al Quran sejak berusia lima setengah tahun. Saat menginjak usia tujuh tahun, ia berhasil menghafal seluruh Al Quran. Kini, selain mengikuti pelajaran-pelajaran hauzah, ia juga belajar di sekolah dasar dan duduk di kelas darjah satu.


    Berkenalan dengan keluarga Waziri
    1. Kehormat Ali Waziri.
    Ia adalah seorang sarjana hukum lulusan universitas Karachi, Pakistan dan pelajar Hauzah Ilmiah Qom, hafal seluruh Al Quran, Nahjul Balaghah, Shahifah Sajjadiyah dan 72 nama kitab hadis serta riwayat Islam.
    2. Isteri Waziri.
    Ia hafal seluruh Al Quran, Nahjul Balaghah, Shahīfah Sajjādiyah, Ushūlul Kāfi dan 72 nama kitab hadis dan riwayat Islam.
    3. Muhammad Shadiq Waziri.
    Ia lahir pada tahun 1986 M., pada usia 7 tahun mulai menghafal Al Quran dan sekarang, dalam usia 12 tahun, ia telah menghafal seluruh Al-Qur’an bersama 72 nama kitab secara tematik beserta halaman, spesifikasi dan terjemahnya.
    Dia mampu membaca Al Quran (tanpa melihat) dengan 72 macam cara bacaan, menjelaskan nombor ayat-ayat, halaman, juz, spesifikasi surah, tempat turunnya ayat atau surah, jumlah kalimat, i’rab surah, membaca surah dari ayat terakhir sampai yang pertama setiap surah, begitu juga setiap halaman ia dapat membaca dengan hafalan dari garis atas sampai bawah dan sebaliknya. Lebih dari itu, ia dapat menyebutkan kata-kata Al Quran dalam setiap halaman secara menyilang, melintang dan menegak.
    Selain itu ia juga bisa menerjemahkan Al Quran, menggabung lebih dari seribu tema Qur`ani dengan 72 judul kitab hadis seperti Nahjul Balāghah, Ushūlul Kāfi dan lain-lain beserta sanadnya. Kesemua ini merupakan kelebihan yang dimilki oleh Muhammad Shadiq Waziri (12 tahun).
    Sebagaimana ia mampu membawakan 90 cerita Al Quran dengan menyebutkan pelajaran yang dikandungnya, berdasarkan ayat-ayat yang berhubungan dengan para imam a.s., akhlak, anggota badan, peperangan, pekerjaan, binatang, dan lain-lain di luar kepala lengkap dengan menyebutkan nombor ayat dan surah beserta terjemahnnya.
    Ia juga mampu menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan Al Quran hanya dengan isyarat tangan, mengeluarkan suara dengan ketukan jari, meraba, atau dengan isyarat mata. Begitu juga menjelaskan percakapan sehari-hari dengan orang-orang sekitarnya dengan menggunakan ayat dan hadis, disertai dengan menyebutkan sanad dan kitab rujukan beserta halamannya.

    4. Fathimah Waziri.
    Ia lahir pada tahun 1993 M. Ia mulai menghafal Al Quran pada usia 2.5 tahun. Di usianya yang ke-4, ia telah menghafal 5 juz pilihan Al Quran, nama 14 ma’shum, khotbah Sayidah Fathimah Az-Zahra a.s., beberapa do’a, serta beberapa hadis.

    5. Zahra Waziri.
    Ia lahir pada tahun 1989 M. Ia berhasil menghafal seluruh Al Quran, Nahjul Balāghah dan 72 nama kitab hadis. Lewat hafalannya itu, ia mampu membaca Al Quran dengan 72 cara, antara lain; menyebutkan nomor ayat, halaman, juz, spesifikasi surah tersebut, tempat turunnya ayat atau surah, jumlah kalimat, i’rab surah, membaca ayat terakhir sampai ayat pertama surah. Begitu juga, pada setiap halaman ia dapat membaca dengan hafalan dari garis atas sampai bawah dan sebaliknya. Lebih dari itu, ia dapat menyebutkan kata-kata Al Quran dalam setiap halaman secara menyilang, mendatar dan menegak., semua itu dilengkapi dengan penerjemahan ayat, dan menyesuaikan lebih dari seribu tema Al Quran dengan 72 judul buku/kitab hadis seperti Nahjul Balāghah, Ushūlul Kāfi dan … lengkap dengan menyebutkan sanad dan kitab rujukan beserta halamannya.
    Sebagaimana ia juga mampu membawakan 90 cerita Al Quran serta pelajaran yang dikandungnya dengan bersandarkan pada ayat-ayat yang berkaitan dengan para imam a.s., akhlak, anggota badan, peperangan, pekerjaan, binatang dan lain sebagainya yang ada di dalam Al Quran, lengkap dengan nombor ayat dan surah beserta terjemahannya, di luar kepala.
    Ia juga mampu menjawab berbagai pertanyaan yang ada kaitannya dengan Al Quran hanya dengan isyarat tangan, ketukan jari, rabaan atau dengan isyarat mata. Lebih dari itu ia mampu menjelaskan percakapan sehari-harinya dengan orang-orang sekitarnya melalui ayat dan riwayat dengan menunjukkan kitab sanad dan rujukan beserta halamannya.


    MUHAMMAD JAWAD HAIDARI
    Anak berkewarganegaraan Tajikistan ini, telah tinggal di Iran bersama keluarganya sejak beberapa tahun yang lalu. Ia mulai menghafalkan Al Quran sejak berusia enam tahun. Satu setengah tahun kemudian ia berhasil menghafal seluruh Al Quran. Bila mendengar sebuah ayat, ia dapat menjawab semua hal yang berhubungan dengan ayat tersebut. Kini dia menekuni pelajaran hauzah.
    KARBALA`I KAZHIM
    Ia lahir di sebuah keluarga biasa sekitar tahun 1300 H. di desa Sarouk. Ayahnya bernama Abdul Wahab dan ibunya bernama Khanum.
    Kisah menakjubkan yang ia alami sehingga ia bisa menghafal seluruh Al Quran sebenarnya terjadi saat ia masih remaja. Namun, karena takut mu’jizat tersebut hilang darinya, ia tidak menceritakan peristiwa anehnya itu kepada siapa pun sampai ia berumur 50 tahun. Setelah para kerabat dan orang-orang sekitarnya mendengar penuturan kisah itu darinya, mu’jizat itu menjadi buah bibir semua orang.
    Bagaimana Ia Menghafal Al Quran? Sebagaimana biasa, Muhammad Kazhim Karimi Sarouki yang tengah berada di ladangnya yang terletak diluar desa, sedang memisah-misahkan biji-biji gandum dari tangkainya. Lalu ia mengambil sedikit dari biji-biji gandum tersebut dan mengemas tangkainya untuk makanan kambing-kambingnya. Setelah selesai, ia pun pulang kembali ke desa agar dapat menghadiahkan gandum tersebut pada seorang kenalan miskinnya yang sangat memerlukan, dan memberikan tangkai-tangkai gandum itu untuk kambing-kambingnya. Di tengah jalan, dengan maksud untuk sedikit melepas lelah, ia duduk bersandar di salah satu tiang bangunan makam salah seorang keturunan Rasulullah SAWW di dekat desanya. Sekonyong-konyong pandangannya jatuh pada dua orang sayid (keturunan Nabi SAWW) yang mengenakan pakaian bersih dan rapi sedang menuju ke arahnya. Sepertinya mereka berdua menyapanya dan memberi salam seraya berkata: “Muhammad Kazhim, apakah engkau tidak ingin bersama kita pergi berziarah atau membaca surah Al-Fatihah untuk cucu Rasulullah SAWW ini?”
    Muhammad Kadzim menjawab, “ Saya tadi sudah berziarah dan sudah membaca Al-Fatihah, sekarang saya ingin pulang ke rumah.”
    Dua orang tersebut berkata lagi, “Sudahlah, mari pergi bersama kami berziarah atau membaca surah Al-Fatihah untuknya”.
    Muhammad Kazhim mengikuti langkah mereka menuju makamnya dan secara tertib mereka berziarah ke makam pertama lalu memasuki makam kedua. Di sana mereka membaca surah Al-Fatihah.
    Muhammad Kazhim diam berdiri dengan tenang dan mendengarkan bacaan mereka. Tiba-tiba di sekitar atap makam cucu Rasulullah SAWW itu, ia melihat kalimat-kalimat tertulis dan bersinar dengan terangnya. Saat itulah salah satu dari dua orang tersebut berbalik melihat ke arah Muhammad Kazhim dan berkata “Muhammad Kazhim, mengapa engkau tidak mengucapkan sesuatu?” Muhammad Kazhim menjawab, “Saya tidak pernah sekolah dan buta huruf.“
    Pemuda tak dikenal tersebut berkata lagi, “Tapi kau bisa membaca.”
    Saat itulah pemuda tersebut meletakkan tangannya di dada Muhammad Kazhim seraya berkata: “Sekarang, bacalah!”
    Karbala`i Kazhim bertanya, “Apa yang harus saya baca?"
    Pemuda tersebut berkata: “Bacalah seperti ini: (surah Al-A'raf : 53-59).
    Setelah selesai membaca ayat Al Quran tersebut, Karbala`i Kazhim membalikkan badannya untuk berbicara atau menanyakan sesuatu kepada pemuda tadi. Ia sadar bahwa tidak seorang pun ada di sekitarnya. Ia sendirian berdiri di dalam makam, dan tulisan di sekitar atap juga tidak ada. Atap terlihat gelap dan dua pemuda tak di kenal tadi tak terlihat lagi. Sadar akan hal ini, Karbala`i Kazhim jatuh pingsan di atas lantai. Setelah sadar kembali, ia mengucapkan kalimat-kalimat yang telah ia hafalkan yang sesungguhnya adalah ayat-ayat Al Quran.
    Karbala`i Kazhim sendiri tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Ia pergi menemui Shabir, seorang alim dan imam shalat jama’ah di daerah tersebut dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah menguji Muhammad Kazhim, Shabir yakin bahwa ia telah hafal seluruh Al Quran. Lalu kepada orang-orang yang hadir ia berkata, “Benar apa dikatakan oleh Muhammad Kazhim. Ketahuilah bahwa ia mendapat perhatian khusus Imam Mahdi!” Mendengar hal itu, orang-orang yang berada di masjid serentak menyerbu Muhammad Kazhim dan menarik baju yang ia kenakan. Sobekan baju Muhammad Kazhim diperebutkan karena dipercayai mengandung berkah. Kisah ini perlahan-lahan menyebar dan menjadi buah bibir masyarakat.
    Pengakuan Maraji’ akan kebenaran kisah ini1.Tulisan tangan Almarhum Ayatullah Sayid Muhammad Hadi Milani. Ghallehzary yang telah mengetahui bahwa Karbala`i Kazhim ketika di Karbala sering bertemu Ayatullah Milani, menulis surat kepada Ayatullah Milani untuk menanyakan pendapat beliau tentang Karbala`i Kazhim. Dalam jawabannya beliau menulis:

    Bismillahirrahmanirrahim
    Saya dalam banyak pertemuan di Najaf dan Karbala` yang dihadiri oleh beberapa ulama` dan masyarakat dari pelbagai kalangan, melihatnya diuji kemampuannya dengan banyak cara dan dari berbagai segi. Hasil yang kami dapatkan, penguasaannya atas ayat dan kata-kata suci Al Quran adalah sesuatu yang luar biasa dan anugerah ilahiah. Dan setiap orang yang berhubungan dengannya dan tahu akan keadaannya sehari-hari serta menguji kemampuannya dalam menghafal segala permasalahan, akan menyadari bahwa kemampuannya menguasai seluruh kekhususan Al Quran merupakan keramat yang luar biasa.
    Al-Ahqar Muhammad Hadi Huseini Milani
    2.Allamah Amini (pengarang kitab Al-Ghadīr)
    Karbala`i Kazhim di Najaf pernah bertemu dengan Allamah Amini. Di sela-sela perbincangan, Allamah Amini mengajukan berbagai pertanyaan kepada Karbala`i Kazhim dan berkata: “Karbala`i Kazhim, kalimat riba berapa kali disebutkan dalam Al Quran dan di surah apa?”
    “Disebutkan dalam tujuh surah; lima kali disebutkan dalam surah Al-Baqarah, satu kali dalam surah Aali Imran dan satu kali lagi dalam surah An-Nisa`”, jawabnya.
    3.Almarhum Ayatullah Sayid Abdullah Syirazi
    Atas undangan Almarhum Syeikh Abbas Ali Islami, Ketua Organisasi Ta’limat-e Eslami di kota Malayir, Karbala`i Kazhim pergi menuju Kermansyah. Di sana, banyak masyarakat yang menghadiri majlis dan acara-acara agamis yang dihadiri oleh Karbala`i Kazhim. Mereka mengajukan bermacam-macam pertanyaan. Setelah melihat keberhasilannya menjawab semua pertanyaan, Ayatullah Syirazi membawa serta Karbala`i Kazhim ke Najaf Asyraf dan selama dua bulan beliau menjamu Karbala`i Kazhim di rumahnya sendiri. Ayatullah Syirazi memperkenalkan Karbala`i Kazhim kepada para marja’, ulama, pelajar agama dan khalayak ramai di masjid-masjid dan majlis-majlis. Pada suatu hari, di rumah kediaman Ayatullah Syirazi, satu kesalahan dalam kitab Mughnil Labib diungkapkan oleh Karbala`i Kazhim.
    Perlu diingat bahwa kitab Mughnil Labib selama berabad-abad telah menjadi kitab pelajaran di hauzah. Sang pengarang kitab tersebut, Ibnu Hisyam, membawakan satu ayat dengan sedikit kesalahan, dan sampai saat itu tak seorang pun tahu bahwa terdapat kesalahan pada ayat tersebut. Dan ketika Karbala`i Kazhim melihat kitab tersebut, ia berkata: “Ayat ini salah, yang seharusnya huruf 'fa`' ditulis dengan 'waw', atau sebaliknya”.

    5. Pertemuan dengan para marja’ taqlid di Qom
    Karbala`i Kazhim telah berkali-kali datang ke Qom - atau jika kita katakan dengan sebenarnya, didatangkan ke kota Qom -. Di kota ilmu dan ulama ini, Karbal`i Kazhim bertemu dengan para ulama. Bahkan dapat dikatakan bahwa tak satu orang pun di kota Qom yang belum pernah melihat Karbala`i Kazhim atau mendengar sifat-sifatnya.
    Karbala`i Kazhim di Qom merasa tenang karena ia lebih banyak menghabiskan waktunya di Madrasah Faiziyah dan setiap hari mendapat undangan dari salah satu pelajar di sana yang pada setiap majlis atau acara banyak orang yang ingin melihatnya dari dekat serta menanyakan berbagai permasalahan tentang Al Quran. Antara lain, tentang kekhususan ayat, jumlah kalimat, jumlah huruf dalam Al Quran, ayat mana yang banyak menggunakan huruf ‘mim’, ayat mana yang banyak menggunakan huruf ‘qaf’, kalimat 'hikmah' berapa kali disebut dalam Al Quran, tentang nama-nama surah yang mana Karbala`i Kazhim mengenal nama-nama tersebut dengan/lewat kalimat pertama, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang diutarakan dalam pertemuan mereka dengannya. Sayangnya, ia sangat cepat sekali menjawab hingga sangat sulit untuk menulis jawabannya dan kebanyakan tidak ada yang memanfaatkan kemampuannya itu dalam hal-hal ilmu pengetahuan (sains).
    Yang terpenting adalah ia telah bertemu dengan banyak ulama dan pembesar kota Qom. Antara lain, Sayid Ahmad Zanjani, Ayatullah Sayid Syihabuddin Najafi Mar’asyi, Ayatullah Sayid Muhammad Hujjat Kuhkamarei, Almarhum Sayid Shadruddin Shadr dan Ayatullah Sayid Husein Burujerdi Thabathaba’i. Dalam setiap pertemuannya, banyak pembicaraan atau pun cerita yang kita temukan. Salah satunya adalah Ayatullah Zanjani mengibaratkan Karbala`i Kazhim sebagai pengungkap ayat Al Quran yang hidup dan berjalan, dan Ayatullah Shadr berkata: “Amalan apa kiranya yang pernah dilakukan oleh seorang petani ini sehingga membuat Allah SWT memperhatikannya seperti ini?”.



    6. Karbala`i Kazhim bersama Almarhum Ayatullah Burujerdi
    Pada tahun 1951, Sayid Isma’il Alawi membawa Karbala`i Kazhim dari Malayir atau Tuisarkan ke kota Qom dan selanjutnya ke kediaman Ayatullah Burujerdi. Pada saat itu orang sudah banyak mendengar cerita tentangnya. Banyak cerita mengenai pertemuannya dengan Ayatullah Burujerdi. Di sini kami menukilkan cerita yang keluar dari mulut Karbala`i Kazhim sendiri yang ia ceritakan untuk Ghalehzari.
    Karbala`i Kazhim dengan bahasa kampungnya berkata: “Saya di rumah beliau (Ayatullah Burujerdi) membaca Al Quran pelan-pelan. Saya melihat orang-orang yang mempunyai urusan dengan Ayatullah Burujerdi duduk menganggur. Saya berkata: “Mengapa kalian duduk diam saja? Paling tidak, sampai beliau datang bacalah Al Quran”. Tapi mereka tetap saja diam. Saya sendiri membaca Al Quran. Ketika melihat saya membaca Al Quran, mereka bertanya: “Bagaimana Anda mampu menghafal ayat-ayat tersebut?”. Saya menjawab, “saya tidak belajar akan tetapi saya diberi anugrah begitu saja”.
    Mereka berkata: “Apakah Anda Karbala`i Kazhim itu?” Saya jawab: “Ya”. Lalu mereka pergi dan mengatakan hal ini pada Ayatullah Burujerdi. Tak lama kemudian Ayatullah Burujerdi datang, dan setelah menanyakan keadaan masing-masing hadirin, beliau membuka satu halaman Al Quran dan berkata: Bacalah kelanjutan dari ayat ini: "Idz ya'idukum ihdat thā`ifatain...". Dan setelah beliau menutup kembali Al Quran tadi, lalu saya membaca kelanjutan ayat tersebut dan saya berkata: "Pada awal ayat tadi ada huruf ‘waw’ yang tidak Anda baca. Ayat yang sebenarnya adalah: "wa idz ya'idukum".
    Beliau tersenyum. Adapun orang yang hadir disana menatap saya dengan tajam dan mereka berkata: “Beliau betul membacanya”. Saya berkata: “Ambillah Al Quran ini dan carilah”. Mareka membuka Al Quran, tapi tidak berhasil menemukan ayat tersebut. Akhirnya saya berkata: “Saya yang akan mencarikannya untuk kalian”.
    Saya ambil kembali Al Quran tersebut dan saya tunjukkan ayat itu kepada mereka dalam surah Al-Anfal. Mereka menyaksikan ayat tersebut seperti apa yang telah saya katakan.
    Lalu beliau (Ayatullah Burujerdi) membaca ayat lain dan saya meneruskannya dan saya jelaskan ayat itu berada di surah apa dan juz keberapa. Beliau lalu berkata, “Karbala`i Kazhim, majulah engkau kemari! Mari kita berjabat tangan”.
    Saya maju kedepan dan berpelukan dengan beliau. Saya berkata kepada beliau, “Anda telah banyak bertanya kepada saya. Sekarang giliran saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda”. Beliau tersenyum. Para hadirin tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan saya. Lalu Ayatullah berkata: “Silahkan bertanya!”
    Saya berkata: “Surah manakah yang tidak memiliki 7 huruf?” Beliau berfikir sejenak dan berkata: “Saya tidak tahu. Anda sendiri coba katakan pada kami”. Saya berkata: “Surat Al-Fatihah, dikarenakan 7 huruf tersebut ada kaitannya dengan neraka jahanam dan 7 huruf tersebut di buang dari surat Al-Fatihah yang merupakan surah rahmat. Tujuh huruf tersebut adalah tsa`, jim, kha`, zey, syin, zha` dan fa`.
    Lalu Karbala`i Kazhim membaca ayat-ayat yang di dalamnya terdapat 7 huruf tersebut dalam kalimat: Tsubur, Jahannam, Khusran, Zaqqum, Syaqwa, Lazha dan Faza’. Karbala`i Kazhim meneruskan. Ayatullah Burujerdi meminta kertas dan pena lalu memerintahkan sebagian yang hadir untuk menulisnya. Beliau memberi saya 100 tuman (1000 rial), lalu saya minta diri dan keluar.
    Cerita Ayatullah Burujerdi tidak membaca ‘waw’ dan dibenarkan oleh Karbala`i Kazhim telah membangkitkan rasa kehairanan banyak orang saat itu. Khususnya, karena hal ini menyangkut Ayatullah Burujerdi yang dikenal memiliki ketelitian yang luar biasa, baik dalam pekerjaan, membaca surat, atau lainnya. Jika ada orang yang lebih atau kurang menulis satu titik saja, beliau langsung mengingatkannya. Adapun pada hadirin yang memandang tajam pada Karbala`i Kazhim ketika mengatakan bahwa Ayatullah kurang membaca satu huruf adalah merupakan ujian untuknya. Dan Karbala`i dengan mantap mengulangi perkataanya. Senyuman Ayatullah Burujerdi merupakan tanda bahwa beliau tengah menguji ketelitian dan hafalan Karbala`i Kazhim yang luar biasa, dan beliau ingin tahu apakah Karbala`i Kazhim mengetahui maksud beliau itu atau tidak.



    MUHAMMAD BAQIR MANSHURI
    Ia lahir pada tahun 1992 di kota Ahvaz, Iran. Ia mulai menghafal Al Quran saat ia berusia empat tahun dan berhasil menghafal seluruhnya di usia lima setengah tahun. Jika satu ayat dibacakan padanya, ia akan menjawab semua yang berkaitan dengan ayat tersebut. Saat ini dia sedang menekuni pelajaran hauzah.
    MUHAMMAD HUSEIN HAIDARI
    Putra negara Tajikistan ini telah beberapa tahun tinggal bersama keluarganya di Iran. Ia mulai menghafal Al Quran sejak berusia empat setengah tahun. Dan kini, di usianya yang keenam, ia telah menghafal seluruh Al Quran dan dapat melantunkan ayat-ayatnya dengan fasih. Bila dibacakan satu ayat padanya, ia akan menjawab semua hal yang berkaitan dengan ayat tersebut.


    MUHAMMAD SALMAN MA’RUF JAN
    Muhammad Salman Ma’ruf Jan lahir pada tanggal 11 Oktober 1991 M di kota Dusyanbeh, Tajikistan. Ia yang telah hafal seluruh Al Quran, mampu menjawab dengan cepat dan tepat segala hal yang berkaitan dengan ayat-ayat dan surah-surah Al Quran. Kini ia aktif belajar di hauzah Qom, Iran.



    MUNTAZHIR MANSHURI
    Ia dilahirkan pada tanggal 6 Syahriwar 1370 (1991 M.) di kota Ahvaz, Iran. Ia mulai menghafal Al Quran pada usia lima tahun setengah dan menyelesaikannya pada usia tujuh tahun. Jika mendengar sebuah ayat Al Quran, ia dapat menjawab semua hal yang berkaitan dengan ayat tersebut. Saat ini dia aktif mempelajari pelajaran hauzah.



    SAYYID MUJTABA RIDHAWI
    Sayyid Mujtaba Ridhawi lahir pada tanggal 20 April 1989 di kota Qom. Sejak tahun 1998, ia mulai menghafal Al Quran dan berhasil menghafal seluruhnya satu tahun kemudian. Selain Al Quran, ia juga hafal sebagian kitab Nahjul Balaghah, Ushūl Kāfi dan Wasā`ilus Syī’ah.

    Saturday, May 5, 2007


    Oleh: almarhum Pak Ngah Baharudin

    Penyelenggara: Abalfazl

    Pengenalan.

    Pak Ngah Baharudin adalah seorang Syiah yang rajin mengkaji dan menyimpan rujukan beliau dalam bentuk salinan fotokopi. Semasa Almarhum masih hidup saya rasa bertuah kerana sempat bertemu dengannya dan mendapatkan pandangan beliau sendiri tentang Syiah. Hasil kerja beliau ini sangat berguna untuk menjelaskan siapakah Syiah yang sebenar dengan rujukan-rujukan daripada kitab-kitab Ahlussunnah sendiri.

    Menarik di sini selepas meneliti isi kandungannya, saya mulai faham mengapa puak Wahabi tidak berani berdepan dengan Syiah untuk berdialog atau berdebat. Dari sudut yang lain tidak keterlaluan saya mengatakan kalau Wahabi berdebat dengan Syiah jadinya: menang belum pasti, kalah dah tentu. Alhamdulillah, ada saudara kita daripada puak Wahabi mulai insaf setelah membaca 'Sekilas Pandang' ini kerana sedar, selama ini dia ditipu tanpa penjamin.

    Saya juga bersetuju pendekatan antara Mazhab Syiah dan Ahlussunnah yang diusahakan oleh Universiti al-Azhar masih bersinar.


    1. Syiah

    Perkataan Syiah sendiri bermaksud ‘pengikut’ atau ‘golongan’. Hari ini perkataan Syiah banyak difokuskan kepada pengikut Imam Ali bin Abi Talib (a). Antara yang menarik perhatian kita adalah perkataan Syiah itu pernah diabadikan dalam beberapa kitab tafsir antaranya ialah Tafsir Dur Mathur Fi Tafsir Ma’thur, jilid ke-8, halaman 589:





    (dikeluarkan oleh Ibn Adi daripada ibn Abbas yang telah berkata: apabila turunnya ayat {Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itu sebaik-baik makhluk} telah bersabda Rasulullah (s) pada Ali : (( ia adalah kamu dan Syiah kamu di hari kiamat adalah orang yang meredha dan diredhai))

    Dan dinukilkan ibn Mardawiyah daripada Ali yang telah berkata: Telah bersabda Rasulullah (s) untukku: ((tidakkah engkau mendengar firman Allah {Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itu sebaik-baik makhluk} ia adalah kamu dan Syiah kamu, di mana janjiku dan janjimu bertemu di telaga Haudh, jika telah datang kepadamu umat untuk perhitungan, mereka dalam kehilangan panduan lantas memohon pertolongan))

    Fatwa al-Azhar Mesir terhadap Mazhab Syiah dapat dirujuk kembali dalam kebanyakan media cetak pada 6 Julai 1959.

    Pejabat Pusat Universiti Al-Azhar:
    DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
    Teks Fatwa Al-Azhar diterbitkan daripada kewibawaannya
    Shaikh al-Akbar Mahmud Shaltut,
    Dekan al-Azhar Universiti, dalam sahnya mengikuti mazhab Syiah Imamiah

    Pertanyaan:
    Sesungguhnya setengah golongan manusia percaya, bahawa wajib beribadat dan bermuamalat dengan jalan yang sah dan berpegang dengan salah satu daripada mazhab-mazhab yang terkenal dan bukan daripadanya mazhab Syiah Imamiah atau mazhab Syiah Zaidiah. Apakah pendapat tuan bersetuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab Syiah Imamiah al-Istna Ashariyah misalannya?

    Jawabnya:

    1) Sesungguhnya Islam tidak mewajibkan seseorang Muslim mengikuti mana-mana mazhab pun adanya. Akan tetapi kami mengatakan setiap Muslim punyai hak untuk mengikuti satu daripada mazhab yang benar yang fatwanya telah dibukukan dan barangsiapa yang mengikuti mazhab-mazhab itu boleh juga berpindah ke mazhab lain tanpa rasa berdosa sedikit pun.

    2) Sesunguhnya mazhab Jafari yang dikenali juga sebagai Syiah Imamiah al-Istna Asyariyyah dibenarkan mengikuti hukum-hukum syaraknya sebagaimana mengikuti mazhab Ahlul Sunnah.

    Maka patutlah bagi seseorang Muslim mengetahuinya dan menahan diri dari sifat taksub tanpa hak terhadap satu mazhab. Sesungguhnya agama Allah dan syariatnya tidak membatas kepada satu mazhab mana pun. Para Mujtahid diterima oleh Allah dan dibenarkan kepada bukan Mujtahid mengikuti mereka dengan yang mereka ajar dalam Ibadah dan Muamalat.

    Sign,
    Mahmud Shaltut.

    Demikian fatwa diumumkan pada 6 Julai 1959 dari pejabat Universiti al-Azhar kemudiannya disiarkan dalam media cetak antaranya:

    1. Surat khabar al-Sha'ab Mesir, 7 Julai 1959.
    2. Surat Khabar Lubnan, 8 Julai 1959.

    2. Imam Dua Belas



    12 orang Imam adalah manusia suci berketurunan Rasulullah yang mewarisi seluruh khazanah ilmu dan penjaga umat selepas wafatnya Rasulullah (s). Dalam kitab Sahih Muslim yang diterbit oleh Klang Book Centre cetakan 1997, bab pemerintahan (Kitabul Imarah), hadis ke 1787 menyebut pemerintahan 12 orang khalifah daripada bangsa Quraysh, jelas sekali 12 khalifah ini bukan dari kalangan Bani Umayah dan Abasiyah kerana bani-bani ini mempunyai lebih dari 12 orang pemerintah.


    Menurut sejarah selama pemerintahan dinasti Umayah dan Abasiyah, kesemua Imam 12 dan pengikut-pengikutnya diburu untuk dibunuh. Dalam suasana genting ini ramai ulama terpaksa menyembunyikan keimanan mereka. Nama-nama Imam 12 hari ini masih boleh ditemui dalam Kitab jawi karangan Syeikh Zainal Abidin al-Fatani berjudul Kasyful Ghaibiyah, halaman 53:


    Transliterasi:
    “…daripada keluarga nabi Sallahualaihi Wa Sallam, daripada walad Fatimah Radiallahuanha, bermula neneknya itu Hasan bin Ali bin Abi Talib, bermula bapanya Imam Hasan al-Askari ibni Imam Ali al-Taqi bin al-Imam Muhammad al-Taqi, al-imam Ali al-Ridha, anak al-Imam Musa al-Kazim anak al-Imam Jaafar al-Sodiq, anak al-Imam Muhammad al-Baqir, anak al-Imam Zainal Abidin bin Ali, anak al-Imam al-Husein, anak al-Imam Ali bin Abi Talib Radiallahuanhu ….”

    Ternyata Syeikh Zainal Abidin al-Fatani dalam menyatakan jurai keturunan Imam Mahdi, beliau langsung mengaitkan nama Imam Hasan bin Ali (a) padahal beliau boleh terus mendaftar sisilah Imam Mahdi melalui al-Imam Husein bin Ali (a) tanpa menyebut Imam Hasan (a). Maksud pengarang ini tidak ingin memisahkan Imam Hassan dengan Imam Mahdi. Dengan ini juga lengkaplah nama-nama 12 Imam dalam menyatakan silsilah Imam Mahdi.

    Lima kitab nabi Musa (Pentateuch) dalam Bible tidak mahu ketinggalan meramalkan 12 orang khalifah itu daripada keturunan nabi Ismail (a). Berikut adalah petikan dari Perjanjian Lama Kitab Keluaran, Fasal 17, ayat ke-20:


    3. Kewajiban berpegang teguh dengan al-Quran dan Ahlul Bait

    Dalam Sunan Sittah (Kitab Hadis Enam) banyak kali menyebut bahawa nabi meninggalkan dua perkara yang beharga iaitu al-Quran dan Ahlul Bait umpamanya Sunan at-Tirmidzi hadis no. 3874, jilid 5, halaman 722, cetakan Victory Agencie Kuala Lumpur 1993.

    Hadis seumpama ini boleh ditemui dalam Sahih Muslim hal. 1873 – 1874 juz 4 no. 2408, sunt: Muhd Fuad Abd Baqi, t.t, cet. Dar al-Fikr Bayrouth, Imam Ahmad di dalam musnadnya hal. 366 juz 4, al-Baihaqi di dalam Sunan al-Kubra hal. 148 juz 2 serta al-Darimiy di dalam Sunannya m/s 431-432 juz 2.

    Allah (s) berfirman dalam surah Syura, ayat 23:

    قُلْ لاَ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلاَّ اْلمَوَدَّةَ فِى اْلقُرْبٰى
    {Katakanlah wahai Muhammad, tiada aku minta ganjaran atas seruan dakwahku melainkan kecintaan ke atas kerabat}


    Ibnu Kathir menegaskan, kerabat yang dimaksudkan itu adalah Ahlul Bait nabi (s) yang diwajibkan ke atas kita mencintai mereka. Ibnu Kathir berulang-ulang menukilkan hadis-hadis thaqalain seperti yang digariskan berikut (cetakan terbaru Ibnu Kathir telah hilang hadis-hadis ini):


    Hadis seperti yang digariskan :
    - Rasulullah (s) di Ghadir Khum bersabda “Sesungguhnya aku meninggalkan kepadamu dua yang beharga itu kitab Allah dan keluargaku, sesungguhnya tidak berpisah keduanya hinggalah bertemu denganku di telaga Haudh”
    - Rasulullah (s) bersabda “Ingatlah wahai sekelian manusia, sesungguhnya aku ini adalah manusia biasa. Sebentar lagi akan datang utusan tuhan menjemputku lalu aku pun menyahutnya, dan aku meninggalkan kalian dua pusaka, pertamanya kitab Allah di mana di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah kitab Allah dan peganilah ia dengan teguh” kemudian nabi (s) menambah “dan kaum keluargaku, aku memperingati kamu semua keluargaku (dilafazkan sebanyak tiga kali)”
    - Sesunguhnya ku tinggalkan kepada kalian yang mana jika kalian berteguh dengannya pasti tidak akan sesat selama-lamanya, yang satunya lebih agung dari yang lain iaitu kitab Allah, ia adalah tali yang dipanjangkan dari langit sampai ke bumi, dan keluargaku, kedua perkara itu tidak akan terpisah hingga datang di sisiku di telaga Kauthar, maka lihatlah bagaimana keadaan kamu sepeninggalan ku terhadap kedua perkara itu”
    - Rasulullah (s) bersabda: “wahai manusia, sesungguhnya ku tinggalkan kepadamu jika kamu berpegang keduanya tentu tidak akan sesat selama-lamanya, kitab Allah dan Ahlul Bait”

    4. Shalat

    Nabi (s) bersabda “Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku mengerjakan sembahyang (Shahih Bukhari Klang Book Centre, hadis no. 1939)”. Shalat merupakan salah satu daripada Furu’ ud-Din (cabang agama) yang tanpanya maka tidak sempurnalah agama seseorang itu. Waktu-waktu Shalat dalam mazhab Syiah ialah:

    1 - Waktu Shalat Subuh, dari terbit fajar hingga terbit matahari
    2- Waktu Shalat Zuhur dan Asar, ketika matahari tegak di atas kepala hingga bergerak ke arah maghrib (barat)
    3- Waktu Shalat Maghrib dan Isya’, selepas terbenam matahari hingga ke pertengahan malam.

    Nabi (s) telah menghimpunkan shalat zuhur dalam waktu asar, asar dalam waktu zuhur (mengerjakan shalat zuhur 4 rakaat kemudian terus shalat asar 4 rakaat), maghrib dalam waktu isya’, dan Isya dalam waktu maghrib (mengerjakan shalat Maghrib 3 rakaat dan terus mengerjakan Isya’ 4 rakaat) bukan kerana ketakutan, bukan kerana peperangan atau bukan kerana perjalanan supaya tidak menyulitkan umatnya. Shalat seperti telah diamalkan oleh orang-orang Syiah sejak zaman Rasulullah (s). (Rujukan Sahih Muslim, cetakan Klang Book Centre, Hadis no 666 – 671.




    Hadis tentang Shalat itu ditemui juga dalam sahih Bukhari (Shahih Bukhari Klang Book Centre, hadis no. 307, 310).

    Shalat Asar saat matahari belum tergelincir:

    Shalat Asar sesudah Shalat Zuhur:


    Syiah menjadikan tanah sebagai tempat meletakkan dahi ketika sujud. Dalam bahasa Arab kata kerja ‘Sajada’ di tambah mim dalam perkataan ‘Masjid’ adalah ‘isim makan’ (kata nama tempat) yang membawa maksud tempat sujud. Nabi (s) menjadikan bumi sebagai tempat sujud, dalam Sunan Tirmidzi cetakan Victory Agencie Kuala Lumpur 1993, jil 1 menyatakan nabi (s) ketika sujud, baginda meletakkan hidung dan wajah baginda di bumi:


    Nabi juga memerintahkan supaya sujud di atas Turab (tanah):

    5. Kebangkitan Islam di Iran

    Ramalan kebangkitan Islam di Iran sudah lama diramalkan dalam surah Muhammad dan Jumu’ah


    "….dan jika mereka berpaling, digantikan satu kaum selain kamu kemudian mereka tidak menjadi seperti kamu" (surah Muhammad, ayat 38)


    “… mereka bertanya kepada Rasulullah s.a.w: "Siapakah mereka yang jika kami berpaling, kami akan digantikan dan mereka tidak akan jadi seperti kami?" jawab Rasulullah sambil menepuk tangannya ke bahu Salman al-Farisi, sambil bersabda: "dia dan kaumnya, sekiranya ad-Din terletak di bintang Suria nescaya akan dicapai oleh pemuda-pemuda daripada kalangan bangsa Parsi" (Tafsir Ibnu Kathir)

    Begitu juga Surah Jumuah ayat 3 dalam Sunan Tirmidzi menceritakan hal yang sama.